Yatim Sejak SD, Siska Selalu Menjadi Juara

Siska Komalasari (18), sejak kecil ia sudah terbiasa bekerja keras demi cita-citanya menempuh pendidikan, apalagi setelah ayahnya tiada.

 

Tak Jarang, hari-hari Siska, sapaan akrab gadis ini, menghadapi berbagai kesulitan. Dimulai saat Siska baru duduk di kelas IV SD. Tahun 2004 yang lalu Ucte Sutisna, ayahnya, meninggal dunia.

Atas musibah tersebut, menuntut Karsih (48), Ibunya, menjadi tulang punggung keluarga. Siska tumbuh sebagai anak yang sabar dan tegar, setiap hari membantu ibunya berjualan nasi bungkus di depan rumah.

Namun sedih, pasca lulus SD Siska tidak dapat langsung melanjutkan sekolah. Karena hasil menjual nasi bungkus tidak cukup untuk biaya masuk sekolah Siska selanjutnya. Rasa malu pada teman-temannya karena tertinggal sekolah saat itu mampu ia pendam.

Muslimah kelahiran Jakarta, 18 November 1994 ini tidak patah arang. Ia tetap bertekad akan melanjutkan sekolahnya tahun depan, selama setahun ia pergunakan untuk bekerja keras dan menabung.

Alhamdulillah di tahun berikutnya ia diterima dan mulai bersekolah di Pondok Pesantren (Ponpes) Modern Syuban El Yaum Serang, Banten. Uang pangkal mampu ia bayar dengan tabungannya, sedangkan biaya SPP bulanan ditanggung oleh kakaknya yang sudah bekerja.

Langganan Juara Namun Terancam Putus Sekolah

Putri keempat dari lima bersaudara ini selalu meraih rangking 1 di kelasnya. Selain itu, berkat kegigihannya belajar, ia kerap mendapat juara dalam perlombaan pidato berbahasa Indonesia, Arab dan Inggris. Kemahirannya dalam berpidato membuatnya selalu diminta oleh pihak Ponpes untuk megikuti perlombaan pidato antarsekolah.

Ditengah kehidupannya sebagai santri, Siska kadang sedih. Karena kecilnya pendapatan sang ibu, Siska dihadapkan pada pilihan dilematis. Dijenguk ibu tetapi tidak mendapatkan uang saku, atau mendapatkan kiriman uang tapi tidak bertemu ibu. Dengan berat hati, pilihan terakhir yang ditempuh.

Tidak sampai disitu, ujian yang lebih berat menyapa Siska. Saat ia duduk di kelas III Madrasah Tsanawiyah (MTs), kakaknya juga terbelit masalah ekonomi, tidak sanggup lagi membiayai SPP-nya. Siska pun terancam putus sekolah.

Beruntung,  pimpinan Ponpes KH. Shofiullah Arifuddin (37) meminta Siska untuk tetap bersekolah dan Siska tidak perlu memikirkan biayanya. “Insya Allah ada jalan keluarnya,” ujar Kyai waktu itu.

Namun Kyai Shofiullah mengalami kesulitan dalam memenuhi biaya yang dibutuhkan oleh Siska. Karena ia juga sudah menanggung biaya keenam anak didik lainnya.

Biaya sekolah Siska masih menunggak selama setahun. Selain itu ada biaya ujian dan wisuda yang harus dibayarkannya karena tahun ini ia lulus Tsanawiyah.

Melalui Program Indonesia Belajar (IB), Badan Wakaf Al Qur’an mengajak Anda mendonasikan sebagian rizki. Kami yakin, setiap ilmu yang didapat Siska akan mengalirkan pahala kepada setiap orang yang terlibat dalam membantu kesulitan Siska meraih cita-citanya. []

Donasikan sebagian rizki anda untuk meringankan beban Siska. Klik disini!