Perampok Tambora Teroris? Sebuah Upaya Dramatisasi & Stigmatisasi

Oleh: Harits Abu Ulya

Pemerhati Kontra-terorisme & Direktur CIIA

Ditengah sorotan tajam terhadap eksistensi Densus 88 dan kasus korupsi Simulator SIM di Korlantas Mabes Polri, munculah suguhan sebuah berita perampokan di siang bolong. Tepatnya di toko emas Terus Jaya milik Siang Khu Lie di jalan Tubagus Angke, Tambora, Jakarta Barat pada minggu (10/3-2013).Sebelum perampokan, sempat juga muncul kasus ledakan bom low eksplosive di kawasan Cipete Jakarta Selatan (11/3) tengah malam diruas jalan depan rumah Kapolda Kalteng.Mengakibatkan 3 orang luka saat melintas di tempat kejadian. Namun kasus ini tidak seheboh perampokan, kenapa demikian? Karena paska perampokan kemudian berlanjut usaha penggrebekan komplotan perampok. Titik menariknya karena disaat pengrebekan selain telah menewaskan 3 orang tersangka tapi juga ditemukan barang bukti yang “mengangetkan”. Dari para tersangka yang tewas teridentifikasi;

1.Makmur alias Bram (34) asal Padang tewas di teluk Gong Jakarta Utara,yang di duga terlibat perampokan CIMB Medan (2010). Dan juga terkait dengan bom Beji-Depok.

2. Arman (40) asal Padang tewas di Mustikajaya Bekasi

3.Kodrat alias Polo tewas di Pondok Aren Tanggerang Selatan, yang di duga sebagai amir (komandan) kelompok ini.

Dan 4 orang lainnya ditangkap dalam kondisi hidup;

1.Hendra Hermalan (44) asal Jakarta di tangkap di Mustika Jaya Bekasi

2.Siswanto(38) asal Tegal

3. Togog alias Anto (33) asal Jakarta di tangkap di wilayah Kapuk Muara Jakarta Utara

4.Kiting di tangkap di wilayah Pekayon, Bekasi Selatan,Kota Bekasi

 

Dan ada satu orang yang ditangkap tapi tidak di ekspos adalah Edi Novian, pemilik dari gudang tempat pengrebekan yang berada di Mustika Jaya Bekasi. Jadi total yang di tangkap hidup dan mati adalah 8 orang, dan versi Polri masih ada satu lagi DPO dengan inisial “F”.

Bukti “mengangetkan” yang dimaksud adalah ditemukan barang bukti; 5 pucuk senjata rakitan jenis UZI, 34 peluru kaliber .9 mm, dua sepeda motor, dan ditemukan 14 bom pipa, emas barang bukti 1 kg. Ini berdasarkan versi keterangan Kapolda  Metro Jaya Putut Eko Bayuseno.

Kemudian berdasarkan identifikasi awal terhadap pelaku dan BB (barang bukti) terutama Bom dan Senpi, meluncurlah dengan cepat justifikasi pelaku perampokan adalah teroris. Dan satu orang dijadikan link justifikasi, yaitu Makmur (tewas) karena dia diduga terkait dengan perompokan CIMB Medan Sumut (2010) dan kasus Bom Beji-Depok (2012).Dimana perampokan CIMB saat itu oleh Mabes Polri dan BNPT di labeli aksi terorisme, upaya penggalangan dana alias fa’I untuk modal aksi-aksi terorisme berikutnya.Dan perampokan Tambora kali ini juga sama statusnya seperti CIMB Medan, dikatakan pihak Polri sebagai fa’I untuk kepentingan aksi terorisme.Jadi meminjam penjelasan kadivhumas Mabes Polri irjen Suhardi Alius;”Sudah di pastikan bahwa ini memang aksi terorisme.Tujuan mereka merampok adalah mencari dana operasi”,(lihat Jawa Pos,17/3/2013).

Bahkan lebih jauh kemudian dikaitkan dengan jaringan  Abu Umar, dan 14 bom itu disiapkan untuk  meledakkan sejumplah kantor Polri dan TNI berdasarkan pengakuan dari 4 tersangka yang hidup. (lihat harian kompas,17/3/2013).

Segendang seirama, selain Kabakreskrim Mabes Polri Sutarman mengeluarkan pernyataan siang hari di TKP penggrebekan bahwa ini kelompok teroris. Juga  Ansyaad Mbai (BNPT) lebih “heboh” lagi, ia berujar; “Iya itu terkait jaringan teroris lain. Satu orang dari yang ditangkap itu buronan perampokan CIMB Medan tahun lalu,”. Lebih lanjut ia menyatakan;”Mereka terkait juga dengan kelompok Solo, Beji, Poso, Makassar. Mereka memang bagian jaringan besar,”kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Ansyaad Mbai, (detik.com, 16/3/2013).

 

Link Justifikasi dan Keterkaitan

Menurut saya (penulis) perlu kita cermati kasus ini, karena cukup “menarik” bagaimana bisa kasus kriminal perampokan yang konsekuensi hukum diberlakukan KUHAP kemudian berubah menjadi tindak pidana Terorisme yang konsekuensinya akan diberlakukan UUNo 15 Tahun 2003. Dan dua point penting yang menjadi “link” justifikasi terorisme, yaitu seorang bernama “Makmur” yang di tuduh terlibat perampokan bank CIMB Medan dan bom Beji-Depok. Berikutnya ditemukannya bom rakitan dan senpi.

 

Perlu kiranya kita menoleh sedikit kebelakang 3 kasus yang dikait-kaitkan;

Pertama; perampokan bank CIMB di Medan-Sumut pada 18 Agustus 2010. Sekitar  jam 11.30 wib Bank CIMB Niaga yang berada di jalan Aksara- Medan di satroni perampok yang berjumlah kurang lebih 12 orang. Membobol Bank  hingga Rp 400 juta dengan membawa senjata  AK47, M16 (hasil rampasan dari  Brigadir Imanuel Simanjuntak yang tewas),dan pistol FN. Bahan identifikasi pelaku dari CCTV dan foto hasil  jepretan seorang  warga keturunan.

Yang menarik, dalam berbagai kesempatan, Kapolda Sumetera Utara saat itu Irjen Pol Oegroseno selalu menegaskan bahwa kelompok yang disergap anakbuahnya adalah kelompok perampok. Dan kepada penulis dalam satu kesempatan diskusi juga ditegaskan bahwa kasus ini adalah kasus perampokan biasa. Para tersangka bukan anggota kelompok teroris.

Kedua; tewasnya 5 orang di Bali karena di duga hendak merampok, dan perampokannya akan dipakai untuk aksi terorisme. Jadi 5 orang tersebut tewas ditembak dengan alasan kasus terorisme. Dan ini muncul Di tengah suhu politik mulai memanas karena rencana kenaikan harga BBM, publik dibuat terkejut dengan tewasnya 5 orang ditangan Densus 88 pada hari minggu (18/3/2012) di dua tempat yang berbeda di Jl Gunung Sapotan Denpasar dan di Jl Danau Poso Sanur Denpasar. Tindakan Densus 88 mendapatkan pembenaran dari bos BNPT (Ansyaad Mbai) usai melakukan rapat bersama Komisi III di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (19/3/2012).”Kami tidak salah tembak dan kelima orang tersebut benar-benar teroris,” tegas Ansyaad.(RMOL 19/3/2012)

Dan 5 pelaku jaringan teroris versi BNPT itu adalah HN (32) asal Bandung DPO perampokan CIMB Medan, AG (30) warga Jimbaran. Keduanya disergap di kawasan Gunung Soputan. 3 Orang lainnya yakni UH alias Kapten, Dd (27) asal Bandung, dan M alias Abu Hanif (30) asal Makasar mereka disergap di kawasan Jalan Danau Poso.Yang menarik, saat itu Kabid Humas Polda Bali Kombes Hariadi mengatakan, kelima orang yang tewas ditembak datang ke Bali bukanlah teroris. Melainkan murni perampokan. Di sela olah tempat kejadian perkara, menurutnya mereka bakal beraksi di kawasan Kuta dan Uluwatu.(lihat Liputan6.com, 19/3/2012)

Ketiga; terjadi ledakan bom di Tambora Jakarta Barat 6 September 2012 kemudian disusul kejadian berikutnya ledakan bom 8 September 2012 di Beji-Depok. Dari sana munculah nama M Thorik, sebagai lakon kunci untuk mengungkap kasus ledakan tersebut yang dihari-hari berikutnya di labeli dengan jaringan teroris poros Solo-Tambora-Depok dan dikaitkan dengan Abu Umar.Banyak orang ditangkap oleh Densus 88 terkait kasus Tambora dan Beji-Depok.Dan di TKP banyak di temukan bahan meracik bom serta beberapa senpi dan amunisi.

 

Menelisik Jejak “Link” kunci

Pertanyaan kuncinya; benarkah Makmur terkait kasus CIMB Medan dan Beji-Depok? Mengingat nama Makmur sebelumnya tidak pernah muncul pada kasus-kasus tersebut. Tapi saat ini menjadi link kunci untuk dijadikan dasar justifikasi perampokan Tambora adalah aksi terorisme.Lebih-lebih dengan adanya bom, sebagai salah satu diantara parameter “resmi” bagi Densus 88 untuk menilai sebuah kelompok atau individu itu teroris atau tidak (ambivalen dengan kasus kelompok OPM). Kita bisa menelisik dari 3 kasus masa lalu, adakah nama Makmur sebagai DPO disana? Rincian data penulis (hasil investigasi ke Medan tahun 2010) masih bisa terbaca dengan baik.

Untuk kasus CIMB Medan, pihak Polri (khususnya Densus 88) telah menangkap hidup dan mati lebih dari 30 orang yang dianggap terkait, berikut rinciannya:

 

1. Jumirin alias Sobirin alias Abu Azam (31) dari Sei Nangka Asahan Sumatra utara.

2. Khairul Ghazali alias Abu Yasin (lahir 1963). Dari 2004-2010 dia tinggal di Tanjung Balai Sumut.

3. Anton Sujarwo alias Supriyadi (30) Tanjung Karang, Lampung.

4.Kasman Hadiyono (48) Hamparan Perak Sumut.

5. Agus Sunyoto alias Gaplek (25) Karanganyar Solo, Jawa Tengah.

6. Bagas alias Deri (30) dari Lamongan Jawa Timur.

7. Nibras alias Arab alias Amir (22) dari Pasuruan Jawa Timur.

8. Suraji alias Agus Iwan (18) dari Sawangan Magelang.

9.Fero Riski Andrian alias Eki (22) dari Bengkalis Riau.

10.Dicky Ilyan Alidin (25), dari Langkat Sumut .

11. Jaja Miharja Fadilah alias Syafrizal dari kelompok Klaten.

12. Marwan alias waknong (21) dari Hamparan Perak Deli Serdang Sumut.

13. Suryo Saputro alias Umar alias Siam (21) dari Serdang, Bedagai Sumut.

14. Beben Khairul Rizal alias Abah dari Tanjung Karang Lampung.

15.Hendri Susanto ditangkap di Lampung.

16. Heri Kuswanto alias Ari bin Suratman(25) ditangkap di Lampung.

17. Abdul Haris Munandar alias Aris ditangkap di lampung.

18. Muhammad Khair (chair) alias butong dari Belawan Medan.

19. Robin Simanjuntak ditangkap di Dolok Masihul, Serdang Bedagai Sumut.

20. Abdul Gani Siregar ditangkap di Dolok Masihul, Serdang Sedagai Sumatra utara

21. Yuki Wantoro alias Rozak dari pasar kliwon Solo.

22. Dani alias Ajo ditangkap di Tanjung Balai Sumatra utara.

23. Ridwan alias Iwan dari Hampran Perak Deli Serdang Sumatra utara.

24. Taufik Hidayat ditangkap di Dolok Masihul, Serdang Bedagai Sumut.

25. Aalex Cecep Gunawan ditangkap di Sarang Pulah.

26. Azwar Edi alias Agam ditangkap  di Sarang Pulah.

27. Fauzi alias Ozi (oji) Syahputra ditangkap di Sarang Pulah.

28. Rahmat di Dolok Masihul.

29. Zulkarnain Purba di Dolok Masihul.

30. M. yusuf dari Belawan Medan.

31. Abah Pendek di Dolok Masihul

32. Wahono alias Bawar ditangkap di Lampung.

33.Syaiful Siregar alias Imam dari Belawan Medan.

34. Taufik Harianto alias Abu Zaidah bin Dawar dari Medan.

34. Fadli Sadama dari Medan di tangkap di Malasyia

35. Tony Togar, di ambil dari tahanan Pematang Siantar yang dituduh sebagai otak perampokan CIMB dari balik penjara.

36. Abu Tholut, yang diawal perampokan di tuduh sebagai dalangnya dan dilapangan Taufiq Hidayat sebagai komandannya.

 

Kemudian entah dari mana jalannya, pihak Polri masih juga mendambah daftar DPO perampokan CIMB medan dengan kasus “niat” perampokan oleh 5 orang di Bali. Sebab, pada saat peristiwa terjadi diketahui ada 12 perampok bank CIMB Niaga. Saat itu, lima orang menguras brankas, sementara tujuh lainnya berjaga di luar (data foto lengkap 75 frame lebih dari berbagai sudut/angel, yang mengabadikan dari awal hingga akhir perampokan penulis masih arsipkan dengan baik). Belakangan, kasus ini dikaitkan juga dengan kasus “terorisme” di Aceh. Pelaku kemudian dijumlahkan dan total menjadi 21 orang.

Pada 27 September 2010, polisi merilis 9 tersangka penyerbu Polsek Hamparan Perak ditangkap 3 orang tewas, dan 13 orang ditangkap dan disidangkan. Lima lainnya dilepaskan karena tidak terbukti. Padahal dalam pengejaran kawanan itu di kawasan Serdang Bedagai, 8 orang ditembak mati petugas, 3 orang tertangkap hidup-hidup dan satu masih terus diburu.  Jika digabungkan maka paling tidak yang sudah tertangkap dan terbunuh sudah pas. Dan satu orang yang masih buron saat itu adalah Wawan alias Iwan Cina, karena perawakannya yang kurus dan mata sipit seperti halnya keturunan ras Cina.

 

Namun faktanya, orang yang ditangkap melebihi “quota”, dan daftar 36 orang diatas bertambah lagi dengan kelompok 5 (kasus kedua) yang di duga hendak merampok di Bali.Berikut nama inisial mereka;

 

37.HN (32) asal Bandung.

38. AG (30) tinggal Jimbaran

39.UH alias Kapten (31) asal Jepara,

40. D (27) asal Bandung,

41. M alias Aabu Hanif (30) asal Makassar.Semua lima orang ini meninggal di eksekusi Densus 88.

 

Lima orang yang terkapar tewas itu karena dampak kerancuan logika paralel dari BNPT. Karena salah satu diantara mereka di stempel DPO “teroris CIMB”, maka mereka juga di cap teroris, di tambah lagi dengan cerita empat orang sisanya masih terkait dengan jaringan Solo-Tauhid wal Jihad-.

 

Dan dari kasus ketiga “Beji-Depok”, Densus 88 juga sudah menangkap sejumlah orang yang dianggap terkait dan termasuk yang DPO kemudian ia menyerahkan diri. Berikut nama-nama orang yang di tangkap hidup dan mati;

 

42. Muhammad Thoriq dari Tambora Barat

43. Arif Hidayat (31) ditangkap di Rt 03 Rw 08 Warung Jambu Susukan Bojong Gede Bogor (10 Sept 2012).

44.Firman ditangkap di perumahan Anyelir 2 Kalimulya Depok (5/9/2012).

45.Ferdi ditangkap di Jalan Raya Raden Saleh Studio Alam Depok Jabar.

46.Zulkifli Lubis di tangkap di Kalibaru Sukmajaya Depok (7 Mei 2012)

47. Anwar, ditangkap di Beji-Depok, yang di duga orang susupan pihak aparat seperti pengakuan BNPT (Ansyaad Mbai yang keceplosan mengakui salah satu anggotanya-intel yang disusupkan- jadi korban ledakan di Beji Depok)

48. Yusuf Rizaldi (41) serahkan diri di Polres Langkat Sumut (12 sept 2012), yang sebelumnya ia DPO dan diduga pimpinan kelompok Beji-Depok ini.

49. Amirudin (27), adik dari jody alias Agus Abdillah (17/9/2012).

50. Jody alias Agus Abdillah ditangkap di Jalan Parigi Lama, Bintaro sektor IX. (17/9/2012)

51. Abay alias Saidil Akbar (30). Jody dan Abay Keduanya diduga terkait dengan kelompok M Thorik yang memiliki bahan peledak di Tambora termasuk terlibat dalam bom Depok.

52. Selain itu juga ditangkap Wendi alias Hasan di Palu.

53. Badri Hartono  yang berlatih membuat bom di Poso.

54.Fajar Noviyanto

55. Dan Rudi Kurnia  Putra dengan Fajar ditangkap di depan Solo Square saat turun dari bis dari  perjalanan dari Cilacap.

56.Kamidi yang ditangkap di rumahnya Jalan Griyan RT 07 RW 10 Kelurahan  Pajang.

57. Barkah Nawa Saputra yang ditangkap di rumahnya di Jalan  Kentingan RT 02 RW 11 Kecamatan Jebres.

58.Triyatno ditangkap di Pasar Harjodaksino, Surakarta

59.Lalu Anggri  Pamungkas,

60. Joko Tri Priyanto alias Joko Jihad ditangkap di  Solo.
61. Dua korban ledakan di Beji-Depok lainnya bernama Mulyadi Tofik Hidayat dan,

62. Febri Bagus Kuncoro mengalami luka ringan.

63. Sofyan (30) di Depok, Senin, 8 Oktober 2012. Penangkapan itu berlangsung di Jalan Pulau Mangga, Gang Duku, RT 04 RW 03, Limo, Depok sekitar pukul 18.00 WIB.

 

Maka dari jumlah 63 orang (bahkan lebih, karena penulis masih belum memasukkan semua, yang termasuk salah tangkap dan salah tembak berakibat kematian), adakah nama DPO “MAKMUR” atau nama alias dari Makmur?

 

Sarat Keganjilan

Dari data dan fakta di lapangan ada beberapa keganjilan, antara lain sebagai berikut:

Pertama; jika berangkat dari TKP, maka faktanya adalah tindak kriminal murni perampokan. Dan prosedur penangkapan juga harusnya merujuk kepada KUHAP.Namun dilapangan setelah pengrebekan kemudian di klaim perampokan tersebut sebagai tindak pidana terorisme. Kemudian berlaku seperti modus biasanya yang dilakukan Densus 88; penahanan 7×24 jam atas terduga yang ditangkap hidup-hidup, dan di bawa di tempat yang dirahasiakan tanpa bisa di akses oleh pihak keluarga atau pengacara keluarga.

Kedua; lagi-lagi karena alasan melawan dan bahaya versi keterangan aparat Polri, kemudian dari tersangka perampokan 3 terkapar tewas ditembak ditempat.Dan tentu benar tidaknya perlawanan tidak bisa di konfirmasi karena korban sudah tewas. Sementara cerita “melawan” dari sumber tunggal Polri. Dan biasanya, tidak akan pernah direkonstruksi ulang benarkah terjadi perlawanan.

Ketiga; Kemudian berdasarkan keterangan pihak aparat bahwa kelompok perampok ini adalah teroris, justifikasi ini hanya berdasarkan cerita (asumsi) karena salah satu diantara mereka terkait tindak pidana terorisme CIMB Medan dan bom Beji-Depok. Yang dimaksud adalah Makmur, sementara Makmur sendiri sudah tewas tidak mungkin bisa lagi dimintai keterangan atas justifikasi tersebut via peradilan yang fair.Ini modus klasik, seseorang di tembak mati kemudian di “adili” dengan tuduhan dan label teroris.Dan dari orang yang tewas ini kemudian di rangkai cerita.

Keempat; benarkah Makmur DPO terorisme baik kasus CIMB Medan ataupun Beji-Depok? Faktanya Makmur menjadi DPO adalah setelah ia tewas ditangan aparat. Dan dari daftar diatas, tidak pernah ada Makmur.Maka sangat jelas sekali, teori pengkaitan atau kalimat “TERKAIT” dan “TERDUGA” terorisme telah memakan korban banyak orang. Ada yang ditangkap hidup, dan ada juga yang ditembak ditempat serta kemudian tidak pernah ada pengadilan untuk membuktikan kebenaran kalimat “TERKAIT TERORISME”. Padahal untuk mengungkap keterkaitan jaringan dalam aksi terorisme diperlukan fakta hukum dan data yang akurat. Tidak bisa asal mengaitkan antara jaringan satu dengan lainnya.Dan yang perlu di waspadai adalah masih ada DPO yang berinisial “F”, bisa jadi F akan dijadikan untuk estafet cerita “terorisme” di kasus yang berbeda dan di waktu serta tempat yang berbeda pula.

Kelima; terkait barang bukti, dengan tewasnya orang-orang kunci yang dijadikan pijakan tuduhan terorisme maka tidak mungkin bisa lagi dibuktikan kebenaran bahwa 14 bom itu adalah rakitan mereka atau milik mereka. Bukan hal yang mustahil, barang bukti itu rekayasa. Bahkan bisa dengan cara yang culas dan jahat, Densus88 memaksa 4 orang yang masih hidup untuk mengakui serta mengarang cerita mengikuti alur yang sudah disiapkan oleh Densus 88. Tengoklah kasus Khoirul Gozali yang di siksa Densus 88 untuk membantu memastikan cerita Densus 88 tentang perampokan Bank CIMB medan itu adalah fa’I dan terkait ustad ABB.

Keenam; terasa begitu aneh, Kabakreskrim Mabes Polri Sutarman cs sejak awal sudah mengklaim kasus ini adalah terorisme. Sebelumnya ia begitu ngotot untuk menepis semua serangan yang diarahkan kepada Densus 88 dari berbagai element masyarakat. Bahkan Sutarman menyatakan jika Densus 88 dibubarkan akan banyak bom di Indonesia.Seolah gayung bersambut, tidak berapa lama perampokan terjadi kemudian ditemukan bom dan ditambah “Makmur” menurut cerita aparat adalah DPO CIMB medan dan bom Beji-Depok sepertinya klop sudah untuk melabeli terorisme dari kasus perampoan Tambora ini.Dan fakta dilapangan sejak awal Densus 88 juga telah dilibatkan untuk pengrebekan.Kenapa ketika perampokan terjadi dihari berikutnya tidak diumumkan bahwa ini adalah aksi terorisme?? Tapi ini semua tuduhan setelah para tersangka kunci tewas ditangan aparat.

Ketujuh; cerita ini menjadi lebih drasmastis dengan kelengkapan ngibulnya Ansyaad Mbai (BNPT) bahwa pelaku terkait jaringan besar di Indonesia. Bahkan terkesan lebay, menuduh orang-orang yang sudah didalam tahanan sebagai biang kerok munculnya aksi terorisme karena sebab tulisan-tulisan mereka.Disamping itu muncul cerita 14 bom itu rencananya akan di sasarkan ke markas TNI dan Polri. Penulis merasa heran, kok begitu bodohnya orang-orang yang dituduh teroris ini. Kenapa harus merampok  dulu, bukankah bom sudah ada 14? Senjata api ada 5 biji dengan peluru yang cukup bisa untuk dihamburkan membuat teror.Kalau mereka terkait kasus Beji-Depok atau Tambora (M Thoriq), kenapa mereka tidak belajar untuk bisa melakukan serangan teror yang lebih efektif dan tidak perlu nunggu waktu di sikat Densu 88. Dan psikologi orang-orang yang betul-betul masuk jaringan “teroris” dan di jadikan DPO teroris oleh Densus 88, biasanya mati adalah pilihan terbaik. Jadi ini “teroris setengah hati”, antara fakta dan stigma lebih dominan “teroris stigma”.Hebatnya lagi, komunikasi antar mereka manual tapi  mereka dengan cepat bisa di gulung.

 

Maka dari sini terlihat, stigma TERORISME sangat dipaksakan hanya untuk melanggengkan proyek kontra-terorisme di Indonesia. Masyarakat dipaksa dari sumber sepihak untuk mengaminkan OPINI dan PROPAGANDA bahwa ini adalah aksi terorisme. Aparat kepolisian telah melakukan ‘PENGADILAN SEPIHAK” diluar ruang pengadilan.Demikian pula, aparat kepolisian telah meng “KRIMINALISASI” sebuah terminology dalam Syariat Islam yaitu “FA’I”.

Tidak salah kalau kemudian banyak masyarakat yang melek politik berasumsi; dramatisasi dan stigmatisasi kasus perampokan Tambora dengan label terorisme tidak lebih tidak kurang dalam rangka membela dan melegitimasi eksistensi Densu 88. Dan efek berikutnya bisa memalingkan opini tentang skandal Simulator SIM oleh Korlantas Mabes Polri. Dan yang terakhir, ini tahun jelang pergantian Kapolri, wajar kalau kemudian ada kepentingan-kepentingan opuntunir  yang menunggangi kasus kriminal perampokan ini. Wallahu a”lam bisshowab. [CIIA/18/3/2013]