Menyikapi Tokoh Islam yang Terlibat Perayaan Lintas Agama

Pekan ini, Ahad (6/2/2011), Inter Religious Council Indonesia (IRC) yang dimotori oleh para tokoh lintas agama akan menggelar apa yang mereka sebut Pekan Kerukunan antar Umat Beragama se-Dunia (World Interfaith Harmony Week) di Istora Senayan, Jakarta, sejak pukul 09.30-12.00 WIB. Mereka menargetkan agar perayaan pluralisme ini akan dihadiri oleh sepuluh ribu umat dari berbagai agama.

Acara itu akan disertai doa bersama antar agama (acara bid’ah menurut Islam, jadi menyesatkan) dan diramaikan oleh para artis antar agama (acara maksiat menurut Islam).

Voaislam memberitakan, akan diadakannya acara iti dijelaskan dalam jumpa pers, Senin (31/12011) pagi, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin didampingi oleh sejumlah tokoh lintas agama, di antaranya: Pdt. Andreas Yewangoe (Ketua Umum PGI), Mgr. Martinus Situmorang (Ketua KWI), Romo Beny Susetyo (Ketua Umum PGI), S Udayana (Hindu), Rusli (Walubi), dan Uung Sendana (Matakin).

Tentang doa bersama antara agama, dalam artikel Hartono Ahmad Jaiz berjudul Do’a Bersama Antar Agama Merusak Agama dinyatakan:

Do’a Bersama antar Agama yang Disyari’atkan Hanyalah Mubahalah

Dalam Al-Quran dan Hadits, do’a bersama antara mu’minin (Nabi dan ummat Islam) di satu pihak, dan Ahli Kitab ataupun musyrikin di lain pihak; justru merupakan do’a ancaman, salingmelaknat untuk adu kebenaran, yang disebut mubahalah.

Mubahalah (atau mula’anah, saling melaknat, pen) ialah masing-masing pihak di antara orang-orang yangberbeda pendapat, berdo’a kepadaAllah dengan bersungguh-sungguh agar Allah menjatuhkan la’nat kepada pihak yang berdusta. Nabi mengajak utusan Nasrani Najran bermubahalah tetapi mereka tidak berani dan ini menjadi bukti kebenaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. (Al-Quran dan Tafsirnya, Depag RI, 1985/ 1986 juz 1 hal 628).

Kesimpulannya, Do’a bersama antara Ummat Islam dan kaum ahli kitab, kafirin/musyrikin yang dibolehkan hanyalah mubahalah, saling melaknat bagi yang dusta. Sudah jelas, do’a adalah ibadah. Sedangdalam kaidah, ibadah itu tauqifi, tidak dibolehkan kecuali kalau ada contoh dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau ada dalil yang membolehkannya. Dalam hal do’a bersama antara Muslimin dan non Muslim, adanya hanyalah tentang mubahalah. Jadi, kalau mau diadakan do’a bersama antara umat Islam dan non Muslim, seharusnya yang sifatnya seperti itu, yakni mubahalah, sesuai aturan Al-Quran dan Hadits.

Adapun orang yang mengadakan (terutama yang memprakarsai) do’a bersama antara Muslim dan non Muslim seperti yang terjadi sekarang, berarti dia membuat syari’at baru, sekaligus melanggar aturan syari’ah yang sudah ada, dan itulah perusak agama (Islam).

Lebih dari itu, Dengan mengadakan doa bersama antar agama itu berarti merintis jalan kemusyrikan. Padahal banyak peringatan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat akhir zaman terhadap bencana syirik. Bahkan beliau tegaskan umatnya kelak ada yang mengekor kaum musyrikin hingga berhala pun disembah.

Dalam sebuah hadits panjang, disebutkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مِنْ أُمَّتِى بِالْمُشْرِكِينَ وَحَتَّى تُعبَد الأَوْثَان

“…Kiamat tidak akan terjadi hingga sekelompok kabilah dari umatku mengikuti orang-orang musyrik dan sampai-sampai berhala pun disembah…” (Shahih Ibni Hibban Juz XVI hal. 209 no. 7237 dan hal. 220 no. 7238 Juz XXX no. 7361 hal 6, Syu’aib al-Arnauth berkata, “Sanad-sanadnya shahih sesuai dengan syarat Muslim). (Lihat nahimunkar.com, August 10, 201011:18 pm, Do’a Bersama Antar Agama, Merusak Islam. Do’a Bersama antar Agama yang Disyari’atkan Hanyalah Mubahalah, Oleh Hartono Ahmad Jaiz, http://www.nahimunkar.com/do’a-bersama-antar-agama-merusak-islam/)

Akan jadi apa, Ummat Islam yang walaupun tokoh malah menggelar acara perayaan lintas agama semacam itu. Betapa jauhnya dari tuntunan Islam. Dan betapa menyelisihinya. Karena dalam seluruh bidang kehidupan, Islam telah mengaturnya. Sedang Ummat Islam tinggal mengikuti. Tidak perlu macam-macam apalagi menyelisihi.
Di antara cara bersikap terhadap agama lain sudah dijelaskan dan bahkan dipraktekkan dalam Islam oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Ini salah satu caranya:

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ إِلَى بَدْرٍ حَتَّى إِذَا كَانَ بِحَرَّةِ الْوَبَرَةِ لَحِقَهُ رَجُلٌ مِنَ الْمُشْرِكِينَ يَذْكُرُ مِنْهُ جُرْأَةً وَنَجْدَةً فَقَالَ لَهُ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَلَسْتَ تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ قَالَ لَا قَالَ ارْجِعْ فَلَنْ أَسْتَعِينَ بِمُشْرِكٍ. (مسلم)

Bahwa Rasulullah SAW keluar menuju Badar, lalu seorang laki-laki musyrik mengikuti beliau, kemudian bertemulah di suatu tempat (bernama) Hirrah, seraya lelaki itu berkata: "Sesungguhnya aku ingin ikut dan terluka (dalam perang) bersamamu." Rasulullah SAW bertanya: "Berimankah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya?" Laki-laki itu menjawab: "Tidak." Kemudian Nabi SAW bersabda: "Pulanglah kamu, sekali-kali aku tidak akan minta tolong kepada orang musyrik." (HR Ahmad dan Muslim)

Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam setegas itu dalam menghadapi orang musyrik (yang ingin bergabung dan menolong). Namun kini, orang-orang bahkan di antaranya para tokoh yang mengaku diri mereka pengikut Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan ada yang ormasnya saja dinisbatkan kepada nama Nabi namun sangat menyelisihi Nabinya. Padahal menyelisihi Nabi itu menjadi tanda dari kehancuran Ummat.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ دَعُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ إِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِسُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ فَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَاجْتَنِبُوهُ وَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِأَمْرٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ

Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: "Biarkanlah apa yang aku tinggalkan untuk kalian, hanyasanya orang-orang sebelum kalian binasa karena mereka gemar bertanya dan menyelisihi nabi mereka, jika aku melarang kalian dari sesuatu maka jauhilah, dan apabila aku perintahkan kalian dengan sesuatu maka kerjakanlah semampu kalian." (HR Al-Bukhari dan Muslim)

Perayaan antar agama atau lintas agama apalagi disertai dengan doa bersama antar agama itu jelas merusak agama (Islam). Agama adalah keyakinan dan ibadah. Sedang doa adalah ibadah, yang dalam Islam sama sekali tidak boleh dilakukan secara bersama antar agama. Itu jelas merusak agama.

Toleransi agama justru sangat dijunjung oleh Islam, tetapi caranya sama sekali bukan seperti itu. Ummat Islam wajib waspada dan tidak pantas mempercayai lagi siapapun yang mengaku Muslim namun terlibat dalam acara itu. Bahkan mereka yang terlibat itu perlu disikapi sebagaimana menyikapi Non Islam. Karena Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ. (أبو داود)

Man tasyabbaha biqoumin fahuwa minhum. (Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk golongan mereka). HR Abu Daud, dan At-Thabrani dalam Al-Awsath, dari Hudzaifah, berderajat hasan.

Maka Ummat Islam wajib waspada!

Jakarta, Selasa 27 Shafar 1432H / 1 Februari 2011
Hartono Ahmad Jaiz, penulis buku Pangkal Kekeliruan Golongan Sesat