Meng-Indonesiakan Islam ? (“Ala Mahfud MD”)

Oleh: M. Syihabulhaq*

 

“Bagi KAHMI, KAHMI ingin meng-Indonesiakan Islam, bukan meng-Islamkan Indonesia. Kalau meng-Indonesiakan Islam berarti Islam ke Indonesia berdasarkan fakta-fakta pluralismenya, kalau meng-Islamkan Indonesia, berarti Islam masuk dengan watak dengan sendirinya.” Begitu wacana yang keluar dari Ketua Presidium Majelis Nasional KAHMI Mahfud MD yang telah dilansir di salah satu surat kabar elektronik, Tribunnews.com (04/02/13).

Kalau mau kita cermati dengan kaca mata kritis sebagai seorang muslim. Wacana yang di lontarkan oleh Bapak Mahfud MD memang sedikit banyak menimbulkan kontroversi di kalangan umat Islam. Maka sebagai umat Islam yang mengerti dan paham akan ke Islamannya, akan muncul beberapa pertanyaan. Yang pertama, bahwa nilai Indonesia yang mana yang akan dimasukan ke dalam Islam? Sedangkan Islam itu sendiri sudah sempurna dan tak perlu ada penambahan ataupun pengurangan, dalam surat Al-Maidah ayat 3 Allah befirman yang artinya, “….Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agamamu.”

Kedua adalah arti dari meng-Indonesiakan Islam yang diwacanakan oleh Pak Mahfud MD. Beliau mengartikan mengindonesiakan Islam di sini bahwa Islam ke Indonesia berdasarkan fakta-fakta pluralismenya. Maka menjadi aneh bahwa Islam harus mengikuti kesamaan majemuk yang ada di Indonesia, dalam arti Islam harus ikut-ikutan dalam setiap kemajemukan di Indonesia. Mulai dari agama, aliran kepercayaan, adat istiadat, budaya, social dan politik yang ada di Indonesia. Sebagai contoh Indonesia memiliki 6 agama resmi dan banyak aliran kepercayaan, maka apakah Islam harus sama dan mengikuti semuanya? Sedangkan Islam memiliki rukun-rukun tersendiri yang fundamen dan sangat bertolak belakang dengan yang lain dalam hal aqidah dan ibadah.

Di sini bukan berarti Islam menutup diri (eksklusif) dari kemajemukan Indonesia, akan tetapi ada hal yang bersifat fundamen yang tidak boleh dilanggar, seperti hal di atas. Maka ada juga hal yang Islam justru lebih inklusif, dalam hal ini adalah hal yang bersangkutan dalam hubungan social/muamalah. Meminjam istilah Pak Adian Husaini bahwa Islam itu memiliki konsep yang ekslusif dan inklusif sekaligus. Di satu sisi, ia memiliki kekhasan (ekslusif) yang membuatnya berbeda dengan yang lain, sementara di sisi lain, ia juga memiliki hal-hal yang sama dengan yang lain (inklusif). Islam memahami adanya hal-hal ekslusif agama lain tapi bukan berarti menganggapnya benar.

Dan juga menurut Pak Hamid Fahmy—dalam acara Tasyakuran Insitute for the Study of Islamic Thought and Civilizations (INSISTS) tahun 2008 lalu di Depok—mengatakan bahwa secara konseptual, Islam memiliki keunikan dan keistimewaan tersendiri, seperti kematangan konsepsional dalam beberapa aspek berikut: Konsep Teologi, Kenabian, Wahyu, Keilmuan, Muamalah, Sosial, Kehidupan Dunia-Akhirat dan seterusnya, dimana semua itu saling terkait, dan tentu saja sangat berbeda dengan sistem keyakinan atau kepercayaan agama lain.

Maka wacana meng-Indonesiakan Islam yang digagas oleh Pak Mahfud MD untuk tujuan membangkitkan partai-partai Islam dari keterpurukan, serta Islam harus memberi jiwa bersih dari korupsi, kebersamaaan, kerukunan dan sebagainya sudah keliru dengan arti Islam itu sendiri. Islam yang memiliki arti berserah diri, suci bersih, selamat sejahtera, dan perdamain. Seharusnya yang menjadi perhatian di sini adalah merubah manusianya bukan Islamnya sebagai agama yang dirubah. Sebagaimana seorang muslim yang memiliki asal kata dari aslama yang berarti menyelamatkan. Sudah seharusnya memiliki kepekaan social yang berdampak dari kesholehan pribadi sehingga menyebabkan kesholehan social atas konsekuensinya sebagai seorang yang beragama Islam. Karena Islam membina manusia untuk dapat melaksanakan teknis aplikatif dari syariat Islam dalam hal menjaga, memelihara, dan melestarikan bumi termasuk mengelola negara.

KAHMI (Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam) yang juga mendasari Islam sebagai landasan gerakannya, berharap bisa menjadi panutan umat Islam dan manusia Indonesia untuk terus maju membangun Indonesia yang madani dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai/syiar Islam. Dan dengan diketuai oleh Pak Mahfud MD yang tidak diragukan lagi intelektualnya sebagai Cendikiawan Muslim, maka berharap ada respon dari Bapak Mahfud MD untuk menjelaskan secara detail mengenai wacana meng-Indonesiakan Islam dari kacamata seorang Muslim yang taat. Serta tidak menutup kemungkinan untuk menanggapi tulisan ini sebagai bahan pemikiran ulang akan wacana yang dikeluarkan oleh Bapak selaku Ketua Presidium Majelis Nasional KAHMI. Terima kasih sebelumnya atas keilmuannya dan wacana penyegarannya dalam ranah pemikiran Islam.

Wallahu’alam

Jatinangor, 8 Februari 2013