Wakaf Aplikasi Software

 Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Pak Ustad saya ingin sekali beramal jariah tetapi terhalang dengan ketidak mampuan finansial, kebetulan saya sedikit bisa programming, pertanyaan saya adalah bisakah aplikasi software bisa dijadikan wakaf?

dan bisakah niat wakaf diberikan sebagian pahalanya untuk kedua orang tua.

dan rukun-rukun seperti apakah syarat sahnya berwakaf?

terima kasih,  Wassalam.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Muh Arif yang dimuliakan Allah swt

Wakaf berarti ‘habs’ atau menahan, sedangkan secara syara’ berarti menahan pokok dan mendermakan manfaatnya, pokok di sini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa dimanfaatkan dengan tetap utuh barang tersebut, seperti : rumah, toko, kebun atau yang sejenisnya. Sedangkan yang dimaksud dengan manfaat adalah hasil dari pokok tersebut, seperti : buah, hasil pembayaran, menetap di rumah itu dan lainnya.

Wakaf merupakan pendekatan diri kepada Allah yang dianjurkan didalam Islam berdasarkan sunnah shahihah. Didalam ash Shahihain bahwa Umar berkata,”Wahai Rasulullah saw. Sesungguhnya aku mendapatkan harta (sebidang tanah) di Khaibar dan aku tidaklah mendapatkan harta yang lebih berharga bagiku selain darinya. Maka apakah perintahmu kepadaku tentang ini?’ beliau saw bersabda,”Jka engkau mau, tahanlah pokoknya dan sedekahkanlah (manfaatnya), pokoknya (tanah) itu tidak dijual, tidak dihibahkan dan tidak pula diwariskan.” Umar pun menyedekahkan tanah itu untuk orang-orang fakir, kaum kerabat, para budak, di jalan Allah, Ibnu Sabil dan tamu.

Diriwayatkan oleh Muslim didalam Shahihnya dari Nabi saw bersabda,”Apabila seorang manusia meninggal dunia maka terputuslah amalnya kecuali yang tiga : sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang bermanfaat dan anak shaleh yang mendoakannya.”

Jabir mengatakan bahwa tidak satu pun dari sahabat Rasulullah saw memiliki sesuatu yang berharga kecuali dia mewakafkannya. Al Qurthubi mengatakan,”Tidak ada perbedaan dikalangan para imam didalam menahan (baca : wakaf) jembatan, masjid namun mereka berselisih pada selainnya.”

Seorang yang mewakafkan disyaratkan memiliki kemampuan untuk memperlakukan (sesuatu), dia adalah seorang yang sudah baligh, merdeka, berakal. Wakaf tidaklah sah jika dilakukan oleh seorang anak kecil, bodoh dan budak.

Wakaf dianggap sah jika memenuhi salah satu dari dua hal berikut :

1. Ucapan yang menunjukkan wakaf, seperti seorang yang mengatakan,”Aku wakafkan tempat itu atau aku jadikan ini untuk masjid”

2. Perbuatan yang menunjukkan wakaf menurut kebisaan masyarakat, seperti seorang yang menjadikan rumahnya sebagai masjid, mengizinkan orang-orang untuk shalat didalamnya dengan perizinan secara umum atau menjadikan tanahnya sebagai tempat pemakaman dan mengizinkan orang-orang untuk menguburkan (mayat) didalamnya.

Sedangkan lafazh-lafazh pewakafan ada dua macam :

1. Lafazh-lafazh yang jelas, seperti ucapan : aku wakafkan, aku menahan dan mendermakannya… dan lafazh-lafazh yang jelas ini tidaklah mengandung kemungkinan selain wakaf sehingga setiap kali seseorang mengatakan kata-kata seperti ini maka ia adalah wakaf tanpa memerlukan suatu tambahan lainnya.

2. Lafazh-lafazh kinayah, seperti ucapan : aku sedekahkan, aku tahan, aku abadikan .. dinamakan kinayah karena lafazh-lafazh itu mengandung berbagai makna baik makna wakaf ataupun yang lainnya. Setiap kali seseorang mengatakan kata-kata seperti itu maka disyaratkan adanya penyertaan niat wakaf dengannya atau menyertakan salah satu lafazh (ucapan) yang jelas atau lafazh kinayah lainnya, penyertaan lafazh yang jelas seperti ucapan : aku sedekahkan ini sebagai sedekah wakaf atau menahan (manfaatnya) atau selamanya. Sedangkan lafazh kinayah dihukum dengan wakaf seperti ucapan : aku sedekahkan ini sedekah yang tidak diperjualbelikan dan tidak diwariskan.

Sahnya wakaf disyaratkan dengan syarat-syarat berikut :

1. Seorang yang mewakafkan haruslah orang yang memiliki kemampuan memperlakukan sesuatu, sebagaimana penjelasan diatas.

2. Sesuatu yang diwakafkan termasuk yang bisa dimanfaatkan secara terus menerus dan barang tersebut tetap utuh. Tidak dibolehkan mewakafkan sesuatu yang tidak utuh setelah dimanfaatkan, seperti makanan.

3. Sesuatu yang diwakafkan haruslah tertentu, tidak diperbolehkan mewakafkan sesuatu yang tidak tertentu, seperti seorang yang mengatakan : Aku wakafkan salah seorang dari budakku atau salah satu rumahku.

4. Wakaf tersebut harus didalam kebaikan karena tujuan dari wakaf adalah mendekatkan diri kepada Allah swt, seperti : masjid, jembatan, asrama, pengairan, buku-buku ilmiyah.. tidak boleh mewakafkan sesuatu diluar jalan kebajikan, seperti mewakafkan untuk tempat-tempat peribadahan orang-orang kafir, buku-buku zindiq…

5. Sahnya wakaf juga disyaratkan jika diwakafkan kepada seorang tertentu maka orang tertentu itu harus bisa memilikinya secara penuh karena wakaf adalah kepemilikan. Tidak sah wakaf kepada yang tidak bisa memilikinya, seperti : mayat dan hewan.

6. Sahnya wakaf disayaratkan tunai, tidak sah wakaf yang bertempo dan tidak pula bergantung kecuali apabila ia bergantung dengan kematiannya maka ia sah, seperti orang yang mengatakan,”Apabila aku meninggal maka rumahku ini menjadi wakaf untuk orang-orang fakir.” Hal itu berdasarkan riwayat Abu Daud,”Umar berwasiat,’Jika terjadi sesuatu terhadap diriku maka samghon—tanahnya—menjadi sedekah (wakaf).” Ini masyhur dan tidak ada yang mengingkari dan menjadi ijma’. Wakaf yang bergantung kepada kematian berasal dari sepertiga hartanya karena hal ini termasuk didalam hukum wasiat. (www.islamqa.com)

Dengan demikian para ulama bersepakat sahnya seorang yang mewakafkan sesuatu serta manfaat darinya, seperti : seorang yang mewakafkan tanahnya untuk masjid. Ibnu Qudamah mengatakan bahwa baangsiapa yang mewakafkan (sesuatu) dengan wakaf yang sah maka manfaat darinya seluruhnya adalah buat pihak yang mendapatkan wakaf tersebut dan terlepaslah bagi orang yang mewakafkan itu kepemilikan terhadap sesuatu itu maupun kepemilikan terhadap manfaat darinya.”

Adapun apabila seseorang mewakafkan manfaat dari sesuatu tanpa mewakafkan sesuatu itu, seperti : seorang yang mewakafkan hak penulis, keahlian, inovasi, menaiki kendaraan, pembacaan kitab, termasuk juga aplikasi software dari sesuatu yang tidak berbentuk benda maka dalam hal ini terdapat perbedaan dikalangan para ulama :

1. Para ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa sesuatu yang diwakafkan haruslah berupa benda yang tetap utuh, seperti : harta. Dari sini maka tidak termasuk wakaf terhadap sesuatu yang bukan berupa benda (barang) karena ia bukanlah berupa benda.

2. Para ulama Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa sesuatu yang diwakafkan diharuskan berupa benda (barang) namun tidak ada keharusan adanya keutuhan barang itu secara terus menerus. Dari sini maka wakaf manfaat yang bukan berupa benda tidaklah dibolehkan karena ia bukanlah benda.

3. Sedangkan para ulama Maliki berpendapat bahwa tidak ada persyaratan bahwa sesuatu yang diwakafkan itu haruslah sebuah benda akan tetapi setiap yang bisa dimanfaatkan dengan pemanfaatan yang mubah (dibolehkan) maka sah mewakafkannya. Termasuk di sini adalah wakaf manfaat dengan segala macamnya.

Adapun tentang niat menghibahkan pahala dari wakaf atau sedekah kepada orang lain termasuk kepada kedua orang tua walaupun keduanya seandainya sudah meninggal maka dibolehkan dan akan sampai, berdasarkan ijma’ ulama.

Wallahu A’lam