Menggempur ISIS

ISIS 2Oleh : Amri Fatmi*

Mari memahami munculnya ISIS jauh dari hiruk-pikuk media.

Gerakan ISIS tidak muncul dadakan dan tanpa sebab. Gerakan ini berkembang dipicu oleh banyak faktor. Seterusnya lingkungan sekitar menjadikannya subur dan berkembang dengan baik.

Layaknya dipahami, bahwa ISIS bukan lah semata gerakan kelompok bersenjata, tetapi mereka gerakan pemikiran yang berubah menjadi kelompok bersenjata kemudian berhasil merebut tank-tank dan menjatuhkan pesawat musuh. Mereka kemudian digambarkan (media barat) kejam dan bengis dari prilaku mereka, memancung dan memperbudak wanita.

Namun pertanyaan besar yang bisa menjawab teka-teki munculnya ISIS adalah : kenapa kelompok Islam seperti ini muncul di Irak dan Suriah? Kenapa ia berkembang dan berkuasa serta kuat saat ini?

Para analisi timur tengah mengetengahkan beberapa point penting dalam menjawab pertanyaan di atas. jawaban pertanyaan tersebut bisa menafsirkan teka-teki kelompok ISIS yang nampak bengis. Kolumnis islami terkenal Mesir Fahmi Huwaidy dalam “Tafkirun Akhar fil Irhab” (Shouruk 22 September 2014) dan “Qashafu al-Daulah, Baqiyat al-Fikrah” (Shouruk 27 September 2014) memaparkan analisis kemunculan ISIS dan perkebangannya. Anlisis ini didasarkan pada pemahaman sosio-politik sekitar Suriah dan Iraq. Di samping itu, perlakuan Barat dan kaki tangan Barat di Negara sekitar juga menjadi pengaruh kuat munculnya “wabah” ISIS.

Di Irak, selama pemerintahan Saddam Husein sampai saat ini, sukuisme dan fanatisme-lah yang menguasai Negara. Pembantaian dan penyiksaan terhadap lawan politik dan rakyat merajalela. Kezaliman yang dilakukan penguasa jelas melahirkan kebrutalan dan kekejaman selanjutnya dalam masyarakat. Munculnya ISIS bukanlah panorama bengis satu-satunya yang dikenal dikawasan itu. Tapi tak lain hanya penampakan dengan nama baru dari kelompok yang tidak memiliki kekuasaan poitik diakui dunia. Di irak, masa Sadam Husein, senjata kimia dipakai untuk membantai kaum Kurdi, memenggal kepala dan telinga mereka yang lari dari perang dengan Iran.

Dan di pihak penguasa Suriah, senjata kimia jelas telah dipakai untuk menggempur dan membasmi pemberontak di negara tersebut dengan korban banyak dan terus menerus tanpa pandang bulu. Nah, kalau muncul kelompok yang memperlakukan aksi yang sama di kawasan itu sebagai reaksi sebanding, sebenarnya tidak mengherankan. Bedanya, aksi pertama dilakukan oleh penguasa politik yang diakui dunia, sementara aksi kedua reaksi sebanding yang dilakukan kelompok kecil yang ingin memeiliki kekuasaan politik. Namun media massa menjelaskan pada kita seakan panorama kekejaman ISIS berbeda dari kebengisan penguasa kawasan itu. Kalau kita tidak tertipu, sebenarnya, Kedua-duanya sama saja.

Sepuluh tahun terakhir di Negara Irak, Ahlu Sunnah dimarginalkan dan menjadi korban otoriter penguasa Negara dan target kaum fanatic Syiah. Telah lama para Ulama Sunni meminta persamaan hak dan keluar dari kepungan zalim dengan membentuk front ulama Sunni dan berdemonstrasi damai. Namun semua itu tidak di gubris, bahkan dipandang sebelah mata. Drama kezaliman yang berkelanjutan ini-lah yang mendorong Ahlu Sunnah di Irak untuk menyokong perjuangan ISIS. Gerakan ISIS pun dengan mudah masuk dan berkembang di Irak di kalangan Ahlu Sunnah. Sokongan ini bukan berarti mereka sepakat dengan segala praktik gerakan ISIS, namun tak lain adalah sebagai jalan keluar menghadapi sikap kaum fanatic Syiah. Perwujudan reaksi terhadap penghinaan dan kezaliman yang mereka terima selama ini.

Menilik dari uraian di atas, mudah untuk disimpulkan secara logika bahwa ISIS adalah penjelmaan kekejaman penguasa Negara muslim dan politik Barat selama ini.

Selanjutnya kolumnis terkenal Saudi Arabia Dr. Khalid Ad-Dkhil dalam tulisan “Muraja’at Al-Wahhabiyah Taakharat Katsiran” (Al-Arabiyah 23 Sept 2014) mengetengahkan analisis mendasar dan historis sebagai akar pemikiran ISIS.

Menurutnya, latar belakang pemikiran ISIS yang menjadi pondasi gerakan tak terlepas dari pengaruh budaya kelompok Salafiyah Wahabiyah. Hal ini tercermin dengan mudah kala mereka mengkafirkan orang lain dan menuduh riddah terhadap sesama muslim. ISIS telah memakai dalil-dalil dan nash perkataan para syeikh-syeikh salafiyah di Jazirah Arab sebagai pembenaran parktik mereka. Perkataan syeikh-syeikh Salafiyah ini merupakan hujjah kuat dikalangan mereka dalam ” penerapan syariah” terhadap siapa yang dianggap musuh dan oposisi.

Kalau dipikirkan dengan tenang, sebenarnya gerakan apa saja yang punya basis pemikiran yang kuat dan membudaya di masyarakat jelas tidak akan mampu dibasmi dengan kekerasan. Apalagi dengan artiler imiliter. Kalaupun ia padam sejanak, ia akan muncul dengan nama dan jenis lain pada saat yang lain.

Pemberitaan media menggiring kita seolah membenarkan pesawat-pesawat Barat bebas membunuh di atas tanah Negara kaum muslimin. Aksi itu seolah legal karena kekejaman ISIS yang dipasarkan selama ini. Tapi bukankah itu termasuk kekejaman juga dan telah merobek kedaulatan Negara umat Islam sendiri. Kalau ISIS digambarkan sebagai musuh manusia, maka pesawat Barat sebenarnya pula musuh kedaulatan Negara.

Sebelum dianggap bahaya teroris dan kedaulatan Negara, bahaya ISIS sebenarnya adalah bahaya pemikiran, ide dan ajaran. Menghadapi ISIS dengan cara “memenggal kepala” mereka bukan dengan memenggal pikiran mereka adalah kurang tepat untuk meluruskan gerakan ini. Aksi militer yang dilancarkan saat ini justru akan menjadikan kawasan Arab semakin porak-poranda dan panas, justru menguntungkan Israel dan Imperialis Barat.

 

Mahasiswa program Doctor di Universitas Al-Azhar Kairo, bermukim di Kairo, Mesir