Di Balik Kandas Investasi Miras

Bagi saya, rencana investasi miras yang akhirnya digagalkan oleh protes serempak publik itu, merupakan pintu masuk untuk melihat lebih dalam betapa acakadut tata kelola negara. Tidak punya pijakan ideologis dan filosofis. Dilakukan secara sporadis.

Termasuk agenda pembangunan ekonomi yang salah satunya bertumpu pada investasi, namun tidak menguntungkan masyarakat. Sebaliknya, justru menimbulkan efek destruktif. Investasi berakibat buntung.

Legalisasi investasi miras yang akhirnya gagal ini, ketiban sial saja. Karena bersinggungan dengan nilai-nilai keagamaan secara langsung. Menyangkut sentimen publik secara luas. Jadi atensi seantero republik. Di mana masyarakat kita sangat sensitif pada isu tersebut.

Lalu bagaimana dengan isu investasi yang menyerempet ke persoalan lingkungan, yang minim perhatian? Bagaimana dengan izin-izin pertambangan yang menimbulkan kerusakan alam dan mengakibatkan berbagai bencana akhir-akhir ini? Apa sikap kita dengan reklamasi, pengurukan laut dan penambangan pasir yang merusak ekosistem serta merenggut mata pencaharian nelayan?

Betapa banyak tanah adat di pedalaman Papua, Maluku, Sumatera, Kalimantan Nusa Tenggara yang dicaplok korporasi. Dikonversi jadi perkebunan sawit milik konglomerat, jadi ladang properti hingga area tambang.

Namun, pembelaan kepada kelompok-kelompok masyarakat kecil itu sangat minim. Terdengar sayup-sayup. Hanya segelintir aktivis dan politisi yang bersuara. Investasi yang tak kalah merusak itu, berjalan nyaris tanpa sorot pemberitaan. Bisa ditebak kenapa demikian. Karena tidak bersinggungan dengan emosi dan sentimen publik secara luas.

Inilah problem kita bersama. Over reaksioner terhadap satu isu. Namun cenderung tidak konsisten dan bias nilai. Bila alasan menolak dan melawan rencana legalisasi investasi miras karena hal itu merusak masyarakat, maka alasan yang sama pula kita ajukan untuk menolak berbagai kebijakan yang sama mudharatnya.

Logika advokasi kita mestinya jadi menara suar yang berpedoman pada nilai-nilai sebagaimana tertuang dalam dasar-dasar benergara dan falsafah berbangsa. Saat itu, sudah terlalu banyak kebijakan pemerintah yang cenderung merugikan kepentingan bersama. Namun dipaksakan.

Bagaimana misalnya UU Omnibus Law yang juga akhirnya menjadi aturan pijakan investas miras tersebut, memuat banyak problem. Lalu berbagai insentif yang dimaksudkan untuk mendorong pemulihan ekonomi, namun justru berpotensi memperdalam ketimpangan.