Kaum Loyalis Kepada Syetan

 

pemimpinTahukah Anda bahwa di antara umat manusia terdapat orang-orang yang menjadikan syetan sebagai pemimpinnya? Mereka menyerahkan loyalitas kepada syetan sedemikian rupa sehingga lambat laun syetan berhasil berkuasa atas orang-orang itu. Akhirnya orang-orang yang menyerahkan loyalitasnya kepada para syetan menjadi bagian dari hizbusy-syaithan (pasukan syetan atau partai syetan). Na’udzubillahi min dzaalika..!

Di antara ciri-ciri mereka yang berpemimpin syetan ialah orang-orang yang ketika membaca Kitabullah Al-Qur’anul Karim tidak mengawali dengan memohon perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk (membaca ta’aawudz). Itulah yang membedakan mereka dengan orang-orang beriman. Orang-orang beriman senantiasa mengawali bacaan Al-Qur’an dengan memohon perlindungan Allah untuk dirinya dari godaan syetan yang tekutuk.

فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ

إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

”Apabila kamu membaca Al Qur’an, hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syetan yang terkutuk. Sesungguhnya syetan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (syetan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS An-Nahl ayat 98-100)

Mengapa mereka merasa tidak perlu memohon perlindungan Alah dari syetan terkutuk ketika mengawali bacaan Al-Qur’an? Di antara sebabnya karena mereka sendiri tidak percaya bahwa Al-Qur’an sungguh-sungguh merupakan Kitabullah, Kitab Suci yang datang dan bersumber dari Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Mereka perlakukan Al-Qur’an sebagai sebuah buku biasa karya manusia biasa, bahkan seperti yang diutarakan oleh salah seorang pegiat Jaringan Islam Liberal, Al-Qur’an merupakan sebuah buku sejarah kebudayaan bangsa Arab karya manusia Arab untuk kepentingan kultural budaya Arab semata. Al-Qur’an sebagai sebuah teks, menurut Nasr Hamid Abu Zayd, pada dasarnya adalah produk budaya. (Tekstualitas Al-Qur’an, 2000).

Oleh karenanya para aktifis JIL menganggap sah-sah saja bila Al-Qur’an ditafsirkan dengan metode Hermeneutika, yaitu sebuah metode interpretasi liberal terhadap Al-Qur’an sebagaimana diterapkan oleh kaum Nasrani dalam menginterpretasi Kitabullah Injil alias Bibel.

Selain itu, kaum loyalis kepada syetan ialah mereka yang mempersekutukan Allah. Sebab mereka sangat berbeda dengan kaum beriman yang benar-benar beriman kepada Rabbnya yaitu Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan bertawakkal kepadaNya. Pengertian bertawakkal kepada Allah ialah kaum beriman sangat mengandalkan apa-apa yang merupakan petunjuk dan arahan dari Allah.

Sedemikian rupa ke-tawakkal-an kaum beriman kepada Allah sehingga mereka tidak rela bila harus menjalani hidup, baik secara personal maupun sosial, di dalam naungan aturan dan hukum selain hukum Allah.

Sementara kaum loyalis kepada syetan sangat rela bahkan yakin bahwa kehidupan pribadi maupun bermasyarakat dan bernegara berdasarkan aturan dan hukum bikinan manusia alias bukan hukum Allah, merupakan jalan hidup yang sah-sah saja. Berarti mereka tidak benar-benar mau ber-tawakkal kepada Allah.

Mereka enggan untuk mengandalkan arahan dan petunjuk ilahi dalam menempuh kehidupan pribadi, bermasyarakat dan bernegara. Mereka lebih yakin dan mengandalkan diri mereka sendiri dalam menata kehidupan pribadi dan sosialnya.

Padahal Nabi Muhammad shollallahu ’alaih wa sallam mengajarkan doa agar kita tidak mengandalkan diri sendiri dalam hidup, namun harus mengandalkan Allah semata. Bertawakkal kepada Allah. Sebab bertawakkal kepada selain Allah merupakan salah satu bentuk mempersekutukan Allah dengan sesuatu selain Dia. Sikap itu merupakan sikap seorang musyrik..!

ياَ حَيُّ ، يَا قَيُّومُ ، بِرَحْمَتِكَ أَسْتَغِيثُ ، أَصْلِحْ لِي شَأْنِي كُلِّهِ ،

وَلَا تَكِلْنِي إِلَى نَفْسِي طَرْفَةَ عَيْنٍ ، وَلَا إِلَى أَحَدٍ مِنَ النَّاسِ

“Wahai Allah Yang Maha Hidup, wahai Allah Yang Senantiasa Mengurusi, tidak ada tuhan selain Engkau, dengan rahmatMu aku memohon pertolongan, perbaikilah keadaan diriku seluruhnya dan jangan Engkau serahkan nasibku kepada diriku sendiri (walau) sekejap mata, tidak pula kepada seorang manusiapun.” (HR Thabrani 445)

Dewasa ini kita hidup dalam sebuah zaman dimana kebanyakan orang menganggap bahwa bertawakkal kepada Allah hanya dalam urusan ketika sudah menghadapi masalah dalam hidup. Itupun ke-tawakkal-an dalam bentuk memohon kepada Allah pertolongan saat diri telah tenggelam dalam kesulitan hidup seperti jatuh miskin atau sakit berat atau kehilangan sesuatu stau seseorang yang sangat dicintainya. Sedangkan sewaktu dia berjaya dia tidak pernah peduli untuk hidup dengan mengikuti petunjuk ilahi dan mematuhi aturan serta hukum Allah.

Ia bangga dan sangat percaya diri hidup berdasarkan hawa nafsu pribadinya dan mematuhi aturan dan hukum selain yang datang dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Mereka enggan untuk menjadikan ajaran Allah, Al-Islam, sebagai jalan hidup. Mereka lebih bangga dan percaya diri untuk menata kehidupan berdasarkan berbagai ideologi buatan manusia seperi demokrasi, nasionalisme, humanisme, liberalisme, materialisme dan sekularisme. Padahal sikap demikian menunjukkan absennya ke-tawakkal-an kepada Allah.

Dan barangsiapa yang tidak tawakkal kepada Allah berarti sama saja dengan mempersekutukan Allah dengan sesuatu selainNya alias memproklamirkan diri sebagai bagian dari kaum musyrikin. Dan menjadi bagian dari kaum musyrikin sama saja dengan menjadi loyalis kepada syetan, fihak yang semestinya seorang beriman bermusuhan dengannya dan tidak berkompromi sedkitpun dengannya.

إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا

إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ

”Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh (mu), karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (QS Faathir ayat 6)

اسْتَحْوَذَ عَلَيْهِمُ الشَّيْطَانُ فَأَنْسَاهُمْ ذِكْرَ اللَّهِ أُولَئِكَ

حِزْبُ الشَّيْطَانِ أَلا إِنَّ حِزْبَ الشَّيْطَانِ هُمُ الْخَاسِرُونَ

”Syaitan telah menguasai mereka lalu menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah hizbusy-syaithan (pasukan/golongan/partai syetan). Ketahuilah, bahwa sesungguhnya hizbusy-syaithan itulah golongan yang merugi.” (QS Al-Mujaadilah ayat)