Adakah Jarak antara Agama dan Ilmu Pengetahuan? (1)

Hingga kini, para ilmuwan tidak bisa menebak asal mula kehidupan atau bagaimana kehidupan itu dimulai di muka bumi. Sebagaimana mereka tak mengerti mengapa dan bagaimana manusia memiliki keunikan dengan kemampuannya untuk mengetahui dan berpikir yang merupakan sarana untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Kita mengenal perbedaan antara kematian dan kehidupan, manusia dan binatang, yang tuli dan yang mendengar, buta dan melihat, bijaksana dan bodoh. Tetapi kita tidak mampu memahami lebih jauh perbedaan-perbedaan tersebut, atau kita tidak mampu mengubah orang mati menjadi hidup, binatang menjadi manusia yang berpikir, yang tuli menjadi mendengar, buta yang buta melihat, dan yang lemah akal menjadi bijaksana.

Di antara ujian terbesar terkait keyakinan terhadap Allah adalah saat kita menghadiri kematian seorang sahabat yang kita sayangi. Kita sama sekali tidak berdaya untuk mengembalikan hidupnya. Saat itu kita melihat Allah, merasakan kekuasaan-Nya dan mengenali keperkasaan dan hikmah-Nya. Dalam situasi seperti inilah kita memahami firman Allah berikut,

‘Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah, ‘Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.’’ (al-Isra’: 85)

Menurut ayat ini, kita dikaruniai pengetahuan terbatas yang memungkinkan kita mengenali Pencipta yang mengaruniai nikmat hidup. Pengetahuan yang terbatas tersebut memungkinkan kita untuk melihat Allah dan memahami keberadaan-Nya. Kemampuan-kemampuan tersebut membimbing kita kepada fakta yang logis, dimana harus ada satu Pencipta yang menciptakan alam semesta yang luar biasa seperti ini, dan memeliharanya dengan cara-cara yang sedemikian hebat.

Di dalam Islam, agama atau keyakinan tentang Allah harus dicapai dengan logika yang diberikan kepada manusia, sebagaimana firman Allah,

‘Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.’ (ar-Rum: 30)

Pesan serupa terdapat dalam ayat,

‘Berkata rasul-rasul mereka: ‘Apakah ada keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi?’ (Ibrahim: 10)

Sebagian orang mengklaim bahwa ilmu pengetahuan berpijak pada serangkaian eksperimen, sementara agama bukanlah ilmu pengetahuan karena ia berpijak pada keyakinan. Sesungguhnya itu adalah statemen yang tak benar karena tidak seorang pun sudah menguji atau melihat konstruksi dari atom-atom, Artikel alam semesta, magnet atau muatan listrik, komponen-komponen dari gelombang elektromagnetik, konsep-konsep fisika kuantum, dan lain-lain. Semua model tidak lebih dari sekedar asumsi-asumsi logis. Semua ilmu fisika kuantum atau mekanika tidak bergantung pada argumentasi-argumentasi yang teruji, melainkan berpijak pada postulat-postulat logis.

Sebagaimana tiga hukum dari empat hukum Thermodinamik dan Zeroth, dimana hukum kedua dan ketiganya merupakan argumentasi-argumentasi yang tidak teruji. Inti dari termodinamik bergantung pada hukum yang kedua, suatu hukum yang bergantung pada aksioma-aksioma logis atau penalaran logis dan membentuk dasar utama ilmu pengetahuan tersebut. Termodinamik merupakan salah satu ilmu pengetahuan rancang-bangun dasar untuk mengkarakterisasi energi dan mekanisme-mekanisme konversi energi. Salah satu hasil dari hukum yang kedua adalah apa yang disebut ‘Entropi’. Sifat seperti itu ditemukan melalui penalaran logis dan tidak bisa secara langsung diukur atau dirasakan.

Bagaimanapun, ia adalah kunci untuk setiap analisis energi. Tidak seorang pun boleh mengklaim bahwa entropi bukan suatu konsep yang ilmiah.

Dengan alasan yang sama, kita dapat melihat dasar agama. Keyakinan tentang Allah adalah suatu fakta yang dapat ditemukan dengan pemikiran logis. Keyakinan atau fakta tersebut mengarahkan kepada penjelasan-penjelasan logis bagi mereka yang sudah menemukan alam semesta yang tertib, menemukan evolusi-terkontrol, dan penemuan-penemuan lain. Banyak gejala atau mukjizat-mukjizat yang ditemukan di alam semesta itu tidak menemukan penjelasan yang masuk akal tanpa menyertakan keyakinan yang pasti tentang Allah.

Akhirnya, keimanan terhadap Allah adalah satu-satunya fakta yang menawarkan jawaban logis atas pertanyaan-pertanyaan logis yang diungkapkan al-Al-Qur’an berikut ini:

‘Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu atau merekakah yang berkuasa?’ (at-Thur: 35-37)

Di dalam ayat-ayat ini, Allah memandu kita kepada Hikmah-Nya dengan penalaran logis yang memberi jawaban tentang alam semesta secara ilmiah. Di dalam Islam, Ilmu pengetahuan dan agama itu serasi. Di dalam al-Qur’an Allah meminta kita untuk meneliti hikmah-Nya pada alam semesta. Allah berfirman kepada kita bahwa Kitab Nya al-Qur’an diturunkan dengan hikmah dan ilmu pengetahuan,

‘Dan sesungguhnya kamu benar-benar diberi al-Qur’an dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.’ (an-Naml:6)