Tipologi Manusia

Tiga Tema Penting

Sebelum kita menruskan perjalanan wisata kita menuju Periode Kematian Kedua, ada tiga tema penting terkait dengan Fase Setelah Lahir atau fase kehidupan di dunia yang perlu kita bahas.

1. Tipologi Manusia. 2. Evaluasi Fase Setelah Lahir, dan 3. Hidayah (Petunjuk) dan Dholalah (Kesesatan)

1. Tipologi Manusia

Mari kita kunjungi dan saksikan fenomena dan realitas kehidupan manusia ketika melewati Fase Setelah Lahir ke dunia. Kendati telah terbukti bahwa Allahlah yang menciptakan manusia 100 %, mutlak didasari kehendak-Nya, dengan sistem penciptaan yang ditetapkan-Nya, melalui proses dan tahapan yang ditentukan-Nya. Namun, ketika melewati fase kehidupan di dunia, khususnya setelah dewasa, pada kenyataannya, manusia ada yang mengakui keberadaan Tuhan Pencipta dan ada pula yang mengingkari-Nya. Dalam pengakuan tersebut ada yang mengakui-Nya secara mutlak dan bulat seperti yang dilakukan oleh orang-orang beriman dan ada pula yang setengah-setengah seperti yang dilakukan oleh orang-orang munafik. Dalam penolakan terhadap Tuhan Pencipta juga ada yang menolak-Nya secara mutlak seperti yang dilakukan oleh kaum atheist dan ada pula menolaknnya setengah-setengah seperti yang dilakukan oleh kaum materialis dan sekular.

Penerimaan dan penolakan tersebut akan melatarbelakangi tingkah laku, kebiasaan dan kultur yang terbentuk dalam kehidupan manusia. Jika penerimaan terhadap Tuhan Pencipta didasari ilmu, secara utuh dan total, maka prilaku, kebiasaan dan kultur yang lahir dari kehidupan manusia akan mencerminkan kehendak dan sistem-Nya secara utuh dan total pula. Begitu juga sebaliknya dengan sikap penolakan terhadap Tuhan Pencipta. Dengan kata lain, prilaku, kebiasaan dan kultur yang terbangun dalam kehidupan seseorang sangat erat kaitannya dengan sikap yang ia bangun terhadap Tuhan Pencipta, khususnya setelah melewati masa remaja dan dewasa.

Timbul pertanyaan: Kenapa bisa terjadi dua sikap yang bertolak belakang terkait dengan pengakuan terhadap Tuhan Pencipta dalam kenyataan kehidupan manusia di dunia ini? Bukankah Allah Maha Kuasa menggiring manusia semuanya menjadi beriman, ta’at dan patuh pada-Nya sebagaimana Dia berkuasa menciptakan mereka dari tidak ada? Kondisi tersebut ternyata juga tidak keluar dari sistem Allah yang diterapkan-Nya untuk manusia ketika mereka melewati Fase Kehidupan Dunia, sebagaimana yang Allah jelaskan dalam beberapa ayat berikut ini :

1. Allah menciptakan manusia dengan fasilitas fisik amat sempurna. لَقَدْ خَلَقْنَا الإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (4) Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya (amat sempurna) 94) (Q.S. Attin (5): 4)

2. Allah juga telah membekali manusia dengan empat alat super jenius dan canggih, yakni pendengaran, penglihatan, pikiran dan hati, seperti yang Allah firmankan : قُلْ هُوَ الَّذِي أَنْشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأَبْصَارَ وَالأَفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ (23) Katakanlah: "Dia-lah Yang menciptakan kamu dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati". (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur. (23) (Q.S. Al-Mulk (67) : 23)

3. Kesempurnaan fisik dan kecanggihan empat alat tersebut ternyata belum cukup bagi manusia untuk menentukan jalan kebenaran dan kebaikan bagi diri mereka sendiri agar sampai kepada suatu sikap penerimaan terhadap Tuhan Pencipta secara mutlak dan totalitas. Sebab itu, dengan kemurahan dan kasih sayang pada hamba-Nya, Allah menurunkan Kitab Petunjuk Hidup (Al-Qur’an) yang hak (benar) dan sesuai dengan fitrah mereka sendiri, agar dapat memilih jalan yang lurus dan terang dalam menjalankan kehidupan di dunia ini. Allah menjelaskan dalam firman-Nya : الر كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (1) Alif, laam raa. (Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu supaya kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Pencipta Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji. (1) (Q.S. Ibrahim (14) : 1)

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ……… (185) Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)……. (185) (Q.S. Al-Baqoruh (2) : 185)

4. Untuk dapat mencerna, memahami dan menerima kebenaran Kitab Petunjuk (Al-Qur’an) tersebut, Allah selalu memberikan kepada manusia kemampuan melihat tanda-tanda Kekuasaan dan Kebesaran-Nya dalam jagad raya dan dalam diri mereka sendiri, agar jelas bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. سَنُرِيهِمْ آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ (53) Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk (jagad raya) dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu? (53) (Q.S. Fush-shilat (41) : 53)

5. Setelah manusia diciptakan dengan fisik yang amat sempurna, dibekali dengan empat alat super canggih, diturunkan untuk mereka Kitab Petunjuk Hidup (Al-Qur’an) serta diperlihatkan selalu tanda-tanda Kekuasaan dan Kebesaran-Nya dalam jagad raya dan diri manusia itu sendiri, dengan semua nikmat maha besar dan lengkap itu, Allah membiarkan mereka untuk memilih jalan mana yang akan mereka tempuh dalam kehidupan dunia ini; jalan Tauhid atau jalan kemusyrikan, jalan syukur atau jalan kufur, jalan ta’at atau jalan maksiyat (durhaka), jalan lurus atau jalan bengkok, jalan baik atau jalan buruk, jalan hak atau jalan bathil, jalan cahaya atau jalan gelap gulita, jalan ma’ruf atau jalan mungkar, jalan kejujuran atau jalan kebohongan, jalan lapang atau jalan sempit, jalan Iblis dan setan atau jalan para Nabi dan Rasul, jalan kebahagiaan atau jalan kesengsaraan, jalan kesuksesan atau jalan kegagalan, jalan orang shaleh atau jalan preman, jalan hati nurani atau jalan syahwat, jalan kemuliaan atau jalan kehinaan, jalan ketinggian atau jalan murahan, jalan ketulusan atau jalan kemunafikan, jalan kesungguhan atau jalan kemalasan, jalan penuh karya dan keratifitas atau jalan pengangguran dan kejumudan, jalan keilmuan atau jalan kebodohan, jalan kepastian atau keragu-raguan, jalan ketenangan atau jalan kegelisahan, jalan keadilan atau jalan kezaliman, jalan amal shaleh atau jalan kejahatan, jalan tradisi Nabi atau jalan tradisi nenek moyang, dan jalan ke Syurga atau jalan ke Neraka?

Silahkan mereka yang memilihnya dengan sukarela dan tidak boleh ada paksaan dalam pemilihan jalan hidup itu, karena mereka akan menanggung sendiri resiko pilihan itu, seperti yang Allah firmankan : وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لآمَنَ مَنْ فِي الأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (99) Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (99) (Q.S. Yunus (10) : 99)

6. Untuk membuktikan Maha Adilnya Allah Tuhan Pencipta, Dia memberikan reward (imbalan) berdasarkan pilihan manusia itu sendiri. Jika baik, Dia akan balas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Namun, jika buruk, Dia juga akan membalasnya dengan keburukan yang setimpal. Mari kita renungkan firman Allah berikut ini: وَقُلِ الْحَقُّ مِنْ رَبِّكُمْ فَمَنْ شَاءَ فَلْيُؤْمِنْ وَمَنْ شَاءَ فَلْيَكْفُرْ إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا (29) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ إِنَّا لا نُضِيعُ أَجْرَ مَنْ أَحْسَنَ عَمَلا (30) أُولَئِكَ لَهُمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الأَنْهَارُ يُحَلَّوْنَ فِيهَا مِنْ أَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَيَلْبَسُونَ ثِيَابًا خُضْرًا مِنْ سُنْدُسٍ وَإِسْتَبْرَقٍ مُتَّكِئِينَ فِيهَا عَلَى الأَرَائِكِ نِعْمَ الثَّوَابُ وَحَسُنَتْ مُرْتَفَقًا (31) Dan katakanlah: "Kebenaran (Al-Qur’an) itu datangnya dari Tuhan Penciptamu; maka Barang siapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu Neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. (29) Sesungguhnya mereka yang beriman dan beramal shaleh, tentulah Kami tidak akan menyia-nyiakan pahala orang-orang yang mengerjakan amalan (nya) dengan baik.(30) Mereka itulah (orang-orang yang) bagi mereka Syurga ‘Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya; dalam Syurga itu mereka dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar di atas dipan-dipan yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya, dan tempat-istirahat yang indah. (31) (Q.S. Al-kahfi (18) : 29 – 31)

Sesungguhnya haq (kebenaran) dan kebaikan itu banyak warnanya, sebagaimana bathil dan keburukan juga berwarna warni. Namun esensi masing-masing hanya satu, yakni Iman dan Kufur. Seringkali kita sulit memilah dan memisahkan antara keduanya, karena bisa saja sebagian warna hak dan kebaikan itu berada dalam diri seseorang yang hidupnya dilandasi kebathilan dan keburukan. Sebaliknya juga demikian, warna-warni kebathilan dan keburukan bisa saja menghinggapi kepribadian seseorang yang melandasi aktivitas kehidupannya dengan nilai-nilai kebenaran dan kebaikan, seperti beberapa contoh kasus yang telah disebutkan pada pembahasan metode SEI Empowermen dalam Bagian I dari buku ini.

Biasanya, kondisi seperti itu terjadi bila proses SEI Empowerment tidak berjalan dengan baik, seimbang dan maksimal. Namun demikian, semua haq (kebenaran) berinduk dan bermuara dari keimanan (keyakinan) pada Tuhan Pencipta. Sedangkan semua bentuk kebathilan itu berinduk dan bermuara pada kufur (penolakan) pada Tuhan Pencipta. Sebab itu, dalam membahas tipologi manusia yang sedang melewati FASE SETELAH LAHIR atau fase kehidupan di dunia, khususnya setelah dewasa, kami hanya membagi kepada dua tipe saja, yakni manusia beriman dan manusia kafir (tidak beriman). Pembagian tersebut dilandasi firman Allah berikut ini :

هُوَ الَّذِي خَلَقَكُمْ فَمِنْكُمْ كَافِرٌ وَمِنْكُمْ مُؤْمِنٌ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (2)

Dia-lah yang menciptakan kamu, maka di antara kamu ada yang Kafir (tidak beriman) dan di antaramu ada yang Mu’min (beriman). Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (Q.S At-Taghobun (64) : 2)

Agar perbedaan karakter masnuai beriman dan yang kafir kepada Tuhan Pencipta tampak jelas, berikut kami jelaskan ringaksan Tipologi manusia dalam Tabel A berikut ini :