Parlemen Versi Darun Nadwah

Orang-orang kafir Quraisy dahulu memiliki parlemen untuk menyusun rencana-rencana mereka, Darun Nadwah namanya. Dalam parlemen inilah masalah-masalah pelik biasanya mereka putuskan.

Siang itu hari kamis 25 shafar tahun 14 dari kenabian Muhammad, mereka kembali mengadakan pertemuan di Darun Nadwah. Mereka sangat cemas melihat bahaya besar yang bisa mengancam eksistensi paganisme yang begitu mereka jaga dan lestarikan.

Mereka tahu betul bahwa risalah yang Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bawa sangat berpengaruh bagi para kader-kader Beliau untuk terus bertekad memperjuangkan komitmen tauhid.

Seluruh petinggi dari kabilah-kabilah Quraisy hadir berembuk membahas langkah-langkah strategis untuk mematahkan tonggak dakwah islamiyah seluruhnya. Nampak dari kabilah Bani Makhzum, Abu Jahal. Bani Naufal diwakili oleh Jubair bin Muth’am, Thuaimah bin Adiy, dan al-Harits bin Amir, tampak juga Jubair bin Rabiah, Abu sufyan bin Harb ( yang kala itu belum memeluk Islam) menjadi wakil dari Bani Abdusyams, sementara An-Nadhar bin al-Harits tokoh yang pernah meletakkan isi perut kambing di punggung Rasulullah, mewakili Bani Abdul Dar.

Selain dari mereka, hadir juga Abul Bukhturi bin Hisyam, Zam’ah bin Al-Aswad, dan Hakim bin Hisyam dari Bani Asad. Dan dari Bani Sahm hadir Nabih bin al-Hajjaj, sedang dari Bani Jamh datang Umayyah bin Khalaf.

Masing-masing dari mereka memberi usulan. Abul Aswa mengawali dengan mengusulkan Agar Rasulullah dibuang saja ke negri lain. Namun usulan ini ditolak karena mereka sadar akan kepribadian Rasulullah yang memukau, takut kalau di negeri tersebut Rasulullah masih saja mengkader para pemegang panji Islam.

Abul Bukhturi memberikan usulan kedua agar Rasulullah dipenjara saja hingga menemui ajalnya di dalam penjara. Tapi, lagi-lagi usulan ini juga tertolak. Mereka tahu para sahabat Rasulullah tak kan tinggal diam untuk membebaskan Rasulullah dan kelak akan tetap menaklukkan Mekkah.

Setelah dua usulan ini tertolak, datanglah gembong penjahat Makkah dengan usulannya. Abu Jahal mengusulkan agar tiap-tiap kabilah Quraisy mengutus seorang pemuda yang kuat perkasa, lalu secara bersama-sama pemuda-pemuda tersebut mendatangi Rasulullah dan membunuhnya serentak.

Ketika Rasulullah telah terbunuh maka tanggung jawab atas kematiannya terbagi secara merata pada semua kabilah Quraisy, hingga Bani Abdul Manaf tidak akan membuat balasan, kemungkinannya hanya akan menuntut diyat (denda).

Parlemen Darun Nadwah akhirnya sepakat dengan ide Abu Jahal tersebut. Mereka mempersiapkan konspirasi untuk membunuh Rasulullah sebagai hasil rapat mereka.

Setelah diputuskannya rencana tersebut, Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rasulullah agar Beliau hijrah menyusul para sahabatnya yang telah lebih dulu berangkat. Hingga pada akhinya Rasulullah pun meninggalkan tanah kelahirannya.

Parlemen ala Darun Nadwah bisa jadi akan ada di setiap zaman untuk menindas kaum Muslimin. Pengusiran dari tanah mereka sendiri seperti usul Abul Aswa, penjara dan penindasan seperti usul Abul Bukhturi, atau yang paling ekstrem yaitu pembantaian seperti usul Abu Jahal.

Kita juga mengenal rapat model Darun Nadwah yang pernah diadakan oleh kaum yahudi. Kongres Zionis Internasional untuk kali pertama yang diadakan di Bassel Switzealand sebagai langkah untuk menyatukan sikap tokoh Zionis Dunia melahirkan negara yahudi.

Salah satu hasil kongres tersebut berbunyi: “Zionisme bertujuan untuk membangun sebuah Tanah Air bagi kaum Yahudi di Palestina yang dilindungi oleh undang-undang.”

Didaulatlah Theodore Hertzl sebagai pemimpin gerakan ini, Protocolat of Zion yang berisi strategi Zionis-Yahudi menguasai dunia juga disahkan menjadi agenda bersama.

Yahudi Internasional pasca ‘musyawarah’ itu menempuh segala cara untuk bisa mewujudkan ambisinya. Pada 2 November 1917, terjadilah deklarasi Balfaour yang berisi surat Menlu Inggris, Lord Arthur James Balfour, ditujukan kepada Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris, Rothschild, untuk diteruskan kepada Federasi Zionis, yang berisi pemberitahuan tentang persetujuan pemerintahan Inggris menyokong keberadaan sebuah negara Yahudi di bumi Palestina.

Dan akhirnya pada 14 Mei 1948 lahirlah negara yahudi yang dinamakan Israel, semuanya sukses dilaksanakan dalam tempo 50 tahun sejak rapat akbar yahudi tersebut (1897). Negara yang berdiri setelah sebelumnya didahului upaya teror, pembunuhan, dan pengusiran terhadap bangsa Palestina, yang hingga saat ini masih juga kita saksikan.

Parlemen ala Darun Nadwah juga mengajarkan kepada kita tentang rencana-rencana keji dari musuh-musuh Allah yang tidak pernah senang melihat ketinggian izzah umat ini.

Usaha mereka betul-betul tertata dengan agenda yang terencana secara matang dan terukur. Walan tardho ‘ankal yahudu walan nasharo hatta tattabi’a millatahum,
"Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka."
(Al-Baqarah: 120)

Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka." (Al-Maidah: 51)

Jadi sangat aneh rasanya sekaligus ironis jika sebagian kaum Muslimin masih ada yang menganggap orang-orang kafir layak menjadi wali-wali dari kaum mukminin. Wallahul musta’an wa huwa ahkamul haakimiin.

Profil Penulis:
Marzuki Umar
; Sekjen BEM Ma’had ‘Aly al-Wahdah (STIBA) Makassar — Mahasiswa Al-Madinah International University, jur. dakwah & ushuluddin — Aktivis FLP Sulawesi Selatan; E mail: [email protected]; Blog : http://www.penatarbiyah.blogspot.com