Apakah Wanita Dapat Sejajar Dengan Pria?

“Sesungguhnya laki-laki dan wanita memang berbeda, bila wanita usia reproduksi maksimal sehat 35 tahun, dan indung telur semakin melemah dan kualitas indung telur juga kurang baik, dikala itu wanita sudah dianggap tua untuk melahirkan. Sedangkan pada laki-laki, kualitas sperma masih tetap baik bahkan sampai usia 70 tahun sekalipun. Bahkan sperma laki-laki masih mampu membuahi indung telur dan menghasilkan anak yang sehat. Sebaliknya, jika sel telur yang dibuahi dari wanita berusia lebih dari 35 tahun akan menghasilkan anak yang kemungkinan besar mengalami cacat mental atau yang kenal dengan kasus down syndrom. Memang sich, ada juga yang sehat, tetapi perbandingannya hanya 1 : 89, dan ini semua tergantung pada keadaan dan umur si wanita bukan pada lelaki”. Demikian Dr. Mira, salah seorang dokter kandungan yang kutemui di sebuah rumah sakit Mitra menjelaskan dengan gaya yang sangat meyakinkan dan membuat hatiku tercekat dan merasa dunia tidak adil pada wanita, apalagi wanita yang beranjak tua seperti diriku. Setelah bertemu Dr Mira, aku menjadi semakin merasa tua dan lemah. Dalam diam aku melirik suamiku yang gagah sedang menyetir disebelahku, hmm, lelaki, semakin tua semakin jadi, pikirku masgul.

Tiba-tiba terdengar suara nyaring ceramah Ustad Ilyas dari radio di mobilku, “Jadi ibu-ibu, kalau wanita mendapatkan 1/3 bagian dari warisan dan lelaki mendapat 2/3 bagian dari warisan dan”. Perlahan kumatikan, bisikku sambil meringis, “Maaf ustad, saya tidak perduli dengan harta warisan, karena warisan orang tua sayapun hanya sebidang kebon pisang yang banyak monyetnya, tapi mengapa dunia terasa takadil bagi wanita.”

Lelaki boleh punya istri empat, namun wanita haram untuk punya suami banyak (hmm… capek dech, punya suami banyak, ucapku takit). Wanita juga bila ketahuan berselingkuh, dunia seakan menghujatnya. Dan tiada maaf bagi wanita sebagai istri bila ketahuan macam-macam dengan pria lain, namun tidak untuk laki-laki, ada sejuta maaf untuknya bila mereka menyeleweng.

Perlahan, mobil tua kami masuk kedalam rumah. Setumpuk pakaian kotor terbayang dibenakku, disamping botol susu anak-anak yang belum dicuci. Sementara waktu menunjukkan pukul 11.00 siang, waktunya makan siang namun pekerjaan kantor yang kubawa pulang kerumah belum tersentuh sedikitpun dan bayangan lembur malam ini begitu membuat kepalaku terasa semakin pecah. Diam-diam aku berdo’a, semoga malam ini suamiku tidur cepat dan tidak meminta bagiannya pada malam ini dan semoga malam ini hujan tak turun sehingga kami dapat tidur dengan jam tidur masing masing tanpa harus tidur bersama menghangatkan malam. Kubuka pintu kamar suamiku, berharap sedikit bantuannya namun hatiku tak tega melihatnya yang sedang asyik mengerjakan sesuatu dengan komputernya. Mungkin pekerjaan kantor yang juga dibawanya dari kantor pikirku antara kasihan dan jengkel. Lagi-lagi kurasakan tidak adil karena beban kerja rumah dan kerja kantor menumpuk menjadi satu dalam kepalaku yang sudah mulai terasa lengket karena tak sempat keramas sejak dua hari lepas.

Jilbab katun lebarku segera kuganti dengan jilbab kaus, memang di rumah sudah 3 minggu ini aku selalu memakai jilbab kaus karena adik lelaki suamiku yang akan masuk universtas dikota kecil kami menginap disini. Dan sayangnya dia laki-laki dan kalau mau jujur, bebanku bertambah satu yaitu memasak untuknya tanpa bantuan sedikitpun serta menggunakan jilbab dan pakaian lengkap dengan kaos kaki kemana-mana, beda dengan lelaki, mereka bisa berjumpa siapa saja tanpa harus berpakaian lengkap dari atas sampai bawah seperti aku ini.

Subhanallah, Maziya putri kecilku pun sudah menyatakan protesnya menjadi seorang wanita. Katanya pada suatu pagi,”Abang enak, boleh main sepeda kemana mana, Ziya enggak, abang juga enak langsung pergi tanpa pakai apa-apa, Ziya mesti ganti baju dulu, kaos panjanglah, jilbablah, rengutnya lucu. Enak banget jadi anak lelaki, gak repot”. Bayangkan, pikiranku, anak gadisku, putri kecilku dan juga mungkin beratus wanita lainnya sama yaitu,enak banget jadi laki-laki. Dunia tidak adil buat wanita, betulkah?

Lagi-lagi, Al Quran menjawab segalanya, ”Sungguh, laki-laki dan perempuan muslim, laki-laki dan perempuan mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar" ( QS Al Ahzab : 35 )

Dengan bersemangat, kembali kuteruskan kerja rumahku dan akan ku lanjutkan kerja kantorku serta kuteruskan kerjaku sebagai seorang istri. Kalau sempat akan ku cium kaki suamiku dengan satu niat yaitu ikhlas saja dan semua diniatkan dalam rangka ibadah. Tak peduli lelaki lebih beruntung dari sisi apapun, yang penting bagaimana aku menjadi wanita yang beruntung, bisa masuk surganya tanpa hisab. Amiin!

“Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang mukmin dan perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada pilihan (yang lain) bagi mereka tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rosul-Nya, maka sungguh, dia telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata” ( QS Al Ahzab : 36 )

Quiz: Apa betul laki-laki lebih beruntung dari wanita?