Benarkah Agama Merupakan Produk Kebudayaan?

Assalamu’alaikum

Ustadz, dalam ilmu sosiologi kita menemukan agama sebagai unsur kebudayaan. Sedangkan kita juga ketahui kebudayaan merupakan hasil manusia

Lalu bagaimana dengan agamaIslam? Bukankahagama Islamditurunkan Allah?Mohon penjelasannya dan terima kasih.

Wassalam

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ilmu sosiologi yang anda pelajari itu buatan siapa? Kalau buatan orang yang beriman, tentu dia tidak akan mengatakan bahwa agama Islam adalah bagian dari kebudayaan, tetapi agama Islam dan juga seharusnya semua agama yang dianut oleh umat manusia berasal dari Allah SWT.

Bedanya, agama Islam yang kita peluk ini adalah agama yang masih terawat, asli dan tidak mengalami penyimpangan. Sedangkan agama selain Islam, baik Kristen Katolik, Protestan maupun Yahudi, meski berasal dari Allah juga, namun sudah sejak awal mengalami pemalsuan dan penyimpangan.

Selain itu ada juga memang kepercayaan yang terkadang disebut sebagai agama dan merupakan hasil budi daya manusia. "Agama’ itu lebih kita kenal sebagai agama ardhi (bumi), karena tidak turun dari langit (baca:Allah), melainkan direkayasa dan dihasilkan oleh otak manusia yang menghuni bumi.

Teori sosiologi yang anda pelajari itu lebih tepat kalau yang dimaksud dengan agama adalah agama ardhi, bukan agama samawi. Dan akan menjadi sebuah kesalahan fatal ketika agama Islam ikut juga dimasukkan ke dalam kelompok agama lain yang merupakan hasil budi daya manusia.

Nah, masalahnya ilmu sosiologi yang anda dan kita semua pelajari itu buatan orang-orang kafir yang bukan beragama Islam. Jadi cara pandangnya sangat dangkal dan terbatas. Soalnya, penulis teori-teori sosiologi itu bukan orang yang beraqidah Islam, melainkan orang kafir non muslim, entah yahudi atau malah mungkin atheis.

Kurikulum Buatan Kaum Kafir

Persoalan yang paling mendasar dalam dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan sosial kita adalah kita dengan mudah menelan mentah-mentah semua teori-teori yang diajarkan oleh orang kafir. Baik dalam bidang sosiologi, psikologi, bahkan sampai kepada sains.

Bukankah sejak masih di bangku SD, umat Islam di Indonesia ini ‘dicekoki‘ dengan teori Charles Darwin, Thomas Robert Malthus dan segudang terorti dusta lainnya? Dan ketika mereka meneruskan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, semakin banyak saja teori-teori kufur yang dijejalkan ke kepala kita.

Coba bayangkan bagaimana dahulu waktu kuliah, kita sebagai mahasiswa seringkali diminta untuk membaca buku-buku referensi yang berbahasa Inggris. Tanpa harus menggenaralisir bahwa semua buku berbahasa Inggris itu berisi akidah yang bertentangan dengan aqidah Islam, namun kenyataannya memang sulit dipungkiri bahwa buku-buku itu ditulis oleh orang yang tidak pernah sujud kepada Allah, tidak pernah basah wajahnya dengan air wudhu’.

Kalau mereka membuat teori lalu bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam, maka kemungkinannya sangat besar. Sayangnya, mentalitas mahasiswa dan dosen kita justru tidak pernah kritis. Semua dilahapnya mentah-mentah dan kemudian diajarkan kembali kepada mahasiswa.

Islamisasi Kurikulum dan Ilmu Pengetahuan

Kalau dipikir-pikir sesungguhnyayang perlu dikerjakan oleh umat Islam di negeri ini cukup banyak, ketimbang tiap hari botak mikirin siapa yang jadi bupati atau Presiden 2009. Ada begitu banyak lahan garap yang selama ini nganggur menunggu mujahid yang berjuang di bidang tersebut. Dan tidak akan lantas berubah meski yang jadi anggota DPR dan Presiden dari kalangan umat Islam.

Lagian untuk menulis ulang materi ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah dan perguruan tinggi, tidak perlu menunggu ada umat Islam yang jadi anggota legislatif atau jadi bupati. Sekarang pun sudah bisa dikerjakan, sebab umat Islam saat ini banyak yang sudah bisa membangun sekolah sendiri.

Sayangnya, yang mereka bangun cuma bangunan pisik sekolahnya saja, sedangkan kurilkulum pendidikannya tetap saja menjiplak dari konsep barat yang kafir dan tidak bertuhan.

Coba hitung berapa banyak umat Islam punya sekolah, mulai dari SDIT, pesantrensampai sekolah boarding, bahkan perguruan tinggi milik ormas Islam juga tersebar di berbagai penjuru nusantara, tapi kurikulumnya tetap mengacu ke sumber-sumber kebatilan yang bertentangan dengan syariah dan aqidah Islam.

Inilah pe-er terbesar yang seharusnya umat Islam sejak dini sudah berkonsentrasi lebih besar di dalamnya. Logikanya, buat apa kita punya sekolah dalam jumlah yang banyak, tapi kurikulumnya sekuler dan anti Islam?

Ayo siapa yang mau berlomba dalam kebajikan?

Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc