Rachel Corrie, Gadis AS Pembela Rakyat Palestina Yang Dibunuh Zionis

Tak berhenti sampai di situ. Setelah kematiannya, pengaruh Rachel semakin kuat. Sekuat cita-citanya, rachel menggurat pena. Tulisannya menjadi inti api yang memantik lentera-lentera di berbagai penjuru dunia untuk memberi tahu; ada cinta Tuhan di setiap jiwa manusia. ”Inilah titik temu setiap insan. Maka dengan cinta-Nya, gelarlah permadani cinta untuk menari seirama gendang cinta,” ujar Rachel. Naskah catatan harian Rachel Corrie dipentaskan di berbagai Negara; Inggris, Jerman, Italia, Amerika Serikat dan lainnya. Ini bukti bahwa Buldozer Caterpilar D-9 Israel yang mengupas kulit kepala dan meremukkan tulang punggung Rachel tak mampu membungkam suara keadilan yang diujar gadis Olympia itu. Rachel tetap hidup, terutama di sanubari para pecinta keadilan, kedamaian dan kebenaran.

Rachel menegaskan jati diri sebagai penulis dan pelukis. Ada ”warna cerah” dalam tulisannya. Ada haru yang ”gagah” di bait-bait essaynya. Ada canda di gambar-gambarnya. Di puisinya, ada kata yang menari, lalu mencambuk, seperti petir melecut mengakhiri mimpi panjang para pengantuk. Kemudian, ada mata menitikkan bulir-bulir bening saat membaca catatan-catatannya.

Bila kata terujar mulutku tak berarti, biarkan ia mengambang sesaat di udara. Kan kujadikan itu kata-kata canda menghibur hingga kelak kucipta kalimat bermakna mengitarinya. Kumau terbang melayang untuk berkibar…. Beri aku jedah waktu, jangan komentari… Biarkanku menari, mengitari kelopak bunga lily. Kemudian melesat bagai air mancur, terbang menyertai kata-kataku yang tak berarti itu. Kalimat-kalimat ini adalah petikan salah satu catatannya. Kuat dan inspiratif. Seperti penegasannya, ”Beri aku jedah waktu, jangan komentari…” betapa dia sangat menghargai proses menjadi manusia. Dia yakin, tak ada yang sia-sia dari setiap imajinasi yang terujar merdeka.

Imajinasi Merdeka. Ia adalah racikan rasio dan rasa. Hasilnya adalah kekuatan tak tertakar. Ia sublim bersama pemiliknya sebagai energi hidup dan kehidupan. Saat menjelma sebagai tulisan, ia mencabar setiap pembaca waras. Ketika mewujud dalam perilaku, imajinasi merdeka adalah “pijar matahari” membakar setiap sudut gelap penghambat kemanusiaan.