Dahlan Iskan: Pajak Kehilangan Muka

Mungkin pula karena para ketua umum mereka belum dipanggil. Belum dapat info resmi. Belum diajak lirik-lirikan mata. Belum juga dapat yang lain-lain.

Yang juga mungkin, Menteri Keuangan Sri Mulyani seperti saya: optimistis Oktober depan Covid-19 sudah reda dan ekonomi mulai bangkit lagi.

Di luar dugaan saya: di pertengahan Juni ini angka Covid-19 naik lagi. Tinggi sekali. Termasuk menjangkiti mereka yang sudah dua kali vaksinasi.

Dokter Andani juga kena Covid. Tokoh Disway dari Padang yang memelopori peningkatan kemampuan lab untuk tes Covid itu sudah vaksin dua kali.

“Maafkan tenggorokan saya sakit. Saya harus mengurangi bicara. Agar cepat sembuh,” tulisnya di WA.

Saya memang menelepon dr Andani. Untuk memberi dukungan. Begitu tahu keadaan tenggorokannya saya pun hanya kirim WA. “Kelihatannya saya kena varian India. Sinovac kan untuk varian Wuhan,” tulisnya. Andani merasa terjangkit Covid saat meninjau Jawa Tengah, sebagai staf khusus menteri kesehatan.

Teman saya yang lain juga kena Covid. Ia pengusaha besar Surabaya. Lebih muda dari saya. Sudah vaksin dua kali. Setelah vaksin itu ia juga sudah cek antibodi: punya. Angkanya cukup tinggi: 56. Toh masih kena Covid. Kemarin ia di opname di rumah sakit terkenal di Surabaya Barat.

Belum lagi sembilan anggota DPRD Surabaya. Yang juga sudah vaksin dua kali. Dan beberapa kenalan saya lainnya.

Padahal, kemarin-kemarin saya sudah begitu optimistisnya.

Pemerintah pun kelihatannya juga sudah telanjur begitu optimistis. RUU Pajak sudah telanjur diajukan. Telanjur dibacakan pula di sidang pleno DPR. Bahkan DPR sudah memutuskan komisi berapa yang harus membahasnya: Komisi XI.

Kalau RUU itu tidak ditarik terciptalah momentum untuk terus mempersoalkannya. Selama pembahasan di DPR itu, terbuka peluang untuk muncul isu sensitif setiap hari.

Sampai kemarin isu pajak itu masih tetap liar: sembako akan dipajaki, knalpot dipajaki, sekolah dipajaki.

Sampai pun muncul omongan: jangan lagi menganggap anak itu sangat berharga, nanti kena pajak.

Counter dari pemerintah seperti menguap sebelum airnya mendidih. Tidak dipedulikan lagi penjelasan bahwa pajak baru itu baru akan berlaku kalau pandemi sudah lewat. Bukan sekarang.

Tidak digubris pula bahwa sembako yang kena pajak itu hanya yang premium. Dan sekolah yang dipajaki adalah yang komersial. Demikian juga soal pengampunan pajak yang –menurut staf khusus Menkeu– bukan lagi seperti tax amnesty yang lalu (Disway 12 Juni 2021: Pajak Sembako)

Pokoknya: negara jangan terus menambah utang, pajak jangan dinaikkan, harga-harga tidak boleh mahal, orang harus senang.

Soal negara tidak punya uang lagi, defisit anggaran sudah kian lebar dan ekonomi memburuk itu urusan pemerintah yang harus pintar.