Akal Sehat, Descartes dan Rezim Jokowi

Denny melangkah dengan beberapa nama, Descartes, Thomas Paine dan Walters. Juga Socrates. Dari mereka DJA coba menarik kesimpulan bahwa “common sense” itu dipahami dalam spektrum sense orang awam sampai kepada berpikir kritis (critical thinking). Namun, menurutnya, RG tidak jelas posisi akal sehat dalam pemikirannya, plus RG hanya menggunakan akal sehat untuk menyerang kekuasaan saja.

Lalu apa yang dikritik Denny dalam tulisannya? Pertama, DJA menyatakan bahwa akal sehat baik sebagai “common sense” maupun pengertian “critical thinking”, adalah metode berpikir untuk diterapkan di ruang publik (public sphere). DJA mengatakan bahwa sikap RG yang hanya mengeritik pemerintah saja, padahal banyak aktor lainnya di ruang publik, adalah perbuatan menyempitkan akal sehat itu.

Kedua, DJA mengkritik RG yang hanya mengartikan penguasa itu adalah Jokowi. Padahal, seperti di Amerika, kekuasaan ada di pemerintah dan parlemen. Bukankah Prabowo, kata DJA, punya kekuasaan juga via parlemen?

Ketiga, DJA mempertanyakan sikap RG yang menunda kritik terhadap Prabowo setelah 12 menit Prabowo berkuasa. Untuk apa menunda? Bukankah kritik terhadap gagasan calon presiden penting juga diketahui publik?

Tulisan Denny berupa catatan ini tentu harus diapresiasi sebagai bagian pencerahan bagi bangsa kita dalam kemajuan “knowledge, science and civilization”. Berbeda dengan meme2 Denny ketika berperan sebagai buzzer Jokowi, sikap dan tindakan tanpa ilmu.