Benarkah Fikri, Adi & Faisal Adalah Polisi Penembak 6 Laskar FPI?

eramuslim.com

by M. Rizal Fadillah

Pertanyaan ini muncul sehubungan dengan beredarnya di media sosial Oppositeleaks  yang menayangkan foto dan pelaporan Briptu Fikri Ramadhan kepada Mabes Polri tanggal 7 Desember 2020 yang disertai dua orang saksi, yaitu Bripka Faisal Khasbi dan Bripka Adi Ismanto. Uniknya, terlapor adalah enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) yang meninggal ditembak.

Banyak pernyataan publik yang mendesak agar Kepolisian segera mengumumkan  siapa nama-nama penembak dan personal lain yang terlibat dalam kasus yang menjadi perhatian nasional, bahkan dunia tersebut. Kualifikasi kejahatan teringan berdasarkan Laporan penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) adalah pelanggaran HAM dengan indikasi unlawful killing.

Bungkamnya Polri selama ini  sampai sekarang tentang siapa-siapa anggota polsisi yang telah melakukan penembakan hingga tewas tersebut tentu dapat menimbulkan banyak spekulasi. Ini kondisi yang tidak sehat. Dugaan bahwa Kepolisian sedang berfikir keras dan mencari skenario penyelamatan wajah korps memang wajar menjadi opini publik. Korban tewas karena ditembah, mau diputar menjadi penjahat. Sementara pembunuh mau dijadikan sebagai pahlawan.

Munculnya tiga nama anggota polisi, seperti Fikri, Adi, dan Faisal didapat Oppositeleaks 6890 dari pelaporan 7 Desember 2020. Artinya, laporan itu dibuat masih pada hari yang sama dengan terjadinya peristiwa pembunuhan dini hari tersebut. Aksi pembunuhan tersebut sendiri dimulai jam 23.45 WIB tangga 6 Desember 2020.

Briptu Fikri Ramadhan menerangkan tindakan aparat melakukan hal tersebut tak lain sebagai “tindakan tegas dan terukur kepada pelaku”. Publik menilai ini untuk mengganti diksi “menembak” (bacaan lain “membantai” dan “menyiksa”). Ada tiga hal kemungkinan terhadap tiga nama di atas.

Pertama, Briptu Fikri, Bripka Adi, dan Bripka Faisal itulah orang-orang yang sebenarnya melakukan penembakan. Sehingga yang ketiganya yang paling siap untuk mempertanggungjawabkan hingga ke proses hukum di peradilan sesuai peristiwa atau skenario peristiwa.

Kedua, bukan ketiganya yang menjadi pelaku penembakan. Tetapi mereka beertiga menjadi “pemeran pengganti”, sekedar sebagai formalitas untuk melaporkan. Kemungkinan masih ada pelaku lain, baik yang dari anggota Polri atau instansi lain yang menjadi eksekutor sebenarnya.

Ketiga, anggota Polri dan instansi lain berkolaborasi untuk mengeksekusi. Artinya, kemungkinan bisa lebih dari tiga orang personil di atas. Proses penguntitan dan pembuntutan dilakukan bukan oleh satu atau dua orang. Banyak orang dan pihak yang diduga terlibat.

Lalu siapa sebenarnya mereka itu? Tentu sangat mudah untuk diketahui oleh lembaga Kepolisian yang telah mengakui bahwa penembakan dilakukan oleh aparat polisi. Hanya hingga kini terjadi ke anehan, bahwa hal yang mudah ini justru  tidak mau diungkap.

“Jangan gras- grusu“, kata seorang pejabat dari Markas Besar Kepolisian. Ini bukan soal grasa-grusu Pak Polisi. Tetapi fakta kejahatan yang mesti segera diusut. Justru nyata betapa lambat kasus ini ditangani. Wajar kalau publik bertanya-tanya tentang skenario yang dipakai polisi untuk kasus ini.