Emak Militan, Veteran Gerakan Mahasiswa

Eramuslim.com – EMAK militan atau emak jaman now, demikian sebutan bagi kaum ibu milenial perindu perubahan. Ketika ada sejumlah peristiwa politik dan sosial kemasyarakatan terjadi, para ibu ini tak segan mengkritisi sebagai bentuk rasa iba terhadap negeri ini. Mereka pun tak jarang turun ke jalan melakukan demonstrasi. Tahun 2018 lalu, mereka cukup populer dengan sebutan Barisan Emak Militan (BEM). Istilah tersebut sebagai plesetan dari kepanjangan BEM, Badan Eksekutif Mahasiswa.

Yang teranyar, diantaranya ketika aksi massa di depan Bawaslu beberapa hari lalu, dalam rangka melaporkan dugaan kecurangan Pilpres 2019. Tak ayal, emak-emak pun menjadi sosok yang begitu disorot atas militansinya justru ketika di saat yang sama kalangan mahasiswa dirasa mulai kendor semangat dan kritisannya terhadap berbagai ketimpangan yang terjadi. Fenomena problem di masyarakat saat ini tidak sesuai antara idealitas dengan realitas yang terjadi dalam kehidupan. Problem sosial di negeri ini terjadi di berbagai tempat secara kompleks–sistemik–struktural.

Negara ini telah terperosok dalam sistem demokrasi-kapitalisme-liberal yang kini telah terderivasi menjadi turunannya yang paling mengerikan, yakni neoimperialisme dan neoliberalisme. Pada dua aspek inilah terdapat “The Invisible Hands”, dimana penjajahan itu tak kasat mata, namun nyata terasa. Bukti paling jelas di negeri adalah adanya kebijakan tentang serba impor, tapi di sisi lain segala aset negara malah dijual. Ini menunjukkan bahwa negara makin berlepas tangan dari perannya sebagai pengatur urusan rakyatnya. Maka, solusi bagi negeri ini jelas harus sistemik dengan pendekatan ideologis.

Konon, emak militan era milenial ini adalah mantan aktivis gerakan mahasiswa di masa mudanya. Karena itu, tak heran jika jiwa kritis mereka tak surut, apalagi padam di kemudian hari, kendati usia sudah menjelang paruh baya. Para emak tadi bersikap kritis, pasti karena ada yang salah. Pernah aktif sebagai aktivis gerakan mahasiswa ketika usia muda tentu menjadi modal yang potensial untuk tetap menjaga semangat menjadi pelaku perubahan. Bukankah perubahan itu harus diupayakan? Dan bukankah Allah tidak akan mengubah keadaan mereka, selama mereka tidak mengubah sebab-sebab kemunduran mereka? Jadi, tak usah heran jika kini mereka masih garang menyuarakan kebenaran meski telah menjadi veteran.