Di Balik Kandas Investasi Miras

Kebijakan yang berorientasi pada keuntungan ekonomi konglomerasi. Seperti penghapusan pajak, stimulus triliunan untuk BUMN, Dana talangan untuk menutupi korupsi Jiwasraya, serta berbagai kebijakan lain yang jauh dari agenda memperjuangan kepentingan rakyat.

Kita mengerti, Indonesia butuh investasi. Negara sedang kusut. Ekonomi terpuruk, sementara hutang semakin menumpuk. Hingga akhir Januari 2021, media melaporkan jumlah utang Indonesia berada di angka 6.233,14 triliun. Bunganya terus meningkat. Tahun ini naik lagi 18,8 persen, dari 314,1 triliun pada 2020 menjadi 373,26 triliun.

Kenyataan itu memang harus kita atasi. Sehingga fokus membangun sistem ekonomi kerakyatan merupakan solusi utama yang harus jadi misi bersama. Sistem ekonomi yang mengarus utamakan kepentingan rakyat.

Sebagai investor, tenaga produksi dan menguasai jalur-jalur distribusi. Ekonomi yang dari hulu ke hilir, semua bergerak dengan denyut nafas rakyat.

Kalau pun ada proyek-proyek besar dan perlu partisipasi asing dan konglomerasi bisnis, harus dipastikan agar para investor itu tidak mendominasi dari hulu hingga hilir. Seperti saat ini, di mana ladang bahan baku, mesin-mesin produksi, hingga rantai distribusi dikuasai oleh segelintir pihak.

Sialnya, mereka diberi karpet merah hingga ke gang-gang di perkampungan. Terkesan dibiarkan menjepit warung dan kios-kios milik rakyat kecil yang sebetulnya menjadi tulang punggung ekonomi. Patut dicatat, geliat ekonomi rakyat menggerakkan sektor ril. Bukan mengakumulasi kapital.

Akhirnya, di balik kandas investasi miras, pengawalan ketat juga mesti kita curahkan untuk mengoreksi berbagai kebijakan pemerintah. Agar tidak mengusik rasa keadilan.

Ini cara kita menegakkan konstitusi negara. Meluruskan arah kiblat bangsa. Dalam sistem demokrasi, semua sah-sah saja. []

(Penulis: Tamsil Linrung, Anggota DPD RI)