Hukum Dana Kematian dari Asuransi Konvensional

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Insya Allah ustadz selalu dalam keberkahanNya
Ana ingin menanyakan hukum dana kematian/tunjangan kematian bagi karyawan suatu perusahaan dimana dalam kontrak kerja dicantumkan sebagai fasilitas yang akan diperoleh apabila karyawan tersebut meninggal atau mendapat kecelakaan permanen.

Pertanyaanya :

1. Apakah dana hasil santunan kematian/kecelakaan yang merupakan fasilitas dari perusahaan yang kebetulan dikelola oleh pihak ketiga dalam hal ini asuransi konvensional haram?

2. Bagaimanakah pembagian hasil dana santunan kematian tersebut sesuai dengan hukum waris?

3. Jika yang mendapat santunan tersebut masih mempunyai hutang, apakah boleh dana hasil asuransi tersebut untuk membayarnya ataukah ahli waris yang wajib membayarnya?

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Waalaikumussalam Wr. Wb.

1. Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama tentang hukum Asuransi Konvensional ini :

Pendapat pertama menyatakan bahwa asuransi konvensional halal dikarenakan adanya kesepakatan antara perusahaan asuransi sebagai penanggung dengan instansi atau badan hukum atau perseorangan sebagai yang tertanggung serta adanya saling menguntungkan diantara mereka.

Pendapat kedua menyatakan bahwa asuransi konvensional haram dikarenakan setiap peserta asuransi yang membayarkan preminya secara mencicil setiap tahun selama hidupnya seharusnya berhak meminta kembali semua jumlah uang yang telah ia setorkan, berikut keuntungan yang mereka sepakati bersama (Fiqhus Sunnah, edisi terjemah juz IV hal 325).

Alasan lain juga bahwa didalam asuransi ini terdapat unsur ghoror (penipuan) karena setiap peserta asuransi yang membayarkan preminya tidak mengetahui berapa jumlah uang yang dia bayar selama hidupnya dan berapa yang akan dia terima nanti, bisa jadi ia akan mendapatkan bayaran yang jauh melebihi dari apa yang telah dia bayarkan selama hidupnya (berkali-kali lipat). Didalam asuransi ini juga terdapat unsur riba dikarenakan adanya tukar-menukar uang secara tidak tunai. Pendapat kedua inilah yang masyhur dikalangan para ulama.

Adapun terhadap seseorang karyawan yang terikat dengan aturan kantornya dan mau tidak mau harus mengikuti asuransi konvensional ini karena secara otomatis premi diambil dari penghasilannya setiap bulan maka kondisi ini termasuk dalam kategori darurat (keterpaksaan). Kondisi darurat membolehkan sesuatu yang tidak boleh menjadi boleh dengan standar minimal.

2. Dengan mengambil pendapat yang kedua diatas maka tidak semua bayaran yang didapat dari Asuransi Konvensional ini bisa dimasukkan kedalam harta waris. Yang bisa dimasukkan kedalam harta waris adalah jumlah premi yang selama hidupnya dibayarkan kepada perusahaan asuransi sedangkan selebihnya tidak bisa dimasukkan kedalamnya seperti halnya tabungan.

Jika ada kesepakatan antara perusahaan asuransi dengan pihak instansi atau perseorangan dengan menggunakan akad mudharabah, yaitu perusahaan asuransi sebagai mudharib (pekerja) sedangkan pembayar premi sebagai pemilik modal dengan pembagian keuntungan sesuai prosentase yang ditentukan kedua belah pihak maka kelebihan dari pembayaran premi selama hidupnya dianggap sebagai keuntungan maka bisa dimasukkan kedalam warisan.

3. Jika yang mendapat santunan mempunyai hutang maka boleh dibayarkan dari dana asuransi yang menjadi haknya secara syar’i, seperti no 2 diatas.

Wallahu A’lam