Cina, Tionghoa dan Pribumi: Tantangan Ekonomi Politik Indonesia

Eramuslim.com -Belakangan ini Pribumi gusar dengan fenomena Cina di negeri ini. Itu terutama terkait dengan orientasi ekonomi dan politik rezim ke Cina. Bahkan, terkesan rezim menghambakan diri pada kepentingan Cina di negeri ini. Maka kita menyaksikan luasnya protes dan ekspresi keprihatinan Pribumi atas fenomena ini.

Mereka marah mengapa di tengah pandemi covid-19, saat jutaan buruh Pribumi terhempas dari pekerjaan, rezim dengan entengnya menghamparkan karpet merah bagi ribuan buruh kasar Cina. Yang diduga sebagian warga sebagai tentara dan mata-mata Cina.

Fenomena ini dengan jelas menggambarkan betapa rezim telah menjadi antek Cina sebagaimana dikatakan ekonom senior Rizal Ramli. Seolah-olah Indonesia tak bisa survive tanpa dukungan Cina. Padahal, menurut Rizal Ramli, menarik diri dari ketergantungan pada Cina, dan mereorientasikan kebijakan ekonomi dan politik ke dalam — sesuai perintah Konstitusi — justru Indonesia memiliki peluang maju jauh lebih besar, sebagaimana dilakukan India, Meksiko, dan Vietnam. Para pakar internasional memprediksi ketiga negara ini akan menjadi super power ekonomi dalam sepuluh tahun ke depan.

Tunduknya rezim pada Cina juga terlihat dari sikapnya terhadap kaum Muslim Uighur yang dizalimi secara brutal oleh rezim komunis Cina. Rezim seharusnya menunjukkan jati dirinya dengan mengkritik Beijing bukan semata-mata karena kaum Uighur itu Muslim, tapi lebih pada pertimbangan kemanusiaan. Dengan mengosongkan jiwa kaum Uighur dari keyakinan agama, rezim Cina telah melanggar HAM, melanggar kebebasan beragama secara mengerikan. Tak heran AS, Eropa, Australia, dan Jepang, mengkritik keras perlakuan biadab rezim Cina.