Ayo Bergabung, Kita Tolak UN sebagai Syarat Kelulusan

Pada Kompas hari ini, Jusuf Kalla membela Ujian Nasional (UN) sebagai peningkat kualitas pendidikan Indonesia. Katanya, butuh 10 tahun agar sebuah kebijakan dirasakan dampaknya. Kini, 10 tahun sejak UN ditetapkan sebagai syarat kelulusan, di manakah posisi pendidikan kita?

Kenyataannya, sejak tahun 2000 sampai sekarang kita tetap terpuruk di posisi terbawah menurut pemetaan global seperti PISATIMSS & PIRLS dan Learning Curve.

Hanya satu parameter yang di atas rata-rata global; hapalan. Yang lainnya, pemahaman, aplikasi, analisa, evaluasi, dan sintesa; jeblok! Kemampuan mana yang lebih dibutuhkan anak-anak kita di abad ke-21 ini?

Sudah cukup kita berdebat soal UN yang terbukti bukan hanya tidak berhasil, tapi merusak. Saatnya kita ubah! Ayo kita serukan pada Mendikbud M. Nuh, “Berhenti jadikan UN sebagai syarat kelulusan!” Bantu kami sebarkan petisi ini. 

UN telah menjadi penentu “hidup-mati” bagi siswa, guru, sekolah, bahkan pejabat daerah. Ini menimbulkan masalah seperti kecurangan sistematis, stres yang berlebih pada siswa, kastanisasi mata pelajaran, dan mereduksi sekolah menjadi sekedar bimbingan belajar.

UN dipakai untuk menghakimi siswa dalam sistem layanan pendidikan yang belum merata. Kewenangan ini harus dikembalikan pada guru dan sekolah, sesuai amanat UU Sisdiknas 20/2003. Mereka lah yang paling tahu kemampuan siswanya.

Berbagai praktisi pendidikan dan SDM, organisasi guru, anggota DPR dan Wantimpres sudah menolak UN sebagai syarat kelulusan. Bahkan Mahkamah Agung pun telah mengeluarkan putusan. Ayo kita gabung dalam menolak UN sebagai syarat kelulusan, sebar petisi ini!

Salam pendidikan,

 

Kreshna Aditya