Belajar Islam Ikut Jamaah Hijrah

Assalamualaikum,

Ustaz yang dirahmati Allah,

Beberapa bulan ini saya tertarik untuk belajar mengenai Islam setelah membaca beberapa buku.

Saya diajak oleh teman saya untuk mengikuti sebuah komunitas/sistem Islam (diin Islam). Berdasarkan informasi yang saya tahu dari teman saya tersebut, kepemimpinan di komunitas itu sama seperti zaman Rasulullah, ada satu pemimpin dan yang lainnya menjadi jamaah.

Sebelum memasuki komunitas tersebut, saya akan diminta komitmen dengan berikrar ‘syahadat’ di hadapan petugas dari diin Islam.

Pada awalnya saya bersungguh-sungguh mau memasuki komunitas ini. namun belakangan ini saya jadi agak ragu, karena masih ada beberapa hal yang menurut saya masih ada yang bertentangan dengan yang saya pahami sebelumnya, seperti "sesibuk apapun saya, saya harus siap untuk mengikuti pembinaan yang dilakukan (kadang-kadang mendadak), sekalipun harus meninggalkan kuliah, pekerjaan, dll, dengan alasan panggilan dari diin Islam. "

Yang saya pahami sebelumnya adalah bahwa manusia itu harus berada di pertengahan antara akhirat dan dunia, maksud saya manusia harus mengejar akhirat namun tidak meninggalkan bagiannya di dunia.

Dengan munculnya keraguan ini adalah beban yang cukup berat bagi saya. Saya khawatir jika saya tidak mengambil kesempatan yang sudah diberikan pada saya, maka saya termasuk orang yang tidak mau berhijrah. Di surat An-Nisa ayat 97, Allah mengancam orang yang tidak mau berhijrah dengan neraka Jahannam. Tapi di sisi lain, saya tidak tahu apakah komunitas yang saya masuki benar-benar baik menurut pandangan Allah.

Saya juga punya kekhawatiran bahwa dengan menanyakan pertanyaan ini pada ustaz hanyalah bisikan setan untuk menghambat saya hijrah ke sistem Islam, seandainya komunitas yang saya masuki adalah benar-benar Islam.

Menurut ustaz, bagaimana komunitas yang saya ceritakan ini? Apakah benar menurut syariat Islam?

Terima Kasih

Wassalamualaikum

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Kalau niat anda ingin belajar agama Islam, nampaknya anda salah alamat bila nyatanyaharus dengan cara ikut kepada suatu jamaah tertentu. Apalagi gaya jamaah itu ‘aneh’ dan tidak sesuai dengan apa yang anda rasakan.

Sebaiknya anda berhenti dari jamaah itu, karena dari indikasi yang anda sampaikan, kuat tercium aroma yang kurang beres. Misalnya keharusan untuk membaca ulang syahadat ketika masuk ke dalamnya. Juga keharusan untuk meninggalkan kuliah hanya karena ada panggilan dari jamaah itu. Dan juga kewajiban berhijrah secara pisik yang dibebankan kepada anda.

Hal-hal ini merupakan indikator ketidak-beresan konsep (fikrah) syariah Islam yang dianut jamaah itu. Karena kedua pemikiran itu tegas bertentangan dengan syariah Islam.

Baca Syahadat Untuk Masuk Jamaah

Kesalahan paling fatal dari jamaah yang anda ikuti adalah kewajiban untuk membaca ulang dua kalimat syahadat untuk bisa masuk ke dalamnya.

Dengan mengharuskan setiap anggota baru bersyahadat ulang di hadapan imam atau pimpinan, maka jamaah ini telah memvonis bahwa orang yang tidak ikut ke dalam jamaahnya adalah orang kafir, bukan muslim.

Dan ini adalah sebuah pemikiran asing dalam syariah Islam. Tidak pernah ada fatwa ulama, atau hadits nabawi, apalagi ayat Al-Quran yang mulia, yang memuat pemikiran salah ini.

Dalam konsep ajaran Islam yang benar, semua bayi lahir dalam keadaan muslim. Bahkan bayi dari keluarga non muslim sekalipun, tetap dianggap muslim di sisi Allah SWT. Walau pun diperlakukan sebagai anak orang kafir, dalam arti kalau meninggal dikuburkan di pemakaman non Islam. Namun di sisi Allah, bayi itu muslim.

Apalagi bayi dari keluarga muslim, sudah pasti 100% beragama Islam. Tidak perlu lagi berikrar syahadatain, apalagi harus di depan seorang imam. Dalil quran yang mana yang mewajibkan hal itu? Hadits yang mana yang mewajibkannya? Fatwa ulama yang mana yang menuliskan hal itu?

Jawabnya tidak ada, kecuali fatwa (baca:doktrin) dari pemilik jamaah itu. Jelas dia punya interes tersendiri ketika mengharuskan setiap anggota baru bersyahadat ulang di depan dirinya. Intinya, dia harus mengikat secara psikologis calon-calon korbannya agar bisa didoktrin apa saja, dan salah satu ancamannya adalah status kafir.

Pemikiran seperti ini sudah sejak awal salah dan keliru total. 14 abad lamanya berjalan syariah Islam di muka bumi, tidak pernah ada ulama yang membenarkannya, sebaliknya mereka sepakat mengatakan bahwa pemikiran ini salah, sesat, keliru, dan bahkan keluar dari ajaran Islam.

Kewajiban Hijrah

Kewajiban hijrah yang didengungkan oleh jamaah itu menyesatkan, karena hijrah secara pisik ke Madinah hanya berlaku di masa nabi Muhammad SAW, itu pun hanya berlaku buat para shahabat yang tinggal di Makkah.

Ada pun para shahabat lain yang di luar Makkah dan tidak mendapatkan tekanan dari para pemuka Quraisy, tidak diwajibkan untuk berhijrah. Riwayat sirah nabawiyah menyebutkan bahwa banyak para shahabat nabi yang hidup di luar kota Madinah, namun mereka tetap dianggap muslim.

Misalnya An-Najasi yang menjadi raja di negerinya, Habasyah. Beliau muslim dan ketika wafat, Rasulullah SAW menshalati jenazahnya. Tetapi perintah hijrah ke Madinah tidak berlaku untuknya.

Ribuan orang yang tinggal di berbagai qabilah di sepanjang jazirah arabia, tidak ada yang harus ‘diungsikan’ atau ‘diurbankan’ masuk ke kota Madinah. Mereka tetap tinggal di berbagai wilayah masing-masing. Tidak ada mobilisasi massal dari seluruh gurun pasir untuk masuk ke kota Madinah.

Jadi kewajian hijrah di masa itu hanya berlaku untuk penduduk Makkah saja, tidak berlaku untuk yang tinggal di luar Makkah. Dan keadaan mereka tidak pindah ke Madinah, tidak pernah membatalkan keIslaman mereka. Rasulullah SAW tidak pernah menjatuhkan vonis kafir kepada orang yang tidak tinggal di Madinah.

Tidak pernah ada hadits -bahkan yang paling dhaif sekalipun- yang memvonis bahwa shahabat yang tidak tinggal di kota Madinah adalah orang kafir dan tidak dianggap sebagai muslim.

Kalau hari ini ada pemikiran -apalagi gerakan- untuk melakukan hijrah secara pisik, dari semua tempat ke satu titik tertentu yang ditentukan, kita tidak pernah menemukan dalilnya. Apalagi sampai mengeluarkan vonis kafir kepada mereka yang tidak pindah ke komplek itu. Jelas lah kesesatan jamaah ini sejak dini.

Jamaah yang mendoktrin anggotanya dengan pemikiran sesat seperti ini tidak akan berani untuk menguji kebenaran doktrinnya di hadapan khalayak umat Islam, apalagi di hadapan para ulama besar. Karena para petinggi jamaah itu tahu persis bahwa apa yang mereka doktrinkan itu 100% sesat. Jadi yang mereka lakukan adalah bergerilya mencari domba tersesat untuk dikelabuhi dan ditipu mentah-mentah. Sambil mengharuskan gerakan tutup mulut dan menjaga kerahasiaan keberadaan mereka.

Ujung-ujungnya, gerakan ini tidak lain hanya meminta uang daripara anggotanya, dengan nilai yang tidak terbayangkan. Para petingginya bisa hidup super mewah dan gellimang uang.

Belajar Agama Islam

Kalau niat anda ingin belajar agama Islam, yang harus anda datangi adalah para ulama yang ahli di bidang ilmu-ilmu keIslaman, yang mengajarkan ilmunya dengan terbuka, tidak sembunyi-sembunyi. Sebab ilmu yang diajarkan adalah ilmu yang benar, maka buat apa harus sembuyi? Sembunyi dari apa?

Ulama yang harus anda datangi adalah mereka yang punya kapasitas dalam bahasa arab, karena kunci belajar Islam adalah bahasa arab.

Kemudian, ulama lainnya adalah ahli qiraat, di mana anda belajar dari beliau berbagai ilmu Al-Quran, misalnya ilmu tajwid.

Kemudian anda harus mendatangi ulama yang ahli dalam ilmu tafsir, di mana anda belajar isi kandungan Al-Quran dengan merujuk kepada ribuan kitab tafsir yang muktabar.

Kemudian anda perlu mendatangi ulama ahli hadits, dari beliau anda menimba ilmu-ilmu tentang hadits, mulai dari matan, syarah, kritik hadits hingga anda mampu melakukan takhrij hadits sendiri.

Kemudian anda wajib datang kepada ulama ahli fiqih, dari beliau anda akan diajak masuk ke dalam kitab-kitab para ulama di masa lalu dan masa kini yang membahas kesimpulan hukum dari berbagai dalil quran dan sunnah. Anda akan berkenalan dengan berbagai pola istimbath hukum serta fatwa-fatwa, baik yang digagas oleh Abu Hanifah, Malik, Syafi’i dan Ahmad rahimahumullah.

Dan masih banyak lagi ulama muktabar yang perlu anda datangi, untuk menimba ilmu. Inilah manhaj para salafusshalih dalam menimba ilmu. Bukan dengan masuk ke suatu jamaah sesat dan menyesatkan.

Wallahu a’lam bishshawab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc