Awas Sound Bite “Presiden 3 Periode”

Jokowi sendiri maupun lewat Fadjroel atau juga Mochtar Ngabalin tidak pernah menegaskan, misalnya, pihaknya  akan mencegah amandemen UU 45 berkait dengan masa jabatan Presiden RI.

Berbicara soal jabatan Presiden RI, Jokowi malah punya jejak digital semasa menjabat Gubernur DKI. Masih segar dalam ingatan waktu itu dia mengatakan “mikir aja ndak untuk jadi presiden,” katanya.

Faktanya, beliau malah meninggalkan kursi Gubernur DKI, ikut kotestasi Pilpres pada 2014. Ia pun berhasil terpilih sebagai orang nomer satu di Indonesia, dan  bahkan sudah menjabat priode kedua (2019-2024).

Tunggu. Ulasan ini bukan mau menilai perbedaan kata dan tindakan Pak Jokowi. Yang mau dibahas soal pernyataan politik. Pernyataan politik selalu mempertimbangkan situasi dan dinamika masyarakat saat itu diucapkan.

Tentu saja Jokowi keliru jika menyambut gembira wacana presiden periode ketiga saat ini.

Pertama, jelas bertentangan dengan konstitusi. Yang kedua, itu sangat tidak etis dikemukakan pada saat masyarakat dihadapkan pada situasi pandemi Covid-19 yang sangat genting di Tanah Air.

Masyarakat akan menilai Jokowi tak punya empati pada penderitaan masyarakat banyak. Biar saja peneliti Mohammad Qodari yang gencar mewacanakan “presiden 3 priode” menerima risiko dituduh sebagai intelektual  yang asosial.

Atau sejenis “Qorin” jaman now. Ketiga, Jokowi tentu tidak mau merusak harapan banyak tokoh yang akan maju bertarung di Pilpres nanti. Kebetulan, kebanyakan pula adalah bawahannya, sekian  menteri, pimpinan parpol koalisi, dan gubernur/kepala daerah.