Ulasan Lengkap Tata Cara Mandi Wajib Setelah Haid yang Benar Menurut Islam

ERAMUSLIM – Sesudah mencapai usia dewasa, setiap wanita pasti akan mengalami peluruhan darah dari dalam rahim. Namun, meski begitu kebanyakan perempuan muslim masih kurang mengetahui serta memahami tentang tata cara mandi wajib setelah haid yang baik dan benar menurut Islam.

Wanita Tercipta Sebagai Makhluk Istimewa

Tuhan yang Maha Adil sebagai penguasa bumi seisinya, senantiasa memberikan keistimewaan kepada tiap-tiap makhluk-Nya, baik itu untuk laki-laki maupun perempuan. Kodrat pemberian tersebut sudah ditakar sesuai porsi masing-masing. Tidak merendahkan atau melebihkan satu sama lain.

وَءَاتُواْ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيٓ‍ٔٗا مَّرِيٓ‍ٔٗا

“Berikanlah mahar kepada wanita-wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati, makanlah (ambillah) pemberian itu sebagai makanan yang sedap lagi baik akibatnya.” (an-Nisa: 4)

Adapun bagi seorang wanita, kehadirannya di muka bumi begitu  dimuliakan oleh Allah. Bahkan Tuhan menurunkan takdir khusus bagi seorang perempuan. Yaitu haid atau biasa juga disebut mentruasi. Peristiwa ini terjadi ketika ovum dalam rahim luruh dan keluar melalui lubang vagina.

Selain itu, keistimewaan lain yakni terdapat satu surah dalam Al-Qur’an yang bertema khusus perempuan, yaitu QS An-Nisa’. Penjelasan ayat bagi adab maupun tata cara bagaimana seorang wanita beragama pun juga diatur sedemikian rupa dan tentunya tidak sama dengan laki-laki.

Ulasan Al-Qur’an Mengenai Haid pada Wanita

Di antara sekian banyak Firman Allah, Al-Qur’an memiliki satu ayat khusus yang menjawab pertanyaan mengenai seluk beluk haid wanita. Penjelasan ini tepatnya terletak di dalam surah Al-Baqarah nomor 222.

وَيَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْمَحِيْضِ ۗ قُلْ هُوَ اَذًىۙ فَاعْتَزِلُوا النِّسَاۤءَ فِى الْمَحِيْضِۙ وَلَا تَقْرَبُوْهُنَّ حَتّٰى يَطْهُرْنَ ۚ فَاِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوْهُنَّ مِنْ حَيْثُ اَمَرَكُمُ اللّٰهُ ۗ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ

“Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah, “Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.”

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Haid merupakan kotoran. Maksudnya yaitu, cairan merah dari vagina wanita ketika sedang menstruasi adalah darah kotor. Sebabnya, karena merupakan sebuah pembuangan bekas dari sel ovum yang telat dibuahi. Sehingga luruh dan harus dibuang keluar.

Asbabun nuzul dari turunnya Ayat tersebut yakni adanya fenomena para orang Yahudi yang mengusir keluar istrinya ketika sedang haid. Hal ini karena anggapan wanita tersebut sedang kotor dan tak pantas untuk disentuh. Sungguh hal tersebut merupakan perbuatan yang salah.

Larangan-Larangan Ketika Haid

Mengingat bahwa haid merupakan kodrat bagi seorang wanita, maka agama Islam dengan gamblang memberikan beberapa ketentuan terkait dengan kewajiban-kewajiban ibadah yang boleh atau tidak untuk dilakukan perempuan. Di bawah ini merupakan 5 buah larangan tersebut:

  1. Shalat

Baik shalat Sunnah maupun wajib, hal ini tetap menjadi larangan mutlak. Ketentuan ini berlaku juga untuk nifas (keluarnya darah wanita dari kemaluan setelah melahirkan). Perempuan sendiri tidak memiliki kewajiban mengganti shalat yang ditinggalkan, karena sepenuhnya perintah tersebut tidak berlaku.

سَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ ، وَلَمْ تَصُمْ فَذَلِكَ نُقْصَانُ دِينِهَا

“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita. (Muttafaqun ‘alaih, HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)”

Demikian, kebanyakan hadits mengenai haid banyak dikisahkan oleh Aisyah RA selaku istri Nabi Muhammad SAW. Perempuan setelah menstruasi hanya dikenakan kewajiban mengganti shalat yang belum dikerjakan dalam waktu ketika darah tersebut diketahui keluar pertama kali.

أَتَجْزِى إِحْدَانَا صَلاَتَهَا إِذَا طَهُرَتْ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ كُنَّا نَحِيضُ مَعَ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَلاَ يَأْمُرُنَا بِهِ . أَوْ قَالَتْ فَلاَ نَفْعَلُهُ

“Apakah kami perlu mengqodho’ shalat kami ketika suci?” ‘Aisyah menjawab, “Apakah engkau seorang Haruri? Dahulu kami mengalami haid di masa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam masih hidup, namun beliau tidak memerintahkan kami untuk mengqodho’nya. Atau ‘Aisyah berkata, “Kami pun tidak mengqodho’nya.” (HR. Bukhari no. 321)”

  1. Puasa

Larangan kedua yaitu menjalankan ibada puasa. Baik wajib maupun sunnah. Penjelasan mengenai hal ini disampaikan langsung oleh Aisyah RA ketika ditanya oleh seorang perempuan bernama Muadzah. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitabnya nomor 335.

ُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ.

‘Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’ Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab, ‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim no. 335) -21)

Tidak dijelaskan secara gamblang mengenai alasan kewajiban untuk mengqodho’ atau mengganti hanya dikenakan bagi puasa, bukan shalat atau yang lainnya. Membayar pelaksanaan hutang ibadah ini dapat dilakukan kapan saja, asalkan sebelum datang bulan Ramadhan tahun selanjutnya.

  1. Thawaf Mengelilingi Ka’bah

Larangan selanjutnya yaitu mengelilingi Ka’bah. Hal ini berlaku ketika seorang perempuan itu sedang melaksanakan haji maupun ihram, kemudian mengalami menstruasi. Hadits Nabi yang mengatur hal terkait diriwayatkan oleh Imam Bukhari di dalam kitab nya, Sahih Bukhari nomor 30.

Adapun unsur-unsur ibadah haji lainnya dapat dilakukan sebagaimana biasanya. Thawaf sendiri dapat dilaksanakan kembali ketika haid sudah berhenti. Ketentuan ini bisa saja beralasan bahwa Ka’bah merupakan tempat suci serta kiblat umat Islam. Maka sepatutnya, semua wajib suci dari hadas apapun.

  1. Jima’ dan Menyentuh Mushaf Al-Qur’an

Yang dikatakan jima’ di sini adalah, bergabungnya kemaluan laki-laki dengan perempuan. Hal ini dilarang keras dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 222. Secara medis, melakukan persetubuhan ketika menstruasi juga akan berdampak buruk serta berbahaya, baik bagi laki-laki maupun wanita.

Selain jima’ karena alasan tersebut, menyentuh mushaf juga memiliki syarat harus kesucian dari pemegangnya, baik dari hadas kecil atau besar. Wajib wudhu terlebih dahulu dan tidak sedang mengalami haid (hadas besar). Ketentuan ini disebutkan dalam Al-Qur’an Surah Al-Waqi’ah ayat 79.

لَّا يَمَسُّهٗٓ اِلَّا الْمُطَهَّرُوْنَۙ

“tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan.”

Tata Cara Mandi Haid Menurut Ajaran Islam

Setelah mengetahui berbagai larangan bagi wanita haid, selanjutnya Anda perlu tau tata cara mandi wajib setelah haid yang benar menurut Islam. Perihal ini cukup banyak dibahas dalam berbagai riwayat Aisyah. Langsung saja, begini ajaran agama mengenai membasuh tubuh pasca menstruasi:

  1. Disunnahkan Memulai dengan Wudhu

Anjuran untuk berwudhu dahulu sebelum mandi besar sesudah haid hukumnya adalah sunnah. Artinya apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala serta keutamaan, sedangkan jika ditinggalkan tidak memberikan dosa. Pelaksanaan nya pun sempurna, sama dengan ketika akan shalat.

Imam Syaukani salah seorang periwayat hadits menyampaikan bahwa hal ini biasa dilakukan oleh Nabi. Bersamaan dengan meniatkan membersihkan diri dari hadas besar. Pengucapannya pun cukup dilakukan dalam hati, karena kamar mandi merupakan tempat tidak layak untuk mengeraskan doa.

  1. Memastikan Seluruh Bagian Tubuh Terbasuh Air

Hal ini berlaku bagi anggota tubuh yang biasa terlihat maupun tidak. Dalam sebuah hadits dijelaskan bahwa seumpama rambut perempuan tersebut sedang diikat maupun dikepang, maka wajib hukumnya untuk melepaskannya lebih dahulu. Intinya, memastikan air sampai pada pangkal kepala.

صُبُّ عَلَى رَأْسِهَا فَتَدْلُكُهُ دَلْكًا شَدِيدًا حَتَّى تَبْلُغَ شُئُونَ رَأْسِهَا

Kemudian hendaklah kamu menyiramkan air pada kepalanya, lalu menggosok-gosoknya dengan keras hingga mencapai akar rambut kepalanya”

Selain itu, masih dalam rangka memenuhi tujuan ini, disunahkan juga untuk membersihkan bagian bawah kesepuluh kuku tangan dan kaki, telinga, menghisap air dalam hidung, bagian dalam vagina, serta sela-sela dubur.

  1. Mengambil Kapas untuk Membersihkan Darah Haid

Selain itu, dianjurkan bagi para wanita untuk membawa kapas ketika mandi besar, gunanya untuk membersihkan tempat keluarnya darah. Caranya ambil potongannya sebesar ujung jari, lalu dimasukkan ke dalam lubang vagina demi mengecek bahwa darah haid sudah benar-benar berhenti.

صَةً مِنْ مِسْكٍ فَتَطَهُّرُ بِهَا قَالَتْ كَيْفَ أَتَطَهُّرُ بِهَاقَالَ تَطَهَّرِي بِهَاسُبْحَانَ اللهِ.قَالَتْ عَائِشَةُ وَاجْتَذَبْتُهَا إِلَيَّ فَقُلْتُ تَتَبْعِي بِهَاأَثَرَا لدَّمِ

“Hendaklah dia mengambil sepotong kapas atau kain yang diberi minyak wangi kemudian bersucilah dengannya. Wanita itu berkata: “Bagaimana caranya aku bersuci dengannya?” Beliau bersabda: “Maha Suci Allah bersucilah!” Maka ‘Aisyah menarik wanita itu kemudian berkata: “Ikutilah (usaplah) olehmu bekas darah itu dengannya(potongan kain/kapas).” (HR. Muslim: 332)

Dalam hadits tersebut sekaligus diterangkan mengenai kesunahan-kesunahan lain yang meliputi menggunakan minyak kasturi, misk atau lainnya. Hal demikian berguna untuk menghilangkan bekas bau amis maupun anyir dari darah haid.

  1. Melakukan Rukun Mandi Lengkap

Yang dimaksud dengan rukun mandi yaitu mengguyur air pada seluruh tubuh. Mulai ujung rambut hingga pucuk kaki. Bagi perempuan pada era saat ini, tentu saja meliputi perintah keramas, memakai sabun dan menyikat gigi.

أَمَّا أَنَا فَآخُذُ مِلْءَ كَفِّى ثَلاَثاً فَأَصُبُّ عَلَى رَأْسِى ثُمَّ أُفِيضُهُ بَعْدُ عَلَى سَائِرِ جَسَدِى

“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR. Ahmad 4/81. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari Muslim

Selain itu, Nabi Muhammad juga mencontohkan secara detail mengenai tata cara mandi yang sempurna sesuai dengan kebiasaan Beliau. Tentu sebagai umat muslim pecinta Rasul, akan lebih afdhal meneladani contoh tersebut secara gamblang.

عَنْ عَائِشَةَ زَوْجِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ إِذَا اغْتَسَلَ مِنَ الْجَنَابَةِ بَدَأَ فَغَسَلَ يَدَيْهِ ، ثُمَّ يَتَوَضَّأُ كَمَا يَتَوَضَّأُ لِلصَّلاَةِ ، ثُمَّ يُدْخِلُ أَصَابِعَهُ فِى الْمَاءِ ، فَيُخَلِّلُ بِهَا أُصُولَ شَعَرِهِ ثُمَّ يَصُبُّ عَلَى رَأْسِهِ ثَلاَثَ غُرَفٍ بِيَدَيْهِ ، ثُمَّ يُفِيضُ الْمَاءَ عَلَى جِلْدِهِ كُلِّهِ

“Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248 dan Muslim no. 316)”

Demikianlah penjelasan mengenai tata cara mandi wajib setelah haid yang benar menurut Islam. Semoga bermanfaat bagi Anda untuk melaksanakan salah satu kewajiban tersebut sesuai dengan ajaran syariat Islam. Amin.

Referensi