Akankah Ikhwan Terjun Dalam Pemilu Mesir 2010?

Seiring dengan semakin dekatnya pemilu Mesir pada musim gugur 2010 nanti, spekulasi akan keterlibatan Ikhwan dalam pemilu ini terus menjadi perbincangan. Tahun 2005, Ikhwan ikut dalam pemilu, namun sekarang, pertanyaannya, apakah sekarang pemerintahan Mesir akan mengizinkan jamaah yang dinyatakan sebagai terlarang ini untuk meperebutkan kursi pemilu yang terbuka dan adil?

Di tahun 2005, sistem politik Mesir dikejutkan oleh beberapa hal: tiga putaran pemilu, dan Ikhwan sebagai kandidat independen, yang kemudian memenangkan sepertiga kursi parlemen. Ikhwan memenangkan 34 kursi, setengah dari perolehan Partai Nasional Demokratik (PND) yang memerintah. Kekuatan seperti ini bisa dicapai oleh Ikhwan, karena pemerintah Mesir mengizinkan Ikhwan terlibat pemilu dengan asumsi menganggap enteng terhadap kekuatan Ikhwan.

Sebelum putaran kedua digelar, Mesir terlebih dahulu menangkap 900 orang anggota Ikhwah, dan ratusan lainnya lagi pada putaran ketiga; para preman—dibayar oleh pemerintah—dikerahkan ke jalan menghadang Ikhwan dan pendukungya, lembaga polling ditutup dalam dua putaran berikutnya, dan para tentara diperintahkan untuk mencegah pemilih ke tempat pemungutan suara. Hasilnya, Ikhwan tetap memenangkan 88 kursi, atau 20 persen dari 444 kursi di Magles al-Sha’b, parlemen Mesir. Jumlah yang lebih banyak daripada partai oposan manapun, sepanjang sejarah Mesir.

Sejak saat itu, pemerintah Mesir mulai sadar dan terbuka, bahwa melibatkan Ikhwan dalam pemilu adalah kesalahan besar. Mesir menggunakan berbagai cara untuk menghalangi Ikhwan dalam proyek pemilu, atau setidaknya lingkup keterlibatannya. Pemilihan ketua parlemen pada April 2006 ditunda sampai dua tahun, dan ketika akhirnya dilaksanakan, pemerintah menerima semua pelamar, kecuali 21 calon dari kandidat Ikhwan.

Tahun 2007, kandidat Ikhwan kembali tidak dilibatkan. Menurut Dr. Muhammad Habib, wakil ketua  satu Ikhwan yang juga berstatus  profesor geologi di Universitas Assiut, Jamaah Ikhwan akan mempertimbangkan keterlibatan dalam pemilu 2010 berdasarkan tiga faktor: Format legal pemilu, status hukum yang jelas, dan kehendak rakyat Mesir secara umum.

Untuk isu yang pertama, amandemen konstitusi tahun 2007 telah mengeluarkan Ikhwan dari sistem pemilu, bahwa sistem pemilihan Mesir adalah "Partai politik tidak boleh berdasarkan prinsip agama." Pada poin kedua, amandemen telah meminggirkan kekuasaan hukum dari pengawasan pemilu secara langsung, menggantikan hakim, dengan sebuah komisi pemilihan khusus yang berada di bawah kendali pemerintah. Komentar Habib mengindikasikan bahwa Ikhwan tak ingin lagi terjebak pada pemilihan ketua parlemen seperti tahun 2008, di mana Ikhwan akhirnya tidak punya pilihan lain selain memboikot pemilu tersebut. Isu yang ketiga—kehendak rakyat banyak—adalah isyarat dari rakyat yang memang mendukung Ikhwan.

Dr. Essam el-Urian, mantan anggota parlemen Mesir pada tahun 1987-90 mengatakan bahwa selama ini, yang menentukan siapa pemenang pemilu di Mesir hanya satu orang. Bukan rakyat, parlemen ataupun militer. "Hanya satu orang yang terus menentukan siapa pemenang pemilu. Orang itu berada dalam pemerintah. (maksudnya Mubarak-red)"

Ikhwan adalah Jamaah besar yang mempunyai sayap politik dan sosial, karena itu Ikhwan sekarang tidak punya keharusan untuk terus berpartisipasi dalam pemilu. Sedikitnya ada tiga generasi dalam tubuh Ikhwan.

Ibrahim el-Houdaiby, yang merepresentasikan golongan kaum muda berusia 20 tahunan, berkata bahwa sebuah kesalahan jika Ikhwan terus berkutat dalam pemilu dan ambisi politik. "Ketika kita bertingkah seperti partai politik, kita akan kalah dalam memperjuangkan Islam." Houdaiby berkata jika Ikhwan terlibat dalam politik, sebaiknya Ikhwan tidak berusaha membentuk partai politik sendiri, tapi memberikan suara dan dukungan pada Partai Wasat, yang mewakili generasi lain dari aktivis Ikhwan.

Semakin rumit, Mahdi Akif telah resmi mengeluarkan pernyataan bahwa ia tak akan lagi melanjutkan kepemimpinannya setelah masa jabatannya selesai pada Januari 2010. Bahkan mungkin segera mengundurkan diri dalam waktu dekat ini. Ini menghadirkan pertanyaan baru: Apakah Ikhwan akan melanjutkan estafet kepempinan ke tangan generasi muda yang cenderung defensif dan konservatif dalam kehidupan politik, ataukah masih di tangan mereka yang progresif?

Pertanyaan terakhir adalah, apakah pemerintah Mesir dan Partai PND akan memberikan tempat kepada oposisi di tahun 2010? Bahkan jika ikhwan bersikeras terlibat dalam pemilu, Dina Sherata dari al-Ahram Center for Strategic Studies berkata, "Kami harap Ikhwan tak akan diizinkan untuk ikut pemilu." PND tampaknya akan segera membagi jatah pemilu kepada Wafd, Tagammu, bahkan partai liberal Ghad yang dipimpin Ayman Nour. Inilah yang akan meminggirkan Ikhwan dan menunjukan bahwa AS, dan kecenderungan bersikap tidak demokratis masih sangat kuat.

Para qiyadah (pemimpin) Ikhwan jelas bertanggung jawab apakah mereka akan terlibat dalam pemilu 2010. Ikhwan mempunyai konstituen dan kader dakwah yang demikian banyak, mulai dari pekerja jalanan, sampai mahasiswa, kaum muda sampai profesional, beserta anggota militer sampai elit pengusaha. Kesalahan langkah apapun yang diambil Ikhwan dalam menentukan pemilu 2010, Ikhwan akan tetap terorganisasi.

Namun pertanyaannya: apakah jamaah Ikhwan akan bertambah kuat dengan generasi tua yang memegang kendali dan menginginkan keterlibatan politik, ataukah Ikhwan akan mulai melemah, karena berkurangnya kekuatan generasi muda yang ingin Ikhwan agar tetap menjadi institusi dan jamaah dakwah, tanpa ambisi politik yang amburadul dalam pemerintahan seperti Mesir sekarang? (sa/ced)