Kita Mulai Dengan Basmallah

Menuju indonesia adil, sejahtera dan bermartabat adalah salah satu tujuan pesta demokrasi yang akan segera kita laksanakan. Mereka yang ingin memimpin negara ini telah jauh hari mendeklarasikan diri dan menyatakan kesiapan mereka untuk bersaing dalam meraih kursi pemerintahan mendatang. Kursi kepresidenan tentu bukanlah kursi empuk untuk besenang-senang. Bukan juga kesempatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Tetapi adalah amanah rakyat untuk bisa menciptakan Indonesia yang adil dan sejahtera.

Untuk memaksimalkan hasil pesta demokrasi mendatang, perlu rasanya kita berkaca pada seorang gubernur kota madinah. Sang gubernur ini akhirnya menjadi seorang Khalifah Umayyah yang bersih dari kediktatoran dan penyelewengan kekuuasaan lainya. beliau adalah Umar bin Abdul Aziz. Bahkan banyak ahli sejarah islam memasukkan nya sebagai Khalifah Rasyidin kelima setelah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Umar bin Abdul Aziz adalah seorang sosok pemimpin percontahan umat Islam yang bisa mengantarkan rakyatnya pada taraf keadilan dan kesejahteraan yang merata disemua lini kehidupan. Bahkan, diriwatkan pada masa kekhalifahannya, seorang Muzakki (wajib zakat) sulit untuk menunaikan zakat kepada mustahiqnya (penerima zakat) karena sebagian besar masyarakat hidup adil, makmur dan sejahtera.

Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz berjalan selama dua tahun lebih saja. Berbeda dengan Indonesia, tampuk kepresidenan berjalan selama lima tahun. Seharusnya masyarakat kita lebih merasakan kemakmuran itu. Kalau kita berdalih Indonesia sedang berbenah, penulis rasa ini bukanlah alasan yang tepat. Bahkan kalau kita melihat pada sejarah Umar, kita akan mendapatkan pembenahan negara secara menyeluruh. Mulai dari mengganti Gubernur-Gubernur yang melenceng dari ajaran Islam atau pembenahan pada tataran masyarakat secara utuh. Umar mengembaliakan banyak sekali harta kepada pemiliknya yang diambil secara paksa oleh Khalifah-Khalifah sebelumnya

Umar membawa angin perubahan semenjak awal pemerintahanya. Ini terlihihat jelas diawal pidato kekhalifanya. Berikut ini kita paparkan beberapa strategi dan langkah yang diambil Umar Bin Abdul Aziz. Dalam pidato kekhalifahannya Umar berkata:

Wahai rakyatku, Aku telah dinobatkan menjadi pimpinan mu sekalian tanpa persetujuan ku sebelumy. Sekarang ku serahkan semuannya kepada kalian sekalian.

Mendengar pidato ini semua yang hadir berkata :

Wahai Amirul Mukminin, kami telah memilih mu dan ridha akan kepemimpinan mu, dan semoga kepemimpinanmu mendapatkan keberkahan dari Allah Swt.

Inilah Umar bin Abdul Aziz pada awal pengangkatannya, pencalonan dirinya adalah kesepakatan keluarga kerajaan. Umar tidak langsung menerima tawaran tersebut yang berawal dari sifat kekeluargaan tetapi meminta persetujuan rakyat adalah syarat pertama pemerintahanya. Bahkan dalam sejarahnya Umar bin Abdul Aziz tidak hanya meminta persetujuan dari penduduk Ibukota Negara saja, Umar juga mengirimkan surat pada seluruh penjuru Islam lainya.

Ini tentu berbeda dengan pencalonan Presiden di negeri kita, jauh hari sebelum pesta demokarsi sudah sibuk mendeklarasikan diri untuk pencalonan presiden masa depan. Ini semua diriingi dengan iklan-iklan di telivisi yang memakan biaya entah berapa. Disamping berpegang teguh pada Al-Quran dan Sunnah Nabi, Umar bin Abdul Aziz melakukan langkah-langkah berikut Untuk membenahi pemerintahan:

Pemerintahan Umar bin Abdul Aziz jauh dari ikut campur keluarga dekatnya. Dia memahami pengaruh orang-orang terdekat keluarga sangatlah berbahaya. Karena biasanya bisikan buruk dan pertimbangan yang merugikan rakyat sering muncul dari pengaruh-pengaruh keluarga dekat. Dai Sejuta umat KH. Zainudin Mz dalam sebuah pidatonya pernah berkomentar bahwa priseisden itu tidak mempunyai anak. Tetapi yang mempunya anak adalah SBY, Megawati(tergantung siapa yang menjabat). Agar anak-anak dan keluarga dekat priseden tersebut tidak ikut campur tangan dalam mengurus negara ini. Karena sejarah membuktikan banyak sekali pengaruh dari anak dan keluarga penguasa masa lalu yang merugikan negara ini (Orba).

Umar bin Abdul Aziz berpegang teguh pada Mabdak (asas) Syura. Syura untuk menghasilkan pendapat terbaik dari sekian banyak pendapat. Sudah barang tentu sebuah keputusan yang muncul dari pendapat bersama lebih dekat pada sebuah kebenaran.

Dalam azas Syura ini Umar berkata:

Seseungguhnya Syura dan bertukar pikiran adalah pintu kerahmatan dan kunci keberkahan. Tidak akan terjadi kesalahan apabila keputasan diambil dari musyawarah.

Mengembalikan hak fakir miskin yang diambil oleh penguasa sebelumnya adalah salah satu agenda perubahan Umar. Dia memulainya dari keluarganya dan memerintahkan semua petinggi negara untuk mengembalikan harta yang bukan haknya. Sehingga ini semua menciptakan pemerintahan yang bersih, bemoral dan bermartabat di mata rakyat.

Seorang laki-laki penduduk Mesir mendatangi Umar bin Abdul Aziz dan berkata: Wahai Amirul Mukminin, Abdul Aziz (Bapak Umar bin Abdul Aziz) telah mengambil sebidang tanahku. Umarpun bertanya kepada laki-laki tersebut dan berkata: Dimana lokasi tanahmu? Laki-laki itu menjawab di kota hilwan. Kemudian Umar bin Abdul Aziz pun mendatangi daerah tersebut dan menyuruh Gubernur setempat untuk mengembalikan tanah laki-laki tersebut. Dalam konteks keindonesiaan kita baru bisa menyaksikan dari segenlinter Anggota Dewan yang mengembalikan uang negara yang tidak merupakan haknya. Mudah-mudahan Pesta Demokrasi 2009 ini adalah seleksi alam bagi mereka. Mereka yang bersih tentu akan dipilih dan diamanahi rakyat kembali, dan mereka yang tidak jujur dan bersih bersiaplah untuk tidak dipilih.

Agenda perubahan yang lain adalah menon-aktifkan pejabat-pejabat yang korup dan zhalim. Diantara pejabat yang dinon-aktifkan adalah Khaled bin Rayyan. Beliau adalah penjaga pribadi Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik yang memerintah sebelumnya. Khaled digantikan oleh Amru bin Muhajir Al-Anshari karena ketekunanya beribadah, membaca Al-Quran, dan gemar melakukan Shalat Tahajjud. Inilah profil pejabat pada masa Umar bin Abdul Aziz.

Maka apakah pesta demokrasi dekade ini bisa mengantarkan Indonesia pada yang lebih baik? Apakah pemerintah negeri ini berpihak pada rakyat? Menciptakan masyarakat Indonesia adil, makmur sejahtera? Semua jawaban ini tentu kita mulai dengan memilih mereka yang konseisten membela kepentingan rakyat. dengan membaca Basmallah kita mulai sejarah baru Indonesia. Wallahu A`lam Bissawaab.

Profil Penulis :

Rijal Mahdi Tanjung, Penulis adalah mahasiswa International Islamic Call Collage jurusan Dakwah Dan Peradaban Islam, aktif di Lembaga Studi Islam Syamil (LSIS) Komunitas Ikhwah Libya. Alamat: International Islamic Call Collage, PO BOX 86027, Tripoli – Libya