GAR-Alumni ITB dalam Politik Hegemoni

Alasan yang dikemukakan GAR tidak penting kita bahas karena pertama, semua alasan yang mereka kemukakan adalah alasan trivial (sepele, tidak substantif, remeh).

Alasan semacam itu hanya dihargai oleh pemerintah absolutis dimana “Anda dihukum bukan karena tidak menggunakan seragam merah, tetapi karena ada noda hitam di kerahnya”.

Alasan terkait pemakzulan Din Syamsudin khususnya membuat saya sangat malu.

Sebab sebagai mantan aktivis ITB saya tahu bahwa semua aktivis yang melawan Orde Baru saat itu berkomitmen memperjuangkan demokrasi.

Dan sekarang, setelah reformasi, GAR menggunakan bahasa Bakorstanas untuk memakzulkan Din.

Apakah di ITB reformasi sudah tidak berarti? Apakah kebebasan berbicara di ITB sudah mati? Sikap GAR itu bahkan jauh lebih buruk daripada Bakorstanas, mereka lebih mirip remaja mentah Pengawal Merah di era Revolusi Kebudayaan Cina Mao yang menghantamkan palunya ke kepala ayah mereka sendiri.

Kedua, keinginan GAR bukan mengoreksi keadaan yang dianggapnya salah tetapi untuk menjatuhkan orang/lembaga yang menjadi target mereka.

Dalam kasus YPM Salman dan Nurhayati, keduanya sebetulnya sudah akomodatif. Pihak Paragon (Nurhayati) telah menyingkirkan logo perusahaan dan pihak YPM Salman telah menghapus syarat khusus mahasiswa muslim.

Toh surat protes tetap dikirimkan. GAR berkukuh karena surat mereka memang tidak bertujuan mengoreksi keadaan sebagaimana mereka sampaikan secara terbuka.

Surat tersebut bertujuan menjatuhkan YPM Salman dan ibu Nurhayati dan menyematkan label “partisan dan agen radikalisme” di dada keduanya.

Label itu tidak berguna bagi orang yang berpikiran waras. *Namun label itu sangat berguna untuk peluru buli-bulian para buzzer di media sosial.*