Berkerja Di Bank Konvensional

Assalamualaikum Wr.Wb

Ustadz saya bekerja pada sebuah bank konvensional di Jakarta.Beberapa kali saya berniat untuk re sign karena saya tau azab yang akan saya dapat. Tapi beberapa kali pula teman2 menasehati untuk tidak resign karena apabila saya tidak menafkahi kel. saya, maka saya akan lebih berdosa dari apa yang sedang saya lakukan sekarang. dan pekerjaan apapun pasti berhubungan dengan bank. Mohon bantuan dari ustadz untuk mencari solusi terbaik dari permasalahan yang sedang saya hadapi.Haramkah bila saya bekerja di bank konvensional??

Terima kasih atas masukan dan jawabannya.

wassalammualaikum Wr. Wb

Waalaikumussalam Wr Wb

Syeikh Yusuf al Qaradhawi mengatakan bahwa sistem ekonomi islam ditegakkan pada asas memerangi riba dan menganggapnya sebagai dosa besar yang dapat menghapuskan berkah dari individu dan masyarakat, bahkan dapat mendatangkan bencana di dunia dan akherat.

Hal ini telah disinyalir di dalam Al Qur’an dan As Sunnah serta telah disepakati oleh umat. Cukuplah kiranya jika kita membaca firman Allah swt :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ

فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak Menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al Baqoroh : 278 – 279)

Sabda Rasulullah saw,”Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti mereka telah menyediakan diri mereka untuk disiksa oleh Allah.” (HR. Hakim)

Dalam peraturan dan tuntunannya, Islam memerintahkan umatnya untuk memerangi kemaksiatan. Apabila tidak sanggup minimal ia harus menahan diri agar perkataan maupun perbuatannya tidak terlihat dalam kemaksiatan itu. Oleh karena itu Islam mengharamkan semua bentuk kerja sama atas dosa dan permusuhan, dan menganggap setiap orang yang membantu kemaksiatan bersekutu dalam dosanya bersama pelakunya, baik pertolongan itu dalam bentuk moril ataupun materiil, perbuatan ataupun perkataan. Dalam sebuah hadits hasan, Rasulullah saw bersabda mengenai kejahatan pembunuhan :

“Kalau penduduk langit dan penduduk bumi bersekutu dalam membunuh seorang mukmin, niscaya Allah akan membenamkan mereka dalam neraka.” (HR. Tirmidzi)

Sedangkan tentang khamr, beliau saw bersabda,”Allah melaknat khamr, peminumnya, penuangnya, pemerasnya, yang minta diperaskan, pembawanya dan yang dibawakannya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Demikian juga terhadap praktek suap-menyuap,”Rasulullah saw melaknat orang yang menyuap, yeng menerima suap dan yang menjadi perantaranya.” (HR. Ibnu Hibban dan Hakim)

Kemudian mengenai riba, Jabir bin Abdullah ra meriwayatkan,”Rasulullah saw melaknat pemakan riba, yang memberi makan dengan hasil riba, dan dua orang yang menjadi saksinya.” Dan beliau saw bersabda,”Mereka itu sama.” (HR. Muslim)

Ibnu Masud meriwayatkan,”Rasulullah saw melaknat orang yang makan riba dan yang memberi makan dari hasil riba, dua orang saksinya, dan penulisnya.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Tirmidzi), sementara itu didalam riwayat lain disebutkan :

“Orang yang makan riba, orang yang memberi makan dengan riba, dan dua orang saksinya—jika mereka mengetahui hal itu—maka mereka dilaknat melalui lisan Nabi Muhammad saw hingga hari kiamat.” (HR. An Nasa’i)

Hadits-hadits shahih itulah yang menyiksa hati orang-orang islam yang bekerja di bank-bank atau kongsi yang aktivitasnya tidak lepas dari tulis-menulis dan bunga riba. Namun perlu diperhatikan bahwa masalah riba ini tidak hanya berkaitan dengan pegawai bank atau penulisnya pada berbagai kongsi, tetapi hal ini sudah menyusup ke dalam sistem ekonomi kita dan semua kegiatan yang berhubungan dengan keuangan, sehingga merupakan bencana umum sebagaimana yang diperingatkan Rasulullah saw,”Sungguh akan datang pada manusia suatu masa yang pada waktu itu tidak tersisa seorang pun melainkan akan makan riba; barangsiapa yang tidak memakannya maka ia terkena debunya.” (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)

Kondisi seperti ini tidak dapat dirubah dan diperbaiki hanya dengan melarang seseorang bekerja di bank atau perusahaan yang mempraktekkan riba. Tetapi kerusakan sistem ekonomi yang disebabkan ulah golongan kapitalis ini hanya dapat dirubah oleh sikap seluruh bangsa dan masyarakat islam. Perubahan itu tentu saja harus diusahakan secara bertahap dan perlahan-lahan sehingga tidak menimbulkan guncangan perekonomian yang dapat menimbulkan bencana pada negara dan bangsa. Islam sendiri tidak melarang umatnya untuk melakukan perubahan secara bertahap dalam memecahkan setiap permasalahan yang pelik. Cara ini pernah ditempuh Islam ketika mulai mengharamkan riba, khmar dan yang lainnya. Dalam hal ini yang terpenting adalah tekad dan kemauan bersama, apabila tekad itu telah bulat maka jalan pun akan terbuka lebar.

Setiap muslim yang mempunyai kepedulian dengan hal ini hendaklah bekerja dengan hatinya, lisannya dan segenap kemampuannya dengan berbagai sarana yang tepat untuk mengembangkan sistem perekonomian kita sendiri, sehingga sesuai dengan ajaran Islam. Sebagai contoh perbandingan, di dunia ini terdapat beberapa negara yang tidak memberlakukan sistem riba, yaitu mereka yang berfaham sosialis.

Di sisi lain apabila kita melarang semua muslim bekerja di bank, maka dunia perbankan dan sejenisnya akan dikuasai oleh orang-orang non muslim seperti Yahudi dan sebagainya. Pada akhirnya, negara-negara Islam akan dikuasai mereka.

Terlepas dari semua itu, perlu juga diingat bahwa tidak semua pekerjaan yang berhubungan dengan perbankan tergolong riba. Ada diantaranya yang halal dan baik, seperti kegiatan penitipan, dan sebagainya; bahkan sedikit pekerjaan di sana yang termasuk haram. Oleh karena itu, tidak mengapa bagi seorang muslim menerima (melakukan) pekerjaan tersebut—meskipun hatinya tidak rela—dengan harapan tata perekonomian akan mengalami perubahan menuju kondisi yang diredhoi agama dan hatinya. Hanya saja dalam hal ini, hendaklah ia melaksanakan tugasnya dengan baik, hendaklah menunaikan kewajiban terhadap dirinya dan Tuhan-nya beserta umatnya sambil menantikan pahala atas kebaikan niatnya, sabda Rasulullah saw,”Sesungguhnya setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari)

Jangan pula dilupakan adanya kebutuhan hidup yang oleh para fuqaha diistilahkan telah sampai tingkat darurat. Kondisi inilah yang menjadikan saudara penanya untuk menerima –tetap bekerja di bank—sebagai sarana mencari kehidupan dan rezeki, sebagaimana firman Allah swt :

فَمَنِ اضْطُرَّ غَيْرَ بَاغٍ وَلاَ عَادٍ فَلا إِثْمَ عَلَيْهِ إِنَّ اللّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

Artinya : “…..tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al Baqoroh : 173)
(Fatwa-fatwa Kontemporer, juz I hal 766 – 770)

Wallahu A’lam