Akankah Dunia Menunggu Khilafah?

masjid isisOleh: Anastasia – Alumni Pendidikan Bahasa Jerman UPI Bandung

Sedari dulu sebenarnya AS memusuhi islam, walaupun islam belum diemban oleh sebuah negara, namun ideologi islam dipercaya mampu mengancam eksistensi AS. AS tidak pernah menyerah membuat proyek skala besar untuk mehancurkan islam, peledakan gedung menara kembar WTC pada 11 September 2001 silam menjadi pertanda secara terbuka AS menyatakan perangannya terhadap islam, AS membabi-buta mengklaim, bahwa otak peledakan bom tersebut Osama bin Laden, melalui alibinya AS menyusun skenario pembajakan pesawat komersil yang dihantamkan ke gedung tersebut.

Akan tetapi kebenaran dan fakta ilmiah menggenai hal tersebut bermunculan, menurut Profesor Steven E. Jones dari Brigham Young University, Utah, yang melakukan penelitian dari sudut teori fisika mengatakan bahwa kehancuran dahsyat seperti yang dialami Twin Tower serta gedung WTC 7 hanya mungkin terjadi karena bom-bom yang sudah dipasang pada bangunan-bangunan tersebut.

Inilah start awal AS mengkampanyekan war of terrorist terhadap islam padahal betapa banyak jumlah manusia, rakyatnya sendiri yang telah dikorban demi keserakannya. Sesuai dengan janji Allah dalm surat As Shaf yang berbunyi “Mereka ingin hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci, perlahan tapi pasti pasca runtuhkan gedung WTC fajar kebangkitan islam mulai menggelia , setitik cahaya islam mulai terbit di ufuk Amerika, masyarakat Amerika berbodong-bondong mencari islam dan akhirnya bersyahadat memeluk islam.

WTC saja tak cukup untuk memenuhi instink predator AS, 2003 kedua kalinya AS membual bahwa Irak mempunyai senjata massal yang mampu menggancam kehidupan manusia, atas dasar itulah AS menginvansi Irak walaupun sampai detik ini keberadaan senjata missal menjadi mitos sejarah kelam AS. Keberadaan AS di Irak telah berhasil memecah belat islam saat AS menduduki Irak pada Maret 2003, awalnya Amerika Serikat menempatkan Letjen Jay Gardner sebagai gubernur jenderal di sana. Namun, karena tidak “cakap” Gardner ditendang, Amerika menggantikan dia dengan Paul Bremer. Dialah yang ditugasi melakukan ‘penjarahan’ besar-besaran terhadap Irak.

Langkahnya yang paling mendasar adalah menetapkan konstitusi yang isinya mengandung benih perpecahan Irak. Bersama Peter Galbraith, milyarder yang menulis buku The End of Iraq, terbitan 2006. Amerika Serikat menjaga Irak dengan mendudukkan seorang diktator sektarian tulen, Nuri al-Maliki. Secara sengaja pemerintahan-nya melakukan penindasan di wilayah-wilayah yang secara etnis minoritas di utara dan barat Irak. Jadilah eskalasi berbasiskan sektarian terus meningkat dengan hadirnya berbagai milisi bersenjata Syiah bentukan dari al-Maliki yang juga memiliki latar belakang Syiah yang kuat. Maliki adalah tokoh sentral perdana mentri bengis berdarah dingin, melakukan berbagi kebiadaban melalui operesi intelejennya. Atas kondisi politik yang terbujung, hampir setengah rakyat Irak mengangkat senjata, perpecahan di tubuh kaum muslim semakin memperuncing permasalahan konflik, awalnya mereka mempunyai satu musuh yang harus dilawan yaitu AS, hal ini diperperah dengan diberlakukannya UUD baru Irak, pemerintahan daerah termasuk di dalamnya Kurdistan, berhak mendirikan angkatan bersenjatanya sendiri; berhak sepenuhnya atas kepemilikan bumi, air, minyak dan mineral yang terkandung di wilayah Kurdistan. Bahkan Kurdistan berhak untuk mengelola ladang minyak yang ada wilayah kekuasaannya, termasuk dalam mengelola pendapatan hasil minyak mereka meski pemerintahan pusat Baghdad tetap berwenang mengelola produksi komersial ladang minyak tersebut. Konstitusi permanen ini memberikan legitimasi terhadap semua proses invasi Amerika Serikat terhadap Irak.

Dari benih pertikaian inilah sinilah kita tidak heran mengapa kemudian ISIS berdiri kokoh memproklamirkan kekuasaannya, logikanya ISIS tidak mungkin ada seandainya AS tidak menginvansi Irak. Mengenai ISIS memang masih menjadi berdebatan panjang dikalangan kaum muslim, namun point penting dibalik adanya ISIS, kita tidak menyangka ide khilafah ternyata laku dijual dan menjadi hot topic dunia, rupanya antara di barat dan timur keduanya menunggu detik-detik berdirinya khilafah, namun jika di barat khususnya AS khilafah menjadi momok menakutkan yang mampu merontokkan imprealisme, sedangkan bagi orang islam khilafah menjadi titik tolak persatuan dan kekuatan baru.

Akankah kemunculan ISIS akan sama seperti runtuhkan gedung WTC di mana lautan masyarakat AS berbondong-bondong mencari islam? Atau akankah akhirnya segenap jiwa manusia akan semakin tertarik mencari dan memperjungan ide khilafah yang sesungguhnya seperti janji Allah Swt. Walluhu’Alam