Adilkah Melarang Pembangunan Gereja di Indonesia?

Assalamualaikum wr wb,

Ustad yang dirahmati Allah S. W. T, pertanyaan saya adalah sebagai berikut:

1) Adilkah melarang pembangunan gereja di Indonesia, sementara itu umat Islam di Australia menuntut pembangunan masjid dan sekolah diCamden, Sydney?

Menurut berita yang saya dengar, salah satu alasan penolakanmasyarakat Camden adalah karena mereka tidak ingin jumlah penduduk muslim bertambah. Bila dibandingkan dengan alasan penolakan umat Islam di Indonesia dalam pembangunan gereja adalah karena mereka tidak ingin Kristenisasi menyebar luas. Sepintas ada kesamaan di antaraalasan kedua pihak yang menolak.

2) Apakah bisa disimpulkan bahwa bilapembangunan gereja dilarang di Indonesia, maka pembangunan masjid juga perlu dilarang di Sydney, begitupun sebaliknya?

Mohon petunjuk Ustadz

Wassalamualaikum wr wb

Nhlb

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Umat Islam di Indonesia tidak pernah melarang pembangunan rumah ibadah agama apa pun. Yang membuat mereka keberatan kalau rumah ibadah itu dibangun di tengah komunitas beragama Islam.

Seandainya gereja dan rumah ibadah itu dibangun di tengah komunitas agama tersebut, atau setidaknya bukan di tengah-tengah penduduk muslm, tentu saja umat Islam tidak pernah keberatan.

Buktinya di Bali, justru umat Islam yang kesulitan membangun masjid. Sebab Umat Islam di sana minoritas. Padahal mereka tidak membangun masjid di tengah komunitas Hindu, mereka membangunnya di tengah komunitas muslim, tetapi tetap saja dihalangi.

Pemutar-balikan Fakta

Namun entah bagaimana, berita yang tersebar justru diputar-balik. Seolah-olah umat Islam menghalangi agama lain membangun rumah ibadahnya. Dan biasanya, disusul dengan tindakan anarkis menghancurkan gereja.

Padahal yang terjadi adalah para penyebar Injil ingin melakukan pemurtadan terhadap umat Islam. Sudah tahu bahwa Indonesia ini dihuni oleh mayoritas muslim, kok bisa-bisanya melakukan pemurtadan dengan membangun gereja di tengah-tengah komunitas muslim.

Wajar bila umat Islam marah, wajar bila mereka tersinggung. Pemeluk agama mana pun pasti akan tersinggung kalau umatnya ditarik-tarik dan diajak-ajak untuk keluar dari agamanya. Apalagi pakai bangun gereja segala di tengah komunitas itu.

Dan oleh karena itu sudah Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No 01/BER/mdn-mag/1969. Isinyamengatur masalah pembangunan rumah ibadah di negeri ini. Salah satu ketentuannya, minimal memiliki 90 jamaah dan minimal 60 warga di lokasi pembangunan telah menyetujui.

Sayangnya, syarat yang sangat logis dan masuk akal itu tidak pernah bisa dipenuhi. Karena tujuan pembangunan rumah ibadah itu memang semata-mata ingin memurtadkan, jadi mana mungkin tercapai syarat itu.

Oleh para misionaris yang memang ingin memurtadkan umat Islam, SKB inilah yangselalu dipermasalahkan. Maunya mereka, SKB ini dicabut agar mereka bebas memurtadkan umat Islam. Lalu mereka sebarkan isu bahwa umat Islam menghalangi agama lain membangun rumah ibadah.

Kalau umat Islam keberatan umatnya dimurtadkan, tentu saja amat wajar. SKB dua Menteri itu sudah sangat adil dan masuk akal.

Islamic Center di Negeri Minoritis Muslim

Adapun yang terjadi di negeri minoritas muslim jauh berbeda kasusnya. Kebanyakan di Barat, orang-orang sudah tidak mau beragama. Bahkan sedikit yang percaya kepada agama Kristen. Sebagian besarnya malah tidak percaya sama sekali dengan Jesus dan Bible.

Agama nasrani boleh dibilang sudah ditinggalkan oleh bangsa Barat lebih dari 200-an tahun yang lalu.

Di tengah kegundahan dan pencarian yang tak berujung terhadap makna kehidupan, beberapa kalangan di barat itu ada yang mulai berkenalan dengan agama Islam. Bahkan tidak sedikit dari mereka yang secara tegas menyatakan beriman kepada Muhammad SAW dan masuk Islam.

Sehingga kebutuhan mereka atas pengajaran ilmu dan agama Islam sudah tidak bisa dibendung lagi. Mereka pun bahkan rela mengumpulkan dana untuk membeli lahan atau gedung untuk dijadikan pusat aktifias.

Aktifitas mereka ini sama sekali tidak bisa disamakan antara aktifitas para misionaris Kristen di Indonesia. Di Indonesia, para misionaris itu datang ke rumah penduduk muslim untuk mengiming-imingi mereka dengan makanan, minuman, bea siswa, lowongan pekerjaan, wanita dan berbagai media lainnya. Intinya, mereka merayu umat Islam untuk murtad dari agamanya.

Sedangkan kegiatan di Islamic Center sama sekali jauh dari kesan merayu atau membujuk-bujuk. Yang datang adalah orang-orang yang ingin mendapatkan kebenaran yang hakiki tentang ajaran Islam. Selama ini mereka belum pernah tahu kalau Islam itu indah, baik, adil, bersih dan santun.

Yang mereka ketahui lewat media massa milik Yahudi justru sebaliknya, Islam dan umatnya selalu diidentikkan dengan kebodohan, kekerasan, kedegilan dan terotisme.

Tapi sepintar-pintarnya menghasud, akhirnya kebenaran tidak bisa dipungkiri. Apalagi setelah ada internet, semakin banyak saja orang Barat yang jatuh hati kepada agama Islam. Bukan kepada iming-iming makanan, roti, wine, beasiswa atau perempuan. Sebab orang barat sudah jauh lebih makmur dari sekedar dirayu macam hewan sirkus.

Yang mereka cari adalah fakta kebenaran. Dan mereka telah mendapatkannya di dalam agama Islam. Jadi kalau orang Barat sendiri yang rela belajar agama Islam di berbagai Islamic Center, tentu tidak ada seorang pun yang berhak untuk menghalangi. Sebab Barat itu menganut paham kebebasan. Siapa saja boleh beragama apa saja, termasuk memeluk agama Islam.

Apalagi ditambah bahwa gereja di sana semakin hari semakin ditinggalkan orang, tidak sedikit yang kemudian dijual. Kalau kebetulan umat Islam yang membelinya, bukan karena ingin menghina umat Kristiani. Tetapi karena gereja di sana memang dijual dengan sangat murah.

Maka jawaban singkat dari apa yang anda tanyakan itu adalah umat Islam hanya meminta apabila ada gereja mau dibangun di suatu tempat, hendaknya di wilayah itu memang ada jamaahnya. Bukan cuma satu orang tetapi setidaknya ada 90 orang. Buat apa membangun gereja kalau isinya cuma satu orang. Pasti buat memurtadkan umat Islam, kan?

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc