Nepotisme yang Dibolehkan dalam Islam

sigit1assamualaikum ustad!

1. apakah ada nepotisme yang dibolehkan?

soalnya ditempat saya mengajar ketika penerimaan siswa baru ada istilah “ketebelece” yaitu setiap guru boleh memperjuangkan seorang kerabat dekatnya untuk bisa mditerima menjadi siswa, walaupun tak lulus tes masuk..

bagaimana ini menurut syariah ustad?

2.saya punya kenalan,dia punya sekolah swasta. dalam kebijakannya dia memang mengutamakan untuk menerima karib kerabatnya disekolah itu, disamping juga menerima orang lain. apakah sikap seperti ini dibolehkan. termasuknepotismekah itu?

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Pri yang dimuliakan Allah swt

Islam tidak mengenal nepotisme karena islam memperlakukan sama semua manusia, baik yang arab maupun bukan arab, berkulit merah maupun hitam yang membedakan diantara mereka adalah ketakwaannya di sisi Allah swt.

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

Artinya : “Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa – bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. AL Hujurat : 13)

Istilah “katabelece” seperti yang anda maksudkan bahwa setiap guru boleh memperjuangkan seorang kerabat dekatnya untuk diterima sebagai siswa di sekolah meskipun tidak lulus tes adalah perbuatan zhalim yang tidak dibenarkan menurut syariat.

Kezhaliman tersebut tampak jelas dikarenakan pemberian sesuatu kepada orang yang tidak berhak menerimanya yaitu jatah kursi siswa baru yang seharusnya milik orang lain yang telah lulus tes diberikan kepada kerabat guru yang tidak lulus tes.

Begitu pula dengan kebijakan di sekolah teman anda yang mengutamakan karib kerabat untuk diterima disekolah tersebut daripada orang-orang non kerabat maka ini termasuk nepotisme dan kezhaliman terhadap hak-hak orang lain yang dilarang agama.

Markaz al Fatwa didalam fatwanya menyebutkan bahwa nepotisme atau melebihkan karib kerabat dan teman-teman dari orang selain mereka adalah perkara yang ditolak syariah, ditentang akal dan dijauhi oleh jiwa yang lurus karena perbuatan tersebut adalah kezhaliman yang jelas, pelanggaran yang nyata dan penistaan hak-hak orang lain serta pemanfaatan posisi dan jabatan pada tempat yang tidak dicintai dan diridhoi Allah swt.

Allah swt telah menjelaskan akibat dari kezhaliman didalam Al Qur’an dan dijelaskan oleh Nabi kita shalallahu ‘alaihi wa sallam dengan sangat jelas. Firman Allah swt :

وَلاَ تَحْسَبَنَّ اللّهَ غَافِلاً عَمَّا يَعْمَلُ الظَّالِمُونَ إِنَّمَا يُؤَخِّرُهُمْ لِيَوْمٍ تَشْخَصُ فِيهِ الأَبْصَارُ

مُهْطِعِينَ مُقْنِعِي رُءُوسِهِمْ لاَ يَرْتَدُّ إِلَيْهِمْ طَرْفُهُمْ وَأَفْئِدَتُهُمْ هَوَاء

Artinya : “Dan janganlah sekali-kali kamu (Muhammad) mengira, bahwa Allah lalai dari apa yang diperbuat oleh orang-orang yang zalim. Sesungguhnya Allah memberi tangguh kepada mereka sampai hari yang pada waktu itu mata (mereka) terbelalak, Mereka datang bergegas-gegas memenuhi panggilan dengan mangangkat kepalanya, sedang mata mereka tidak berkedip-kedip dan hati mereka kosong.” (QS. Ibrahim : 42 – 43)

إِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih.” (QS. Ibrahim : 22)

Imam Bukhari dari ‘Abdullah bin ‘Umar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “Kezhaliman adalah mendatangkan kegelapan hari qiyamat”.

Imam Nawawi mengatakan,”al Qodhi berkata,’Ada yang mengatakan ia adalah tampilan zhahirnya dan ia akan menjadi kegelapan pada si pelakunya, ia tidak mendapatkan petunjuk jalan pada hari kiamat sehingga cahaya orang-orang beriman berada dihadapan dan di sebelah kanan mereka. Dan kemungkinan lain bahwa makna kegelapan di sini adalah berbagai kesulitan.”

Didalam Shahih Muslim dari Abi Dzar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam meriwayatkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala yang berbunyi: “Hai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zhalim dan perbuatan zhalim itu pun Aku haramkan diantara kamu. Oleh karena itu, janganlah kamu saling berbuat zhalim!”

Si pelakunya termasuk kedalam orang-orang zhalim karena pada hakikatnya ia telah bersaksi dengan kesaksian palsu dengan memberikan kedudukan kepada orang yang dia inginkan dan menggagalkan orang yang dia inginkan hanyalah berdasarkan hawa nafsu semata. Hal itu juga dikarenakan pemberian kedudukan kepada karib kerabat atau teman-temannya adalah bukan dikarenakan kemampuan akan tetapi karena kesaksian darinya bahwa orang itu layak, dan ini termasuk kesaksian palsu. Dan sementara orang yang digagalkan (masuk) yang telah melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya kemudian mendapatkan kesaksian darinya bahwa orang ini tidaklah layak, dan ini pun bentuk kesaksian palsu.

Allah swt memerintahkan agar berbuat adil diantara semua manusia walau dalam perkara yang diragukan diantara orang-orang dekat maupun jauh. Firman Allah swt :

وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُواْ

Artinya : “Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil.” (QS. Al An’am : 152)

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاء لِلّهِ وَلَوْ عَلَى أَنفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالأَقْرَبِينَ

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu.” (QS. An Nisa : 135)

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Bakrah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Tidak maukah aku beritahukan kepada kalian sesuatu yang termasuk dari dosa besar? Kami menjawab; “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau bersabda: “Menyekutukan Allah dan mendurhakai kedua orang tua.” -ketika itu beliau tengah bersandar, kemudian duduk lalu melanjutkan sabdanya: “Perkataan dusta dan kesaksian palsu, perkataan dusta dan kesaksian palsu.” Beliau terus saja mengulanginya hingga saya mengira beliau tidak akan berhenti.” (Markaz al Fatwa no. 18722)

Untuk itu hedaklah seorang pemimpin atau kepala di sekolah tersebut menghindari praktek-praktek menempatkan orang-orang yang tidak layak mendapatkan posisi baik sebagai guru, karyawan atau siswa dikarenakan faktor kekerabatan atau kedekatan dengan menafikan orang-orang yang memiliki kelayakan hanya karena mereka adalah orang jauh.

Abu Daud meriwayatkan dari Muawiyah bahwa dia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang Allah ‘azza wajalla serahkan kepadanya sebagian urusan orang muslim kemudian ia menutup diri dari melayani kebutuhan mereka dan keperluan mereka, maka Allah menutup diri darinya dan tidak melayani kebutuhannya, serta keperluannya.”

Wallahu A’lam

Ustadz Sigit Pranowo Lc

Bila ingin memiliki  karya beliau dari  kumpulan jawaban jawaban dari Ustadz Sigit Pranowo LC di Rubrik Ustadz Menjawab , silahkan kunjungi link ini : Resensi Buku : Fiqh Kontemporer yang membahas 100 Solusi Masalah Kehidupan…