Tersebarnya Pornografi Adalah Tanda Kecil Kiamat

و الذي نفس محمد بيده لا تقوم الساعة حتى يظهر الفحش و التفحش و سوء الجوار و قطيعة الأرحام و حتى يخون الأمين و يؤتمن الخائنsex

 

“Demi Allah,tidak akan terjadi kiamat sehingga tersebarnya kecabulandantindakantidak senonoh, lingkungantetangga yang buruk, putusnya tali silaturrahim, orang amanah dikhianati dan pengkhianat dipercaya.” (Al-Mustadrak ‘alash-Shahihain)

Suatu peringatan yang dikeluarkan lebih dari 14 abad yang lalu dari lisan seorang yang mulia pilihan Allah SWT.

Lebih dari empatbelas abad yang lalu kejahiliyahan juga memiliki budaya kecabulan. Lebih dari empatbelas abad yang lalu lingkungan yang buruk juga pernah ada. Demikian pula lebih dari empatbelas abad yang lalu, putusnya tali silaturahim dan pengkhianatan atas amanah sudah pernah berlaku di atas bumi ini.

Keburukan-keburukan tersebut bukan barang baru bagi komunitas manusia sejak zaman dahulu. Namun mengapa perilaku-perilaku buruk tersebut dinyatakan sebagai tanda-tanda Kiamat? Apa yang membedakan antara dulu dan sekarang?

Manusia dan Perubahan Teknokultural

Di awal abad ke 20 listrik digunakan pertama kali dan kemudian penggunaannya yang semakin luas telah memulai sesuatu. Sebelumnya di Eropa sudah meledak Revolusi Industri dan semenjak itulah pabrik-pabrik mulai melakukan produksi massal atas segala sesuatu yang mungkin pada masa itu.

Kemudian di abad ke 20 juga ditemukanlah teknologi komputasi yang menandai kelahiran komputer-komputer pertama. Jika dahulu mesin uap sanggup memulai era industri (baca : produksi massal) benda-benda secara fisik, maka teknologi komputasi memungkinkan replikasi perhitungan dan informasi secara cepat dan efisien. Ketika dunia Internet berkembang setelah penemuan serat optik, maka makin lama dunia ini semakin terasa semakin sempit, bersamaan dengan berkembangnya teknologi seluler sekitar 20 tahun terahir.

Mesin-mesin produksi barang secara massal (yang dipelopori oleh mesin uap), listrik, telepon, komputer, Internet, dan seluler. Semua merupakan bagian dari dunia kita sekarang ini. Dewasa ini manusia modern diperkotaan tak dapat membayangkan hidup tanpa hal-hal tersebut meski hanya satu jam saja!

Perubahan teknokultural ini jelas-jelas telah mempengaruhi perilaku manusia khususnya dalam berinteraksi satu sama lain.

Bersama dengan penemuan-penemuan lain, hal-hal tersebut di atas telah merubah wajah dunia ini 180 derajat! Semua hal-hal tersebut telah menyebabkan perubahan hubungan antar manusia dalam ruang dan waktu.

Fenomena di bangku-bangku tempat umum, di mana dua orang duduk bersebelahan tidak saling menyapa atau bertegur sapa, sementara keduanya sibuk memegang telepon seluler mereka masing-masing dan melakukan kontak komunikasi dengan orang-orang di belahan dunia lain. Ya, dewasa ini, yang secara fisik berdekatan, tak selalu berarti mampu berinteraksi secara sosial, sementara ia mampu berkomunikasi dengan orang lain yang jauhnya ribuan kilometer, ini merupakan fenomena khas zaman ini.

Perbedaan yang Jelas Antara Dahulu dan Sekarang: Tersebarnya Fahisyah

Jika kita melihat kembali ke hadits di atas, kita dapati kata يظهر yang diterjemahkan dengan “tersebarnya” atau “munculnya” atau “menampaknya” kecabulan dan tindakan tidak senonoh. Kita sama faham bahwa yang dimaksud dengan kedua hal tersebut dewasa ini adalah pornografi dan pornoaksi.

Zaman dahulu, ketika Nabi Akhir Zaman Saw mengucapkan hadits di atas, fahisya (الفحش) memang sudah ada di masyarakat. Zaman itupun disebut sebagai zaman Jahiliyah, zaman kebodohan dan kerusakan moral. Namun jika dibandingkan dengan apa yang dapat kita saksikan dewasa ini, maka apa yang terjadi di masa lalu tidaklah seberapa.

Zaman dahulu segala kerusakan yang terjadi bersifat lokal. Seseorang harus berjalan berbulan-bulan mengarungi padang pasir dengan onta. Perjalanan yang sama sekarang ditempuh cukup dalam waktu beberapa jam saja dengan pesawat terbang. Komunikasi jarak jauh hanya dapat dilakukan dengan burung pembawa surat.

Selain itu, teknologi menciptakan gambar baru sebatas lukisan tangan. Suatu seni yang tidak semua orang dapat melakukannya. Penemuan teknologi fotografi membuat perubahan besar dalam bidang penggambaran sesuatu kepada orang lain.

Bagaimana dengan Sekarang?

Berkat penemuan-penemuan yang telah disebutkan di atas, hanya dalam beberapa detik satu gambar porno yang difoto sendiri oleh seseorang sudah dapat ditonton oleh banyak manusia di seluruh dunia. Adanya kemudahan memotret, meng-unduh ke internet dan Youtube atau Facebook, membuat pemberitaan tentang sesuatu hampir dapat disiarkan secara real-time (siaran langsung segera, maksudnya jarak antara peristiwa tersebut terjadi dengan turunnya berita ke media massa menjadi sangat pendek). Bukan hanya itu, sifat multiplying ability-nya juga sangat signifikan. Jika seseorang mengunduh video ke Youtube maka video tersebut dapat diakses oleh ribuan bahkan jutaan orang, tergantung seberapa populernya dan seberapa menariknya video tersebut. Bahkan siapapun dapat menyimpan sendiri file-file tersebut di komputernya dan menggandakannya lagi jika ia mau.

Inilah mungkin yang dimaksudkan dengan istilah يظهر , yaitu “tersebar” dengan sangat mudah dan segera, juga “tampak” atau dapat dilihat oleh banyak orang, meskipun sebenarnya perbuatan tersebut dilakukan diruang tertutup, dilakukan tanpa saksi fisik, bahkan di tempat yang jauh dari orang-orang yan kemudian menyaksikannya. Namun karena adanya kamera dan segala perangkat internet maka apa yang dilakukan sembunyi-sembunyi menjadi “tampak” oleh banyak orang. Repotnya, sekali anda mengunduh apapun ke internet, baik itu Facebook atau yang sejenisnya, Youtube atau yang sejenisnya atau blog/web/multiply dan yang sejenisnya, maka sekali anda ”melepasnya”, maka anda tak akan dapat ”menangkapnya” kembali. Artinya anda tak akan dapat meralatnya, apalagi menariknya kembali ketika sudah tersebar di dunia maya.

Demikian juga dengan segala foto dan video gombal maupun jorok yang betapapun pemiliknya benar-benar menyesal telah mengunduhnya, atau karena orang lain yang mengunduhnya sekalipun, maka sudahlah, tak akan dapat ditangkap kembali.

Penyebaran konten-konten seperti ini di dunia maya sangatlah cepat.

Maka inilah yang dimaksudkan oleh hadits tersebut! Peredaran konten pornografi dan pornoaksi tak dapat dicegah kecepatan dan keluasannya. Jelas-jelas “tersebar” dan “ tampak”.

Sebab tersebarnya Fahisya: Kemajuan Teknologi, Kemerosotan Moral dan Diabaikannya Hukum Allah

Selain kemajuan teknologi yang telah merubah pola komunikasi dan budaya dunia, duniapun dewasa ini telah menjadi peradaban tanpa bimbingan. Mayoritas penduduk dunia dewasa ini sudah tidak mengikuti pentunjuk Rabb Pemilik Semesta Alam. Budaya kafir dan mengabaikan hukum Allah adalah budaya yang berlaku saat ini. Bahkan tidak sedikit manusia yang sudah tidak peduli lagi dengan adanya Allah SWT.

Perubahan besar ini belum pernah terjadi sejak ribuan tahun peradaban manusia di atas punggung bumi. Sebelum abad ke 19 belum pernah manusia tidak mengakui adanya Dzat Yang Maha Kuasa. Memang setiap peradaban memberi nama yang berbeda-beda dan bahkan banyak peradaban primitif mengartikan Dzat Yang Maha Kuasa (The Divine Being) dengan gambaran yang salah dan menyimpang, misalnya diartikan bahwa Yang Paling Berkuasa adalah Dewa Alam, atau Dewa Krishna, Sang Hyang atau Zeus. Namun setiap peradaban tersebut tak pernah meninggalkan atau menghapuskan sosok “Yang Maha” ini.

Ini perbedan mendasar. Sebab dewasa ini, dengan semakin berkembangnya faham Materialisme, manusia telah menyingkirkan istilah “Yang Maha” ini dari kosa katanya. Dalam faham materialisme murni, diluar matter/materi maka tak ada apapun.

Meskipun bibit-bibit faham ini sudah dimulai ber-abad-abad sebelumnya, namun baru abad ke 19-lah para pengikut setan berhasil memberanikan dirinya menentang Allah secara terang-terangan dan selain mengumumkan secara terbuka juga dalam kebijakan-kebijakan sosial. Bahkan ada yang dengan konyolnya mengatakan bahwa tuhan sudah mati. Pengingkaran terhadap adanya Yang Ghaib dan hanya mau peduli atas apa-apa yang dapat di-inderakan, baru terjadi di abad-abad ini. Orang mendengar tentang sosok Nietzche, seseorang yang mengatakan: Tuhan sudah mati, salah satu pelopor Filsafat Eksistensialisme. Filsafat tersebut berkembang hanya beberapa waktu setelah meledaknya Revolusi Industri di Eropa. Revolusi mana yang telah merendahkan keberadaan manusia dalam proses produksi karena digantikan oleh mesin-mesin belaka. Filsafat ini lahir sebagai reaksi balik atas pe-nafi-an kemanusiaan manusia dalam proses produksi.

Ya begitulah, satu atau serangkaian penemuan teknologi baru oleh manusia kemudiannya memunculkan sikap-sikap baru bahkan pemikiran-pemikiran baru, kemudiannya lagi akan muncul reaksi balik yang menyanggah atau membenarkan atas pemikiran-pemikiran baru tersebut, dan nanti akan muncul lagi yang lain. Demikian seterusnya yang pada hakekatnya, karena sikap dan pemikiran-pemikiran tersebut tidak berdasarkan Petunjuk Yang Benar maka manusiapun menjadi semakin tersesat.

Dalam Al-Qur’an Surah Yunus ayat 36, “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.”

Keseluruhan perubahan pemikiran manusia tersebut pada dasarnya karena semakin dicintainya dunia dan segala perhiasannya, semakin dilupakannya Kampung Akhirat Tempat Kembali yang Abadi dan semakin di nafi-kannya keterlibatan Allah bahkan keberadaan Allah dari peradaban manusia. Di-nafikan berarti di tolak atau di abaikan namun hanya dalam pikiran manusia belaka. Padahal Allah SWT tak pernah tidak terlibat dalam perkara-perkara di jagad ini, baik perkara nyata maupun ghaib, perkara super mikro sampai mega makro, sejak masalah virus terkecil atau inti atom hingga masalah gugus bintang di seantero jagad. Ya, penolakan manusia atas Allah SWT sama sekali tidak mengurangi Kekuasaan Allah Azza Wa Jalla sedikit-pun.

Meskipun tidak berpengaruh atas Kekuasaan Allah sama sekali, namun jelas merubah wajah dunia.

Situasi sekarang dapat dikatakan bahwa manusia telah menciptakan berhala baru bernama “materi“/ ”dunia” dengan perangkat pendukungnya. Sifat peribadatannya pun berubah dari ritual penyembahan menjadi ritual-ritual penghiburan dan berlebih-lebihan dalam menikmati dunia.

Dalam Al Qur’an Surah Al Jaatsiyah ayat 23-24,

Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?”

“Dan mereka berkata: “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa”, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”

Sebagai akibat yang jelas dengan sudah ditinggalkannya Petunjuk Allah SWT maka hawa nafsu menjadi panglima, dan kemudian kita melihat bahwa masyarakat dunia bersikap mendua alias hipokrit alias memberlakukan standar ganda bagi penyebaran pornografi dan pornoaksi. Di satu pihak ada sejumlah orang yang sadar akan bahayanya terutama bagi anak-anak dan sebagian lagi manusia ada yang diam-diam maupun terang-terangan mendukung industrinya dan penyebarannya dengan alasan keuntungan materi.

Mengapa jika memang keduanya adalah buruk namun sebagai komoditi ternyata laku keras? Ya, karena diam-diam masyarakat luas yang dipermukaan tidak menyetujui penyebaran pornografi dan pornoaksi namun di balik layar mereka sendiri menikmati fahisya tersebut. Jika sesuatu mendatangkan keuntungan, maka sudah barang tentu masyarakat bertuhan-kan materi ini akan tetap mempertahankannya.

Jelaslah bahwa ada perbedaan mendasar antara situasi zaman Nabi Muhammad SAW lebih dari empatbelas abad yang lalu dengan zaman kita sekarang dalam hal penampilan, penggambaran dan penyebaran fahisya dalam pornografi dan pornoaksi. Maka menjadi jelas pulalah kedudukan persoalan ini ketika disebutkan sebagai salah satu tanda-kecil-Kiamat. Wallahu’alam.