Dahlan Iskan: Respons Hidung

Semua komentar dr Budi itu dibenarkan drh Indro, si ”penemu” Protokol Rakyat.

”Memang bukan saya yang menemukan NaCl kadar 0,9,” ujar drh Indro. ”Saya menemukan cara melepas virus Covid-19 dari mukosa di hidung dengan NaCl 0,9,” tegas drh Indro.

Ada juga reaksi yang mengingatkan saya: drh Indro itu sudah bukan anggota IDHI –IDI-nya dokter hewan. Lalu, melampirkan surat PB IDHI tentang keanggotaan itu. Juga, yang menyatakan bahwa pendapat drh Indro adalah tanggung jawab pribadinya.

Kepada pengirimnya itu, saya jawab dengan guyon: orang seperti drh Indro tidak peduli dengan segala macam formalitas seperti itu. Jangankan keanggotaan. Gelar S-2 dari University of Adelaide saja tidak ia ambil.

Yang Indro pedulikan hanya rokok. Sejak di SMAN 3 Semarang ia sudah merokok. Katanya: ketularan teman sekolah. Sampai sekarang.

Di musim Covid ini pun istrinya tetap mengizinkan Indro merokok. Agar bahagia. Agar imunnya naik.

Itu kata-kata istrinya sendiri. Yang kelihatannya ikut nimbrung bicara di telepon sang suami. Sang istri, sesama mahasiswa kedokteran hewan UGM, masih terdengar bicara sambil mendekat ke HP sang suami: Mas Indro itu pemberontak!

Dia wanita Jogja. Dari Parangtritis.

Saya pun membesarkan hati Indro –setengah meledeknya: banyak orang yang sedang olahraga meninggal, tapi belum ada orang yang sedang merokok meninggal.

”Kalau merokoknya di tengah jalan, ya pasti meninggal juga, Pak,” jawabnya.

Dokter hewan Indro ingin menegaskan: ia tidak pernah mengeklaim garam krosok sebagai obat virus. Yang ia sebar luaskan adalah: garam krosok dengan konsentrasi 0,9 persen bisa melepaskan virus dari mukosa di hidung.

Dengan demikian, virus tersebut tidak akan masuk ke paru-paru atau organ lain.

Dokter hewan Indro juga menegaskan, ”Kalau virus sudah telanjur melewati hidung, protokol rakyat itu sudah tidak berguna.”

Untuk melahirkan protokol rakyat itu, Indro berbulan-bulan di laboratorium. Bacalah catatannya di bawah ini. Ia sendiri menyebut protokol rakyat itu sebagai rumus konyol. Menarik. Terutama bagi yang suka tenggelam di lab:

Semua berawal setelah kami bekerja empat bulan di dalam lab. Kami berhasil menumbuhkan virus Covid-19 di sel vero. Kami sangat gembira saat itu.

Setelah itu, kegembiraan tersebut langsung berubah menjadi kebingungan: kami TIDAK BISA melepaskan ikatan virus dengan sel vero itu. Virus+hancuran sel MENEMPEL sangat erat di dasar tabung tissue culture flask.

Dalam kondisi normal, ikatan virus ke sel vero bisa dengan mudah dilepas. Yakni dengan menggunakan metode COLD SHOCK: tabung dibekukan di suhu -80°C, lalu dicairkan kembali. Sebanyak tiga kali. Kami pun melakukan itu. Tapi, metode tersebut tidak berhasil. Virus dan sel tetap menempel. Tidak bisa dilepas.

Kami menghabiskan 3 bulan lagi begadang di lab.

Kami pun mencoba menggunakan listrik 20 V. Tidak berhasil. Kami coba gunakan enzim. Juga gagal. Kami coba tripsin. Tetap tidak mau lepas.

Di saat di ujung stres, saya jalan kaki berkeliling perumahan. Lalu, nongkrong di bekas pemancingan. Saya pun merokok. Sendirian. Seperti orang gila.

Tiba-tiba saya ingat: dasar tabung tissue culture flask itu kan di-coating dengan ion (+). Sehingga jika virus memiliki muatan (-) yang besar, virus akan menempel kuat di dasar tabung flask.

Berarti untuk melepas virus itu saya harus menggunakan reagen khusus. Yakni yang memiliki ikatan ionik (+) & (-) sekaligus. Itu untuk mengganggu kestabilan ikatan virus dengan sel di dasar tabung flask.

Pilihan pertama saya menggunakan cairan NaCl 0,9 % (NaCl fisiologis). Itu karena dia memiliki ikatan (+) & (-) sekaligus. Saya merendam dan membilas flask berisi tempelan virus itu menggunakan NaCl 0,9 %.

Pada setiap bilasan saya ukur loading virus di dasar flask.