Lebih jauh Mengenal Asy Syahidah Asma Baltagy

asma baltagyAsma Beltagy (17) seharusnya memiliki masa depan cerah. Juara kelas; dikenal sebagai gadis yang lembut dan cerdas; dan dicintai sebagai anak perempuan salah satu pemimpin terpilih secara demokratif Mesir.
Semua ini mesti berkelebat dalam benak ayahnya, Mohammed al-Beltagi, Sekjen partai Ikhwanul Muslimin, saat dia mengetahui kematian putrinya Rabu lalu.

Berdiri di RS darurat, Rabaa kamp terbakar di sekitarnya, dia merunduk, terpaku, matanya berlinangan air, menatap tubuh tak bernyawa putrinya, kata seorang saksi.

Asma el-Beltagi satu dari 525 orang yang terbunuh pada Rabu lalu (14/08) saat militer Mesir menyerbu dua kamp protes Ikhwanul Muslimin. Selama enam pekan, demonstran menyerukan pengembalian Mursi dan Beltagi kepada jabatan mereka.

Pada sertifikat kematiannya, dilihat The Telegraph, tertulis Asma ditembak di dada, kepalanya pecah, kakinya patah.

Bicara pertama kali sejak kejadian, saudara lelakinya Anas el-Beltagi, menjelaskan bahwa terjebak dalam kekerasan saat Asma sedang menuju RS darurat untuk menolong.

“Dia ditembak saat berjalan ke sana,” katanya. “Saya bersamanya. Kami bawa dia ke RS, dia perlu donor darah tapi kami tidak bisa mengoperasi. Dia meninggal jam 1 siang.”

Anas dan saudara lelaki Asma yang lain Malik el-Beltagi ditugaskan menyelenggarakan penguburan Asma karena Bapak mereka, Mohammed terpaksa menyembunyikan diri (dari tangkapan tentara: pent).

Dalam waktu singkat – beberapa minggu- pemimpin IM berubah dari penguasa negara mejadi kriminal yang dihina dan dikejar. Pemerintah bentukan militer memasukkan mereka ke daftar orang ‘dicari’ dan bersumpah untuk menangkap mereka.

Tidak jelas apakah Mohammed Beltagi akan menghadiri pemakanan putrinya. Salah satu saudara lelakinya, paman Asma, mengatakan Beltagi bersembunyi dan dia tidak bisa menghubunginya. Keluarga yang lain berkumpul di luar Al-Hussein rumah jenasah, tempat tubuhnya disimpan, untuk melepas kepergiannya pada Kamis.

“Dia terbaik di sekolah. Dia kalem, sopan, dan baik hati,” kata Hoda Mohammed, salah satu bibi Asma. Dia selalu ikut kegiatan IM. Bapaknya role modelnya.”

Keluarganya mengatakan Asma baru saja menyelesaikan menghapalkan Wuran sebulan lalu.Dia populer di sekolah, memiliki rasa humor.

Sebagai gadis muda modern, dia memiliki banyak kesenangan. Halaman facebooknya menunjukkan The Pianist sebagai salah satu film kesukaannya dan Woody Allen sebagai actor favorit.

Ketika bapaknya diturunkan paksa dari jabatannya, Asma ikut sit in protes dengan antusias. Dia bermalam secara rutin, tidur dalam tenda darurat bersama demonstran perempuan lainnya.

Pada malam penyerbuan itu, pemimpin protes mengajak demonstrator untuk turun ke jalan utama dan menunjukkan sikap pada militer, kata Hoda, yang bersama Asma saat itu.

“Kami mulai berdoa pada Allah karena kami merasa kami akan terbunuh,” kata Hoda.
Beberapa menit kemudian, dia kehilangan Asma dalam kepungan gas air mata.

“Saya menemukan dia kemudian, berdarah di tanah,” katanya.

“Setiap menit, seseorang terbunuh di sekeliling kami. Lantai RS penuh dengan yang meninggal dan luka. Kami tidak bisa menemukan tempat untuknya.

“Lalu militer menembakkan gas air mata ke dalam RS. Kami harus melarikan diri.
“Tentara yang berdiri di depan RS membolehkan kami sebentar masuk, cukup untuk mengambil jenasahnya.”

Saat Hoda bicara, bibi Asma menangis. “She was an angel,” bisiknya berlinangan airmata.

**

Pada pemakaman Asma, suasana mencekam. Para perempuan menuliskan nama keluarga dan nomor telepon di lengan mereka, bersiap jika dalam pemakaman itu mereka pun menemui kematian.

Dalam Twitter terakhirnya, Asma menulis, ‘Oh Allah, we have no one but You, oh Allah‘.

 *Diterjemahkan Maimon Herawati (dosen, wartawati independen) – Dikutip dari Nabawia