Sejarah Perang Antar Shahabat Nabi, Bagamana Kita Memandangnya?

Assalamualaikum,

Ustadz yang terhormat, saya ingin bertanya, jika sejarah tentang perang yang telah terjadi mulai dari Perang Unta, Perang Jamal, hingga perang Siffin itu adalah buatan orang-orang kafir, maka apakah semua cerita tentang hal itu salah adanya atau tidak pernah terjadi? Jika persepsi yang ada sekarang adalah semua peperangan yang terjadi antar sahabat tersebut tidak pernah terjadi ataupun hanya karangan orang-orang kafir, maka apakah bisa di anggap bahwa perang Unta, Jamal, Siffin itu hanyalah isapan jempol belaka? Dan apakah tidak aneh, jika ternyata dalam perang Siffin tersebut yang berperang adalah Ali bin Abi Thalib ra., sepupu sekaligus menantu Rasulullah melawan Muawiyah, sebagai gubernur Persia saat itu? Dan ternyata anak dari Abu Sufyan dan Hindun, yang dikenal dengan nama Muawiyah, adalah salah satu yang dimaafkan Rasulullah, yang pernah dihalalkan darahnya oleh Rasulullah? Dan bukankah Muawiyah itu bukan termasuk dalam Muhajirin ataupun Anshar?

Mohon penjelasan Ustadz mengenai hal ini, dikarenakan sangat kurangnya ilmu dan pemahaman saya terhadap hal ini.

Terima kasih.

Wassalamualaikum,

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Adanya realita sejarah perang Jamal (perang unta) dan perang Shiffin, tidak bisa dipungkiri. Namun yang tidak benar adalah analisanya yang 100% versi musuh Islam. Sayangnya, sejarah yang kita baca, bahkan yang diajarkan di mata kuliah peradaban Islam di berbagai Universitas Islam di negeri ini, justru versi musuh-musuh Islam itu.

Akibatnya, sejarah Islam yang gemilang itu tampil dengan wajah menyeramkan, beraroma anyir darah, sadis dan menjijikkan. Terutama wajah para shahabat nabi SAW, yang muncul tidak ubahnya seperti srigala liar kehausan darah. Padahal Al-Quran telah menyebut mereka para shahabat sebagai orang-orang yang diredhai.

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. (QS At-Taubah: 100).

Analisa sejarah yang kita punya tidak pernah lepas dari apa yang ditulis oleh musuh Islam. Dan kesimpulan versi mereka, bahwa rusak dan pecahnya umat Islam ini berasal dari generasi shahabat. Karena ini sangat berbahaya sekali. Kalau kita pakai logikanya,seandainya generasi yang paling baik dari umat ini sudah dianggap menyeleweng, bagaimana dengan generasi berikutnya?

Padahal generasi para shahabat itu adalah generasi yang langsung dibina oleh tangan Rasulullah SAW, dengan keringat, airmata dan darah beliau. Bahkan Rasulullah SAW telah ridha atas mereka dan mereka ikut bersama dakwah Rasulullah bukan sebulan atau dua bulan, tapi banyak dari mereka yang sejak masa awal turunnya wahyu dibina langsung oleh manusia paling mulia di dunia ini.

Yang kita baca sebenarnya bukan sejarah, melainkan opini orang kafir. Dan opini itu ibarat khanjar (belati) bermata dua. Di satu sisi seolah menawarkan studi kritik sejarah yang seolah ilmiyah dan histioris, namun di belakangnya ada mata khanjar yang tajam itu siap menghujam aqidah dan fikrah umat Islam.

Sayangnya, `studi historis’ seperti inilah yang justru dilakukan oleh sebagian kalangan yang akrab dengan dunia kampus, sebagiannya bahkan menyandang gelar akademis yang lumayan, sebagian bahkan menyebut diri sebagai ‘mujaddid’. Sayangnya lagi, di balik analisa itu ada sebuah cacian yang mereka bungkus dengan ungkapan ‘kritik historis’atau ‘kritik ilimyah’.

Misalnya kasus tahkim (arbitrase), kasus ini paling sering diangkat untuk menjatuhkan dan mencaci maki sebagian shahabat serta untuk mendiskreditkan mereka. Sayangnya, hampir semua kritik sejarah ini mengacu hanya sampai analisa para mustasyriqin (orientalis) yang penuh dengan bumbu zhanussau`(prasangka buruk).

Sedangkan sumber sejarah Islam yang paling asli dan merupakan sebuah report yang paling valid dan dipercaya, hampir-hampir tidak pernah disentuh. Jadi analisa itu tidak lebih hanya nukilan dari nukilannya nukilan nukilan. Mereka yang mengangkat diri sebagai kritikus sejarah itu, justru sama sekali belum pernah membaca literatur asli dari peristiwa di masa shahabat itu. Bahkan menyentuhnya pun belum pernah.

Jadi bagaimana mau jadi kritikus kalau yang keluar hanya hanya kata orang lain saja?

Faktor Kerancuan Sejarah
Dalam penulisan sejarah, ada dua pihak yang sangat berperan untuk mewarnai dan menggambar lembaran buku sejarah.

Pertama, adalah sejarawannya itu sendiri atau disebut dengan muarrikh. Kedua adalah nara sumber yang memberi masukan kepada penulis sejarah atau yang sering disebut ihkbari. Keduanya ini menjadi unsur penting dalam penulisan sejarah, apabila salah satu atau malah keduanya error atau mengalami distorsi, maka tampilan sejarah yang akan muncul bisa menjadi sedemikian buruknya.

Dari sisi muarrikh, kita mengenal ada beberapa tipe. Ada yang jujur dan proporsional dan ada yang sejak awal memang telah berpihak.

Sejarawan yang Niatnya Tidak Benar
Misalnya Al-Ya`qubi, Al-Mas`udi dan lainnya. Mereka ini memang berusaha memberi warna tertentu untuk menjatuhkan citra seorang shahabat dan meninggikan yang lainnya. Berita yang diterimanya dari informan (ikhbari) diterimanya bulat dan langsung ditelan masuk perut.

Sejarawan yang Jujur dan Selektif
Tetapi ada juga yang jujur dan menyeleksi kabar yang diterimanya, terutama bila dianggap bertentangan dengan Quran dan Sunah. Di antaranya adalah Abu Bakar Ibnul Arabi yang menulis kitab fenomenal Al-`Awashim minal Qawashim dan juga Ibnu Katsir yang menulis Al-Bidayah wan-Nihayah.

Sejarawan Tipe Kolektor
Selain itu ada juga yang memang menuliskan begitu saja apa yang mereka dapat tentang sejarah, sebagai bahan mentah untuk dikaji ulang. Bukan untuk konsumsi masyarkat luas tapi untuk para ahli yang meneliti ulang dengan berpedoman pada metodologi ilmiyah yang akurat.

Di antara mereka yang termasuk dalam kategori ini antara lain adalah At-Thabari dengan kitabnya yang sangat populer yaitu Tarikhur Rusul wal Muluk.

Dari sisi para pemberi informasi (ikhbari) juga ada tipe-tipe yang membedakan satu sama lain di antara mereka. Ada yang tsiqah (terpercaya) dan ada juga yang tidak tsiqah (tidak terpercaya). Yang tidak tsiqah ini terkadang sampai berani berbohong dan memalsu sejarah seenak kepentingan dirinya sendiri. Kira-kira kasusnya hampir mirip dengan pemalsuan hadits demi kepentingan kelompok.

Hanya saja, bila di dalam dunia hadits telah lahir gerakan kritik hadits yang dahsyat, sehingga bisa dengan mudah memilah hadits yang benar dan yang palsu, tetapi dalam dunia tarikh (sejarah) Islam, hal itu belum lagi terbangun dengan mantap.

Latar belakangnya ada banyak, di antaranya adalah:

  1. Pada masa awal dahulu kebutuhan atas periwayatan sejarah belum terlalu dominan. Umat Islam masih dihadapkan kepada hal yang lebih utama yaitu menyelesaikan masalah pemalsuan hadits.
  2. Selain itu memang pada masa lalu para orientalis belum segencar sekarang dalam menyerang ajaram Islam, sehingga pemikiran yang menyimpang dari sejarah Islam masih dibilang tidak ada.
  3. Dan tambahan lagi, bahwa umat Islam di masa lalu masih kuat pemahamannya atas sejarah mereka sendiri, sehingga hampir-hampir tidak ada persoalan dengan masalah penyelewengan sejarah.

Sedangkan pada hari ini, orientalis telah mengarahkan moncong senjatanya ke dalam sejarah Islam dan mengacak-acak isinya sehingga menjadi sebuah cerita kriminal dan peperangan. Dan sayangnya, umat Islam selama ini masih belum selesai membuat sistem penyaringan dan seleksi sejarah Islam sebagaimana dalam dunia hadits.

Sehingga bila kurang ahli dalam masalah sejrah, bisa saja seseorang terjebak untuk ikut-ikutan menjadi kepanjangan bibir para orientalis dalam mencoreng sejarah Islam, bahkan tidak sedikit yang terjebak ikut-ikutan mendikreditkan para shahabat yang mulia. Na’uzhu billahi tsumma na’uzdu billah.

Nampaknya justru hal itulah yang terjadi sekarang. Di banyak pusat pengajaran dan pendidkan Islam terutama perguruan tinggi Islam, justru paling sering terjadi penghujatan atas diri para shahabat dan tuduhan zhalim ke dalam sejarah Islam. Rupanya cakar dan kuku para orientalis kali ini benar-benar menghujam sehingga banyak yang termakan dengan tipu daya mereka dan ditipu mentah-mentah.

Sungguh hal yang sangat tragis, karena dengan mencaci maki para shahabat itu merekamerasa sudah menjadi ilmuwan, pakar dan kritikus. Padahal para orientalis bertepuk tangan, bahkan menabuh genderang, sehingga para ilmuwan muslim yang harus menari di bawah irama gendang mereka. Sungguh tragis memang.

Bekal dan Pegangan

Sekedar untuk bekal dan pegangan agar kita tidak terjebak dalam penipuan bergaya murahan ini, maka ada beberapa hal yang perlu diketahui untuk mematahkan serangan orientalis ini.

a. Adanya tokoh provokator dalam sejarah

Di antaranya adalah tokoh Abdullah bin Saba`, seorang Yahudi dari Yaman yang berpura-pura masuk Islam. Peran orang ini sangat besar dalam memberi provokasi umat Islam yang tinggal di wilayah-wilayah yang jauh dari Madinah, di mana mereka masih baru saja masuk Islam dan belum lagi paham benar dengan ajaran Islam. Tokoh yang satu ini telah melakukan perjalanan panjang dari satu tempat ke tempat lainnya hanya untuk memprovokasi umat Islam.

Sayangnya oleh para gembong orientalis, tokoh macam ini diusahakan agar dihapus dari catatan sejarah, agar seolah yang bikin onar itu memang para shahabat sendiri. Padahal bukti keberadaannya tidak bisa dipungkiri dalam sejarah.

Tangan kotor Ibn Saba` ini jelas kelihatan nyata tatkala dia berhasil memprovokasi penduduk Mesir untuk membunuh Khalifah Utsman bin Affan ra. Namun ketika rombongan pembunuh Utsman dari Mesir bertemu langsung dengan Khalifah Utsman ra. dan mendapatkan penjelasan, mereka pun sadar bahwa mereka telah ditipu mentah-mentah oleh Ibnu Saba`.

Tapi Ibnu Saba` tidak kehabisan akal, dia membuat surat palsu seolah-olah Utsman ra. memerintahkan kepada gubernur Mesir untuk membunuh rombongan ini. Akhirnya untuk kedua kalinya mereka tertipu dan mengepung rumah Khalifah Utsman.

b. Jaringan Kerja Yang rapi

Dalam kerjanya, Ibnu Saba` yang mantan Yahudi ini ternyata tidak sendirian, dia berhasil mengkader SDM yang tangguh dari kalangan mawali (bekas budak) untuk menjalankan manhaj dan harakahnya.

Para mawali ini pun dulunya masuk Islam hanya sekedar menyelamatkan diri sebagai tawanan perang. Kerja mereka menghembuskan provokasi dan berita miring seputar diri khalifah Utsman radan mencari-cari kelemahannya. Misalnya isu nepotisme, korupsi dan bermegah-megahan yang ditujukan kepada kepribadian beliau dan keluarganya. Termasuk isu pergantian gubernur yang tadinya dipegang oleh shahabat senior menjadi para orang muda.

Namun semua tuduhan kosong itu berhasil ditepis oleh Khalifah Utsman ra, juga oleh para shahabat lainnya yang tahu betul apa yang terjadi. Sehingga para penuduh pun tahu persis dan sadar bahwa berita yang mereka terima itu tidak lain hanyalah provokasi rendahan.

Sehingga hanya mereka yang benar-benar bodoh dan tinggal di wilayah pinggiran serta jauh dari informasi saja yang mudah termakan dengan isapan jempol seperti itu.

c. Objek Provokasi

Ibnu Saba` beserta prajurit mawali-nya benar-benar pandai mencari mangsa untuk objek provokasinya. Mereka tidak mungkin berhasil kalau menyebarkan provokasi di pusat-pusat peradaban dan pemerintahan. Karena umat Islam ini umumnya melek berita dan paham betul tentang keshalehan khalifah yang mereka cintai itu.

Sebaliknya, objek provokasi ditujukan kepada orang-orang marginal, miskin, lemah, papa, dan hidup susah. Dahulu mereka adalah orang gurun pasir dengan temperamen kasar, nekad, tidak kenal basa-basi dan berpikir pragmatis (pikiran pendek). Sehingga tindakan mereka anarkis dan sama sekali tidak berdasarkan logika atau kajian yang matang.

Dengan mudah mereka main hunus pedang untuk urusan yang tidak jelas ujung pangkalnya.

Saran

Sekedar saran, kami anjurkan anda memperbanyak membaca buku yang menelanjangi orientalisme, khususnya yang berbicara masalah pembelaan terhadap umat Islam.

Salah satu buku yang anda bisa baca adalah karya Prof. Dr. Muhammad Amhazun yang judulnya Tahqiq Mawaqifus Shahabah Fil Fitnah. Alhamdulillah buku ini sudah diterjemahkan oleh Dr. Daud Rasyid MA dengan judul Fitnah Kubro, Tragedi pada masa shahabat, (Klarifikasi sikap serta analisa historis dalam perspektif ahli hadits dan Imam al-Tabari).

Buku setebal 500-an halaman itu insya Allah bisa didapat di banyak tempat, semoga Allah SWT memperlihatkan kepada kita bahwa yang benar itu benar serta memberikan kekuatan kepada kita untuk mengikutinya. Amien.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc.