Dunia Arab Dicekik AS dan Israel

Sejak berakhirnya era perang dingin, dan adanya perubahan geopolitik secara global, dan posisi AS, yang menjadi adi daya tunggal, serta hilangnya Soviet dari peta politik global, melahirkan dampak sangat luas, khususnya terjadi pergeseran politik. Perubahan global ini mempunyai pengaruh langsung terhadap Dunia Arab. Di mana kawasan yang luas itu, akhirnya menjadi ‘jajahan’ AS dan Israel secara de facto. Para penguasa di Dunia Arab, para raja dan sultan, hanyalah alat kepentingan yang digunakan oleh AS dan Israel, khususnya untuk mencapai tujuan mereka.

Peristiwa 11/9, yang mengguncang itu, menyebabkan AS dan Israel semakin menguatkan hegemoninya terhadap dunia Arab, yang menjadi pusat perdabadan Islam. Langkah-langkah yang sangat mendasar bukan lagi, operasi pembasmian ‘teroris’ semata, tetapi AS dan Israel sudah masuk ke dalam urat nadi kehidupan bangsa Arab, yang terkait dengan keyakinan agamanya. Inilah masalah yang sangat fundamental. Arab Saudi yang dituduh menjadi pusat lahirnya ‘teroris’, karena ajaran Wahabi, sekarang benar-benar menghadapi campur tangan AS dan Israel, yang mempunyai tujuan untuk mereduksi nilai-nilai Islam, dan menjadikan negeri itu sebagai negeri  sekuler.

Konon, gubernur Makkah dan Jeddah, Pangeran Khalid Al-Faisal, melarang ribuan sekolah menghafal  al-Qur’an, yang ada di kedua kota itu. Sekolah-sekolah yang menyediakan bagi muridnya untuk menghafal al-Qur’an ditutup. Karena, dianggap menjadi tempat lahirnya ‘teroris’. Bukan hanya itu saja, AS dan Israel melakukan campur tangan, terhadap kurikulum sekolah di negeri-negeri Arab. Di mana ajaran-ajaran agama (Islam), yang dituding  membuat  kebencian terhadap orang Yahudi dan Nasrani, dihapus. Lembaga-lembaga sosial yang memberikan bantuan bagi negara-negara miskin, langsung dikontrol oleh AS, dan diaudit oleh FBI, yang tidak ingin bantuan itu, alasannya jatuh ke tangan ‘teroris’.

Sesudah peristiwa 11/9, Dunia Arab lumpuh total, dan AS dan Israel mendorong terjadinya konflik antara pemerintah dengan gerakan-gerakan Islam di setiap negara dengan isu teroris dan al-Qaidah. Ini semuanya telah menguras potensi Dunia Arab. Konflik di internal setiap negara berlangsung dengan skala intensitas yang tinggi. Inilah yang menggerogoti kehidupan rakyat Arab.

Raja Abdullah yang sudah sakit-sakitan sekarang ini, dan belakangan harus menjalani operasi di AS, kemungkinan bila Abdullah mangkat, yang menggantikannya, tak lain Pangeran Sultan, yang sekarang menjabat sebagai menteri pertahanan, yang lebih pro-AS. Dari waktu ke waktu, tingkat hubungan antara Arab Saudi dengan AS semakin jauh. Pengganti Abdullah yang sekarang menjabat menteri pertahanan, di bantu anaknya, Pengeran Bandar bin Sultan, yang pernah menjadi Dubes Arab Saudi di Washington. Sekarang posisi Bandar bin Sultan menjadi kepala NSC (National Security Council-Dewan Keamanan Nasional) Arab Saudi.

AS dan Israel terus mendorong sekulerisasi di Saudi, dan melonggarkan rakyatnya dari nilai-nilai Islam secara menyeluruh. Arab Saudi yang dinilai menjadi pusat ‘teroris’, karena faham ajaran Wahabi itu, harus terus direduksi dan dikikis nilai-niali Islam yang dianut rakyatnya, sehingga akan terjadi perubahan yang mendasar bagi kehidupan kerajaan, dan pasti berdampak terhadap Dunia Islam.

AS dan Israel terus menciptakan opini yang membuat Dunia Arab menjadi sangat paranoid dengan ancaman nuklir Iran dan kekuatan Hisbullah di Lebanon. Karena itu, Dunia Arab semakin  tergantung secara politik dan militer terhadap AS dan Israel. Raja Abdullah telah meminta AS agar melakukan serangan militer terhadap Iran, karena sudah dianggap menjadi ancaman Dunia Arab. Menlu Arab Saudi, Pangeran Al-Faisal telah merencanakan gagasan untu menghanc urkan Hisbullah di Lebanon. Sekarang ini terus dikembangkan langkah-langkah yang sistematis, guna menghadapi Iran dan Hisbullah. Bukan Israel yang  menjadi ancaman terhadap Dunia Arab.

Sementara itu, mereka tidak memiliki perhatian terhadap nasib rakyat Palestina dan Gaza, serta Jerusalem yang terdapat Masjid al-Aqsha. Para pemimpin Arab membiarkan rakyat Palestina sendirian menghadapi AS dan Israel. Termasuk mereka membiarkan adanya blokade yang dihadapi oleh Hamas, yang sudah berlangsung sejak tahun 2007. Hingga kini. Mesir membuat langkah yang sangat dramatis. Dengan menggali sepanjang perbatasannya dengan Gaza, kemudian menanamkan baja dan mengaliri air dengan listrik, yang tidak memungkinkan lagi rakyat Gaza, menggali terowongan yang dapat mengakses Mesir lewat terowongan. Para intelijen Arab juga membantu Israel ketika melakukan agresi militer ke Gaza Desember 2008.

Mesir melakukan ‘perang’ dengan Ikhwan. Kekerasan tak henti-hentinya dilakukan aparat keamanan terhadap Ikhwan. Bahkan, pemerintahan Mubarak merekayasa pemilu baru lalu, di mana Ikhwan tidak mendapatkan satupun kursi. Semuanya ini sebuah langkah politik yang memang dirancang untuk menghancurkan kekuatan oposisi di Mesir, yang bukan hanya menentang pemerintah Mubarak, tetapi juga akan membahayakan kepentingan AS dan Israel di Timur Tengah. Ikhwan di Mesir dipukul habis secara politik oleh Mubarak. Ini merupakan skenario yang sudah lama dibangun antara AS, Israel dan Mubarak, yang tujuannya melumpuhkan kekuatan oposisi di Mesir.

Praktis bila terjadi pengalihan kekuasaan tidak akan ada kekuatan politik lagi yang penting, yang akan menghalangi Mubarak untuk mengalihkan kekuasaannya kepada anaknya, Gamal. Ini menutup peluang terjadinya sirkulasi kekuasaan yang bebas, seperti yang diinginkan rakyat.

Amerika dan Israel akan membuat ‘deal’ politik dengan kekuatan politik di Mesir, dan tokoh-tokoh di negeri Spinx itu, siapa yang akan dapat menjamin kesinbamgunan kepimimpin di Mesir, yang tetap akan dapat menjamin kepentingan AS dan Israel di wilayah itu? Satu-satunya yang dapat menjamin kepentingan AS dan Israel di wilayah itu, tak lain dinasti Mubarak.

Mesir dengan jumlah peduduknya yang mencapai 80 juta jiwa, dan secara geopolitik sangat strategis,  mempunyai arti penting bagi AS dan Israel. Karena itu, tidak mungkin membiarkan Mesir akan jatuh ke tangan kekuatan politik, dan tokoh, yang tidak memiliki hubungan dengan AS dan Israel.

Yaman terus diguncang konflik antara kelompok Syiah dengan pemerintah. Rakyat yang ada di Utara di dorong memberontak untuk mendapatkan kemerdekaan. Tidak ada kekuatan pemerintah sekarang ini, khususnya Presiden Ali Abdullah Saleh, kecuali harus berlindung dibalik baju AS dan Israel. Semuanya penanganan kasus ‘teroris’ di Yaman sekarang ini, melibatkan langsung peran militer dan intelijen AS (CIA), karena Yaman dianggap akan menjadi Afghanistan di Dunia Arab. Langkah militer dan operasi intelijen semakin ditingkatkan oleh pemerintah AS dan Israel. Untuk menjaga agar Yaman tidak jatuh ke tangan kaum ‘teroris’. Ini sebuah langkah kebijakan yang sekarang terus berlangsung di Dunia Arab

Sudan dipaksa terbelah. Menjadi Sudan Selatan yang sebagian penduduknya beragama Kristen, dan Utara yang mayoritas Muslim. Di Sudan Selatan ada gerakan SPLA, yang tokohnya sekarang ini berdiam di Tel Aviv (Israel). Presiden Sudan Omar el-Bashir telah menjadi tersangka sebagai pelaku ‘genosida’ oleh mahkamah kejahatan perang internasional (ICC). Perintah penangkapan terhadap el-Bashir telah dikeluarkan.

Semuanya ini juga tidak terlepas dari tangan-tangan AS dan Israel, yang memang ingin mengakhiri pemerintahan el-Bashir, yang dianggap ingin menegakkan prinsip-prinsip Islam. Isu genosida itu, hanyalah sebuah rekaan, yang tidak memiliki bukti.

Masa depan Dunia Arab yang ada telah dibikin porak—poranda oleh AS dan Israel. Ini dapat terjadi tidak lain, karena di Dunia Arab, dipimpin oleh orang-orang yang hanya tamak terhadap kekuasaan dengan mengorbankan negara dan rakyatnya. Wallahu’alam. (mh)