Apakah Ucapan ini Termasuk Zihar

9sigit1Assalammualaikum..

Pak Ustadz yg terhormat, selama ini istri saya sering menyamakan beberapa sifat ato perilaku saya dengan ayahnya (ayah mertua saya), dia sering mengatakan kamu ini mirip banget sifatnya dengan ayah, dll. Apakah ini sudah termasuk zihar dan jatuh talak, dan apa yang harus saya lakukan, apa harus menikah lagi dengan istri saya tersebut? Terima Kasih

Wassalammualaikum

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Paijo yang dimuliakan Allah swt

Zhihar menurut syariat adalah apabila seorang suami menyamakan isterinya dengan seorang wanita yang haram dinikahi olehnya selama-lamanya, atau menyamakannya dengan bagian-bagian tubuh yang diharamkan untuk dilihatnya, seperti punggung, perut, paha dan lainnya seperti perkataannya kepada isterinya,”kamu bagiku seperti punggung ibuku atau saudara perempuanku” atau dengan menghilangkan kalimat,”bagiku” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IX hal 7124)

Adapun perkataan seorang isteri kepada suaminya,”kamu seperti ayahku” atau “kamu seperti punggung ayahku” maka kebanyakan ulama mengatakan bahwa hal itu tidaklah termasuk zhihar, namun mereka berbeda pendapat tentang apakah wajib atasnya kafarat dan jenis kafaratnya?

Apabila seorang isteri mengatakan kepada suaminya,”anda bagiku seperti punggung ayahku” atau seperti seorang wanita yang mengatakan,”Jika aku menikah dengan seorang laki-laki maka orang itu bagiku seperti punggung ayahku” maka hal itu bukanlah zhihar.

Al Qodhi mengatakan,”hal itu tidak termasuk zhihar.” Ini adalah perkataan kebanyakan ulama, diantaranya Malik, syafi’i, ishaq, abu tsaur. Sementara Az Zuhri dan al Auza’i mengatakan bahwa itu adalah zhihar, hal ini diriwayatkan dari al Hasan dan an Nakh’i, kecuali an nakh’i yang mengatakan,”Jika si isteri mengatakan hal itu setelah pernikahan maka tidaklah masalah. Barangkali mereka berargumentasi karena adanya salah satu dari mereka berdua yang menzhihar yang lainnya. Firman allah swt :
Artinya : “Orang-orang yang menzhihar isteri mereka.” (QS. Al Mujadalah : 3), mereka mengkhususkan zhihar bagi para lelaki karena perkataan itu mengakibatkan pengharaman terhadap isterinya. Suami pun memiliki hak mengangkatnya. Zhihar ini dikhususkan bagi suami seperti halnya talak.

Dan jika hal itu terjadi maka sekelompok ulama meriwayatkan dari Ahmad yang mengatakan wajib atas isterinya itu kafarat zhihar, sebagaimana riwayat al Asram dengan sanadnya dari Ibrahim bahwasanya Aisyah binti Thalhah berkata,”Jika aku menikah dengan Mush’ab bin Zubeir maka ia bagaikan punggung ayahku” kemudian Aisyah bertanya kepada penduduk Madinah dan mereka berpendapat wajib atasnya kafarat.

Riwayat yang kedua menyebutkan bahwa tidak wajib atasnya zhihar, ini adalah pendapat Malik, Syafi’i, Ishaq, Abu Tsaur karena itu adalah perkataan yang munkar dan mengandung dusta sehingga ia bukanlah zhihar dan tidak wajib atasnya kafarat, seperti halnya cacian atau tuduhan.

Riwayat ketiga adalah wajib atasnya kafarat sumpah. Ahmad berkata bahwa Atho’ mempunyai pendapat yang baik dengan menjadikannya seperti kududukan orang yang mengharamkan sesuatu atas dirinya, seperti makanan atau yang sejenisnya.

Ini adalah qiyas dengan pendapat Ahmad dan yang yang sejenisnya karena ia bukanlah zhihar, dan sebatas perkataan munkar dan dusta yang tidak mewajibkan atasnya kafarat zhihar sebagaimana semua perkataan dusta.

Tidak diragukan lagi bahwa yang paling hati-hati adalah membayar kafarat yang paling berat demi keluar dari perbedaan diatas akan tetapi hal ini bukanlah kewajiban karena ia tidaklah ada nashnya.

Sesungguhnya perkataan itu adalah pengharaman sesuatu yang dihalalkan tanpa terjadi zhihar seperti halnya orang yang mengharamkan budak perempuannya atau makananannya, inilah pendapat Atho’.

Dan apabila kita mewajibkan atas wanita itu kafarat maka tidaklah kafarat menjadi wajib atasnya sehingga suaminya menyetubuhinya dan wanita itu adalah orang yang diajak untuk bersetubuh. Apabila suaminya menceraikannya atau salah satu dari keduanya meninggal sebelum suaminya menyetubuhinya atau memaksanya untuk bersetubuh maka tidak ada kafarat atasnya karena hal itu adalah sumpah yang tidak ada kafarat atasnya sebelum dia menyalahi sumpahnya seperti sumpah-sumpah lainnya. (www.islamweb.net)