Perihal Waris dan Wasiat

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ustadz yang dirahmati Allah,

Ibu saya meninggal dunia 7 tahun lalu. Beliau meninggalkan Surat yang berisi pembagian harta kepada kami anak-anaknya – 4 putri semua. Surat ini ditandatangani ibu dan ayah, dan dibacakan kepada kami berempat oleh ayah sepeninggal ibu. Saat itu kami belum mau menerimanya karena ayah masih hidup. Tahun lalu ketika ayah meninggal dunia, barulah kami mengurus Surat tersebut. Menurut saya, ada beberapa hal yang meragukan (atau saya yang salah ?) yaitu : 1. Surat Wasiat itu hanya ditandatangani ibu dan ayah (apakah tidak perlu saksi ?).  2. Harta ibu dan ayah sudah terlanjur tidak dipisah. 3. Harga / nilai ekonomi dari masing – masing pembagian tersebut tidak sama (meskipun kami yakin orang tua kami sudah berusaha membaginya dengan pertimbangan yang menurut mereka sudah adil).

Ustadz, saya pernah membaca bahwa Wasiat adalah pembagian harta untuk selain ahli waris yang jumlahnya tidak boleh melebihi 1/3 dari keseluruhan harta. Sedangkan untuk ahli waris, ketentuannya sidah diatur dengan amat jelas dalam Al-Qur’an. Tapi pada umummnya orang beranggapan bahwa Wasiat yang diperintahkan untuk dibuat orang yang mendekati ajalnya adalah Surat tentang pembagian Waris. Pertanyaan saya, sahkah Surat Wasiat orang tua kami tersebut ? Bila tidak sah, haruskah kami membatalkannya dan menghitung ulang seluruh harta orang tua kami, lalu membagi rata kepada kami karena kami putri semua ?

Ustadz, sebenarnya kakak-kakak saya sudah menganggap masalah ini selesai. Mereka mau ‘nerimo’ dan saling mengikhlaskan untuk mempermudah urusan ini. Saya juga tidak keberatan mengikuti mereka demi menjaga hubungan kekeluargaan kami dan agar tidak mempersulit mereka. Tapi dalam hati kecil saya tetap merasa was-was. Saya takut salah dan takut Allah tidak ridlo dengan langkah kami. Bagaimana Ustadz ?

Saya sangat berharap Ustadz dapat membantu kami meluruskan masalah ini. Sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada Ustadz.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Nuni.

Waalaikumussalam Wr Wb

Saudara Nuni yang dimuliakan Allah swt.

Didalam sebuah wasiat tidak diharuskan adanya saksi meskipun apabila ada maka hal itu menjadi lebih baik. Akan tetapi duharuskan adanya ijab dari si pemberi wasiat baik dengan lisan ataupun tulisan yang menjelaskan kepada siapa wasiat itu ditujukan. Sementara yang melakukan qabulnya adalah ahli warisnya apabila wasiat itu ditujukan kepada seseorang tertentu.

Namun apabila bukan ditujukan kepada seseorang seperti kepada masjid, sekolah, yayasan dan sejenisnya maka ini tidak memerlukan qabul.

Dari cerita yang anda paparkan didalam pertanyaan diatas, saya menangkap—wallahu a’lam—bahwa penerima wasiat tersebut adalah putri-putrinya sendiri yang merupakan ahli warisnya.

Seperti yang anda sebutkan diatas bahwa wasiat yang ditujukan kepada ahli warisnya sendiri tidaklah sah atau batal sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari al Maghazi bahwa Rasulullah saw bersabda,”Tidak ada wasiat bagi ahli waris.” (HR. Ahmad, Abu Daud dan at Tirmidzi).

Hal lainnya adalah bahwa pembagian harta waris tidak perlu dibuatkan dengan surat wasiat dikarenakan aturan dan pembagiannya sudah ditentukan oleh syariat.

Dengan demikian yang anda harus lakukan adalah :

1. Menentukan kembali para ahli warisnya selain anda berempat baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu apabila memang ibu memiliki harta warisan yang ditinggalkannya.

2. Tetapkan bagian-bagian mereka sesuai dengan hukum waris dan tidak diperbolehkan harta waris dibagi rata hanya kepada anda berempat saja dikarenakan melanggar aturan syari’at dan kemungkinan adanya ahli waris selain anda berempat.

3. Kerelaan anda berempat tidak dianggap apabila bertabrakan dengan aturan-aturan syariat didalam hukum waris.

Wallahu A’lam