Dapatkah Negara Melanggar Hukum Dan HAM?

Tindakan upaya paksa terhadap seseorang, seperti penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan menabrak dan melanggar hukum pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan HAM. Perampasan HAM ini dapat kita uji/gugat dalam Lembaga Praperadilan, yang merupakan tempat mengadukan pelanggaran HAM, dan Lembaga ini menjadi satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang dari negara (penyidik polisi atau penuntut umum) dalam suatu tindakannya untuk mendapatkan kepastian hukum.

Kepastian menjadi bagian dari suatu tujuan hukum.  Hukum tanpa kepastian akan kehilangan maknanya. Sedangkan dalam hukum administrasi negara, Badan/ Pejabat Tata Usaha Negara supaya tidak bertindak sewenang-wenang yang dapat bertentangan dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang ada.

Dalam hukum internasional, tanggung jawab negara dapat dilihat dalam mukaddimah Deklarasi Universal HAM (DUHAM), International Convenant on Civil and Political Rights (ICCPR), dan Internatonal Convenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Prinsip pertanggungjawaban negara bersifat melekat pada negara. Artinya, negara wajib memberikan ganti rugi jika terjadi kerugian akibat kelalaian yang dilakukan oleh negara.

Salah satu contoh ganti rugi yang berkaitan dengan HAM diatur dalam dalam Pasal 2 ayat (3) ICCPR. Pasal ini menyebutkan dan mengatur, bahwa negara wajib melakukan pemulihan terhadap korban pelanggaran HAM secara efektif meskipun pelanggaran tersebut dilakukan oleh aparatnya sendiri.

Ada 2 (dua) pinsip tanggung jawab negara terhadap HAM, yaitu responsibility dan liability. Responsibility adalah apa yang harus dipertanggungjawabkan kepada satu pihak, sedangkan liability adalah tanggung jawab untuk mengganti kerugian sebuah kerusakan yang telah terjadi. Jadi keduanya sama-sama mengikat pihak yang bersalah untuk memperbaiki akibat kesalahannya.

Sebagaimana diketahui bahwa tanggung jawab negara akan muncul akibat adanya suatu tindakan yang dianggap salah secara internasional (international wrongful act), yakni jika suatu negara melanggar kewajiban internasional maka negara tersebut bertanggung jawab atas pelanggaran yang dilakukannya.

Dalam Draft Article of Law Commission dijelaskan, bentuk-bentuk tanggung jawab negara antara lain: (ALC, 2001). a. Tindakan penghentian (cessation); b. Tidak mengulangi sebuah tindakan (non repetition); c. Tindakan perbaikan (reparation) yang terdiri dari restitusi, kompensasi atau kombinasi keduanya.

Pertanggungjawaban negara merupakan seperangkat aturan internasional yang mengatur tentang konsekuensi pelanggaran kewajiban internasional, salah satunya adalah pelanggaran HAM. Teori hak kodrati (natural rights theory) secara jelas menyebutkan, bahwa hak-hak asasi adalah hak yang bersifat kodrati, bawaan dari sifat manusia dan dimiliki oleh setiap individu tanpa terkecuali.

Negara mempunyai kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect), dan mengontrol serta menjamin jalannya pelaksanaan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi setiap individu yang berada di bawah yurisdiksinya. Pelanggaran HAM secara struktural yang menjadi korban adalah warga negara baik individu maupun kelompok, dan dapat dikaitkan dengan Negara c.q Pemerintah (Badan atau Pejabat Negara maupun Kabinet atau Parlemen yang membuat atau menjalankan kebijakan negara).

Posisi dan peran yang menyangkut penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, dan apabila negara tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai pemangku HAM, maka negara akan diberi label telah melakukan pelanggaran HAM. Kondisi ini melahirkan suatu prinsip pertanggungjawaban negara (state responsibility) atas pelanggaran HAM yang menimpa suatu kelompok atau individu. Secara garis besar, tanggung jawab negara akan muncul apabila negara telah melakukan tindakan yang dianggap salah secara internasional.