Catatan ringan Politik Etik: Antara No Free Lunch dan Komprador

Eramuslim.com – Ada dua pola politik yang melekat dalam sistem kolonialisme: 1) politik pecah-belah dan adu domba alias devide et impera; 2) politik etik.

Dibanding politik etik, politik devide et impera lebih dominan bahkan cenderung lestari. Kenapa? Bahwa di tengah kemajuan ilpengtek — semuanya bisa berubah kecuali devide et impera. Itu kredo kolonialisme.

Ya devide et impera dijalankan kaum penjajah dalam rangka mempertahankan kekuasaan di wilayah koloni, sedangkan politik etik, biasanya berupa peningkatan kesejahteraan dengan membuka peluang di negeri koloni, misalnya, pemuda-pemudi pribumi diikutsertakan pendidikan di luar negeri agar banyak yang tepelajar, pintar dan lain-lain.

Dulu, rombongan Soekarno-Hatta dikirim (belajar) ke Belanda, selain untuk memperoleh keahlian profesional, juga diselipkan pemikiran-pemikiran (Barat) seperti individualisme, liberalisme, marxisme dan seterusnya dengan maksud tak lain supaya mindset kaum pribumi terpelajar terbentuk (dan terpola) ala Barat. Tujuannya tak bukan, agar mereka mendukung serta memperkokoh kolonialisme di negeri jajahan. Mereka dijadikan ‘anjing-anjing’ yang siap megonggong apabila kepentingan tuannya terganggu.