Embahnya Kebebasan: Demokrasi

Drama Eyang Subur sepertinya masih akan menyedot animo masyarakat Indonesia. Media tentunya tak kalah sigap untuk semakin memanaskan cerita ini. Diperlihatkanlah satu demi satu kisah rumah tangga aki-aki yang memproklamirkan pernikahannya dengan 7 perempuan.

Namun ada yang aneh dalam polemic kali ini, apakah itu? Ya, absennya kelompok-kelompok yang biasanya bersuara vocal membela ‘ketidakadilan’ atas perempuan. Sebut saja, Komnas Perempuan, pengusung ide gender atau feminis. Ini tentu kontra sekali dengan tanggapan negatif bahkan penolakan atas tindakan salah seorang ulama                                                 yang memilih poligami dalam batasan syariah Islam. Kenapa demikian?

Jika dilihat lebih jauh maka sudah jelas Komnas Perempuan adalah pihak yang begitu konsisten untuk menyuarakan bahwa aturan agama adalah pelanggeng diskriminasi terhadap perempuan. Jika tidak berkaitan dengan syariah Islam, maka jangan harap mereka bersuara. Inilah muka dua pemuja kebebasan dalam sistem demokrasi.

Sayangnya, ditengah kelemahan aqidah umat Islam, provokasi musuh-musuh Islam begitu mengena. Propaganda media begitu mudah mengubah pandangan masyarakat. Inilah ketika tidak ada perlindungan aqidah dan penjagaan atas informasi yang diterima oleh umat Islam. Syariat Islam didebatkan, yang haram dimaklumkan. MashaAllah, beginilah wajah asli demokrasi. Sistem kehidupan yang meniscayakan pemisahan agama dalam kehidupan.

Selayaknya, sebagai umat Islam tentulah kita seharusnya melandaskan setiap perbuatan dengan hukum syara, sebagaimana kaidah syara “setiap perbuatan itu terikat dengan hukum syara”. Apakah perbuatan itu terkait urusan individu, bermasyarakat, bahkan bernegara sekalipun. Namun, lagi-lagi, dalam sistem sekuler ini, hukum syara dipelintir atas nama kepentingan individu atau golongan. Yang lebih parah lagi, memang ada orang-orang yang bersengaja mengubah hukum Islam sesuai persepsinya dan merusak aqidah umat. Termasuk dalam memandang urusan pernikahan dan poligami yang sebenarnya telah jelas di dalam Al Quran.

Allah SWT telah menjadikan nikah sebagai bagian dari ibadah kepadaNya, yaitu sebagai pelaksanaan sunnah RasulNya. Allah pun telah memberikan kebolehan bagi kaum Adam untuk menikahi lebih dari 1 orang perempuan hingga empat orang  yang dibarengi dengan persyaratan mampu berbuat adil. Allah pun telah mengatur bagaimana selayaknya suami menghargai dan memenuhi kewajiban serta hak atas istrinya, pun sebaliknya istri atas suami. Islam mengatur semuanya tanpa cacat.

Namun, dipungkiri atau pun tidak, demokrasi dan kebebasannya telah kebablasan. Eyang Subur hanyalah satu dari sekian bukti bahwa Demokrasi benar-benar menyuburkan bermacam interpretasi atas hukum Islam yang haq. []

 

Arini, Mahasiswi Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Semester 8.

Email: [email protected]