Dilema Perempuan Pengguna Bis Kota

bis kotaSore itu seperti sore-sore biasanya di akhir pekan, berada di dalam bis kuning 510 yang akan membawa saya pulang ke rumah tercinta. Ya, rutinitas yang sungguh menyebalkan dan memprihatinkan bukan? Bagaimana tidak, saya harus berdesak-desakan berada dalam kendaraan umum yang sangat tidak manusiawi.

Dengan cuaca panas, pengap di dalam bis yang penuh sesak, penuh berisi beragam orang dari beragam aktivitas. Menghadapi pak kenek bis yang seolah tak punya hati terus saja memasukkan penumpang pada bis yang nyatanya sudah overload ini. Rasanya ingin sekali teriak, ”don’t push me!!!”, lalu terpikir andaikan saya menjadi bunga mawar, pastinya akan baik sekali. Tidak akan ada yang berani mendorong saya, karena pasti akan terkena duri-duri saya yang tajam, Hehehe … khayalan tingkat tinggi nih.

Sejak awal menjadi pengguna bis umum ini, saya sudah punya trik-trik aman agar tidak harus berdesak-desakan dengan penumpang lain, laki-laki khususnya. Namun terkadang trik-trik ini pun bisa meleset, sehingga kadang tetap saja harus berpasrah dengan kondisi yang ada. Yang sangat disayangkan, tidak semua perempuan dapat memosisikan dirinya dengan aman ketika berada dalam bis yang tak berperi-kewanitaan ini. Sungguh miris rasanya jika harus melihat sesama perempuan mengalami pelecehan-pelecehan di dalam bis ini, apalagi perempuan tersebut adalah akhwat yang saya kenal. Harus bagaimanakah kami sebagai perempuan?

Ya. Perempuan. Betapa menjadi seorang perempuan itu penuh fitnah dan ujian bukan?

Teringat ketika membaca shiroh Nabawi, bahwasanya disana jelas, ketika masa jahiliah dulu dimana Nabi Muhammad belum diutus oleh Allah untuk menyempurnakan akhlak, perempuan berada pada titik terendah. Bayi-bayi perempuan yang lahir merupakan aib bagi keluarga, maka harus dibunuh, dikubur hidup-hidup. Laki-laki berhak menikah dengan berapapun banyaknya perempuan dan dengan siapapun yang dia inginkan, bahkan dengan ibunya atau saudara perempuannya sekalipun. Sungguh perempuan pada masa itu tidak ada nilainya sama sekali.

Lantas hadirlah Rasulullah. Sang rembulan penerang kegelapan. Beliau mengangkat tinggi derajat para perempuan. Maka inilah penyetaraan gender yang sesungguhnya. Dari kerendahan yang sangat, Rasulullah membawa kaum perempuan ke derajat tertinggi. Perempuan kini berhak atas hidupnya sendiri.

Perempuan pun semakin ditinggikan derajatnya dengan turunnya perintah menutup aurat atau berhijab.

Wahai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang,” (QS Al.Ahzab; 59)

Betapa indah dan menyeluruhnya agama Islam ini bukan?

Kembali ke kasus yang saya hadirkan di awal, betapa saat ini perempuan seolah kembali ketitik nol nilainya. Penggunaan kendaraan umum khususnya bis kota yang menyebabkan bercampur baurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim menunjukan kemerosotan nilai tersebut. Perempuan seolah tak diberi pilihan lain dalam masalah ini. Kebutuhan akan berkendara mengharuskan kami wara-wiri pulang pergi dengan kendaraan umum. Terutama bagi para perempuan yang belum bersuami, tidak ada yang siap sedia untuk selalu mengantar-jemputnya ke berbagai tempat. Maka bis kota sebagai sarana transportasi yang tergolong murah meriah selalu menjadi pilihan utama para perempuan.

Yang sangat disayangkan pula adalah kurang pedulinya kaum perempuan terhadap dirinya sendiri. Dengan tidak menjaga auratnya, menggunakan pakaian-pakaian tak layak yang tentu saja akan menggoda para lelaki hidung belang untuk melakuka pelecehan. Sungguh ironis sekali bukan?

Untuk memperbaiki itu semua adalah merupakan PR kita bersama. Masyarakat, aktivis dakwah dan tentu saja pemerintah setempat yang memiliki kewenangan atas segala kebijakan-kebijakan terkait masalah transportasi di negara kita ini.

Dengan menyeimbangan antara usaha memperbaiki akhlak atau moral masyarakat setempat serta didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah terkait hal-hal tersebut, maka sedikit demi sedikit tindak kriminal dan pelecehan seksual yang ada terhadap perempuan akan dapat dikurangi.

Berkaca dari negara-negara lain, betapa pemerintah kita sudah cukup tertinggal untuk masalah yang satu ini. Pemerintah Malaysia sejak April 2010 sudah menyediakan gerbong khusus perempuan di jalur Kuala Lumpur-Port Klang. Pemberlakuan itu untuk menghormati perempuan muslim. Itu pula yang terjadi di Mumbai, India. Pemerintah kota itu mengadakan bis dan gerbong khusus perempuan sejak tahun 2007. Bahkan di Bangkok, Thailand, pun demikian. Bis khusus perempuan tak hanya melayani rute dalam kota, tetapi juga luar kota. Sedangkan di Jepang, Nepal dan Filipina, pengadaan angkutan khusus perempuan sudah ada sejak lama.

Di Indonesia pun pada awal 2007 silam sudah diadakan launching bis khusus perempuan di Pekanbaru. Namun ini belum berdampak banyak bagi para perempuan, di kota- kota besar khususnya seperti Jakarta (walaupun sudah ada sebagian Busway) , Surabaya, Bandung, Semarang, Yogyakarta, yang angka pelecehannya agak tinggi.

So, kami kaum perempuan menanti kebijakan para pemerintah terkait permasalah transportasi ini. Semoga kita semua selalu dalam lindungan dan petunjukNya. Wallahu’alam.

Penulis: Rizki Adawiyah, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta (ismikiki. http://punyaadawiyah.blogspot.com)