Memilih Parpol dan Caleg

Assalamu’alaykum Warohmatullohi Wabarokatuhu

Saat ini adalah masa pemilihan umum yang mana ini adalah urusan yang sangat penting bagi saya, saat kita memilih seorang wakil rakyat, dan pemimpin, sehingga kita harus selektif dalam memilih, yang ingin saya tanyakan adalah

1. Parpol (partai politik) yang bagaimana yang baik dan benar?

2. Pemimpin yang bagaimana yang baik dan benar?

syukron, Jazzakumulloh….

Waalaikumussalam Wr Wb

Asy Syeikh Faishal Maulawi wakil ketua Majlis Eropa untuk Riset dan Fatwa mengatakan apabila ada yang mengatakan bahwa islam hanya menganjurkan kepada satu partai adalah pernyataan yang tidak betul. Maksud partai di sini adalah “Partau Politik”. Dengan makna ini maka sesungguhnya kaum muslimin sejak masa Rasulullah saw telah mengenal multi partai politik—walaupun tidak sama persis dengan partai-partai yang ada saat ini—

Orang-orang Muhajirin dan Anshar saling berinteraksi bagaikan dua partai politik—walaupun sebetulnya mereka lebih mulia dari penamaan itu—mereka pernah berbeda pendapat tentang pemilihan khalifah yang baru setelah Rasulullah saw wafat, inilah perbedaan politik yang pertama didalam islam.

Orang-orang Anshar menginginkan bahwa khalifah berasal dari kalangan mereka begitu juga dengan orang-orang Muhajirin—dan puncak dari aktivitas partai-partai politik saat ini adalah mereka bisa memimpin dan mendapatkan kepemimpinan— (www.islamonline.net)

Kondisi seperti ini pula lah yang ada di negeri kita dengan banyaknya partai politik islam yang ikut serta didalam pemilu untuk meraih dukungan suara dari rakyat. Tentunya seorang muslim melihat bahwa hak suara yang ada padanya merupakan amanah yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah swt.

Setiap muslim yang memiliki hak suara didalam pemilu bagaikan seorang saksi dalam suatu pengadilan. Islam melarang setiap muslim memberikan kesaksian yang tidak benar atau palsu akan tetapi diharuskan bagi setiap mereka untuk memberikannya secara jujur dan mampu mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah swt sebagaimana firman-Nya yang menceritakan tentang sifat-sifat Ibadurrahman :

Artinya : “Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu.” (QS. Al Furqon : 72)

Termasuk kepalsuan adalah ketika seorang pemilih muslim menggunakan hak suaranya kepada orang-orang yang tidak berpihak kepada islam dan kaum muslimin, tidak mempunyai keinginan menerapkan syariat Allah di negeri ini, tidak memiliki keberanian dan berjuang sekuat tenaga untuk mewujudkan sasaran itu dengan tetap istiqomah diatas jalan-Nya, orang-orang lemah yang mudah hanyut dengan kemewahan dunia dan kekuasan yang kemudian akan meninggalkan umatnya jauh dibelakang.

Hal itu sering terjadi dikalangan pemilih kaum muslimin karena mereka tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan jelas tentang semua caleg yang ada. Mereka hanya mendasarinya pada janji-janji dan sikap-sikap manis para caleg dalam kampanye-kampanyenya, ajakan teman-teman ataupun orang-orang yang yang ada di sekitarnya atau hanya karena dirinya sudah begitu kesengsem dengan suatu partai atau ormas tertentu sejak dahulunya sehingga tidak mungkin mengalihkan pilihannya ke partai yang lainnya padahal pengetahuan dari itu semua belum tentu cukup baginya untuk menjadi dasar pilihannya.

Untuk itu setiap pemilih muslim diharuskan memiliki pengetahuan yang cukup terhadap setiap calon-calon yang akan dipilihnya nanti dalam pemilu, sebagaimana arahan Rasulullah saw kepada Ibnu Abbas ra,”Wahai Ibnu Abas janganlah kamu memberikan kesaksian kecuali terhadap sesuatu yang telah tampak terang bagimu seperti terangnya matahari’” kemudian Rasulullah saw memberikan isyarat dengan tangannya ke arah matahari.” (HR. al Hakim)

Untuk menentukan partai mana yang bisa menjadi harapan kaum muslimin di pemilu nanti mungkin kita bisa merujuk kepada pendapat Syeikh Yusuf al Qaradhawi ketika menjelaskan tentang kriteria partai islam dalam kondisi multi partai, diantara yang bisa saya simpulkan adalah :

1. Memiliki perhatian penuh kepada perbaikan masyarakat di berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, tsaqofah, pendidikan, politik, moral dan lain-lain.

2. Menyandarkan program-programnya kepada syari’ah islamiyah.

3. Tidak menggunakan cara-cara dan metodologi yang menyimpang dari prinsip-prinsip syari’ah.

4. Senantiasa melakukan ijtihad dan tajdid.

5. Mengkorelasikan segala upayanya dengan prinsip-prinsip fiqh al maqashid, fiqih al muwazanat dan fiqh al aulawiyat.

Adapun kriteria caleg atau calon yang diharapkan bisa menjadi harapan kaum muslimin didalam menegakkan nilai-nilai islam di negeri ini adalah :
a. Komitmen dengan prinsip-prinsip syari’ah.
b. Komitmen dengan prinsip-prinsip akhlak islam.
c. Komitmen dengan prinsip-prinsip perundang-undangan yang membawa kepada kemaslahatan umat.

Sebagai tambahan kriteria adalah apa yang disebutkan oleh Prof. DR. Muhammad Abdur Razaq ath Thabthabai’, Dekan Fakultas Syari’ah dan Studi Islam di Universitas Kuwait yang mengatakan bahwa seorang caleg yang kelak akan menjadi anggota parlemen harus memenuhi sekian banyak persyaratan diantaranya :

1. Tidak ada didalam diri seorang caleg niat untuk berlomba mendapatkan jabatan duniawi atau berbagai keuntungan semu.

2. Tidak melakukan persaingan dengan orang yang diketahui olehnya bahwa diri orang itu lebih cakap dan lebih pantas darinya untuk menduduki posisi itu. Apabila dia mengetahui bahwa ada seseorang yang lebih mampu dan lebih pantas darinya untuk pekerjaan itu maka hendaklah dia mendahulukan orang itu dari dirinya.

3. Memiliki kemampuan dengan pekerjaannya itu untuk menunaikan berbagai kewajibannya berupa perbaikan, monitoring dan berbagai tuntutan dari rakyat yang telah menjatuhkan pilihannya kepada dirinya.

Selanjutnya beliau mengatakan bahwa persyaratan-persyaratan itu mengharuskan seorang pemilih untuk mencari calon-calon yang paling memenuhi persyaratan berupa kecakapan dan kesanggupan dalam menjalankan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya serta mampu bersikap adil dan bijaksana.

Apabila berbagai persyaratan itu terdapat didalam diri seorang calon maka tidak diperbolehkan memilih selainnya dengan alasan barter atau menjual-belikan suara atau yang lainnya sebagaimana diharuskan juga bagi seorang pemilih untuk tidak menentukan pilihannya hanya berdasarkan hubungan kekerabatan, pertemanan, tetangga, kepentingan tertentu, satu jama’ah atau ormas tempat dia bernaung dan yang paling berat dari itu semua adalah pemilihan calon berdasarkan suap (sogok) baik berupa materil atau kemaslahatan lainnya maka ini adalah haram menurut syariah.

Dan apabila hal ini terjadi didalam diri caleg atau pemilih maka keduanya terlaknat dan bagi orang yang mengambil suap diharuskan untuk segera mengembalikannya kepada orang yang menyuapnya. (www.almujtamaa-mag.com)

Wallahu A’lam