Hersubeno Arief: Jam Dinding, Seprai, dan Kacang Rebus Dari Eyang Habibie

Ketika anggota MPR menjegalnya. Menolak pidato pertanggungjawabannya, padahal belum dibacakan. Pak Habibie juga menanggapinya dengan rileks.

Beliau tetap hadir ke Gedung MPR-DPR ketika Gus Dur dan Megawati dilantik menjadi presiden dan wapres. Kepada para pendukungnya yang sangat kecewa, Habibie menyerukan agar mendukung pemerintahan yang baru.

Setelah tidak menjadi presiden, Pak Habibie masih terus menjalin silaturahmi dengan para presiden penggantinya. Ketika Megawati menjadi presiden, sampai SBY dan Jokowi, Habibie masih sering bertemu.

Beliau dengan santai selalu hadir pada acara-cara kenegaraan, terutama pada peringatan HUT kemerdekaan RI 17 Agustus. Satu hal yang tidak bisa dilakukan Pak Habibie adalah bertemu mentornya, orang yang membesarkannya: Pak Harto.

Beliau dilarang bertemu. Hal itu menjadi kesedihan tersendiri baginya.

Pak Habibie juga rajin takziah, melayat ketika ada tokoh atau orang yang dikenalnya wafat.

Ketika Haji Roosniah Bakrie ibunda pengusaha nasional Aburizal Bakrie wafat, 20 Maret 2012, Pak Habibie mengantarnya sampai ke tepi liang lahat.

Dengan usia yang sudah sepuh (76) Pak Habibie duduk di sebuah kursi. Saking padatnya pelayat, banyak yang tanpa sadar berdiri berdesakan di depan Pak Habibie.

Pantat (maaf) para pelayat tepat berada di depan mata Pak Habibie. Beliau tetap duduk dengan tenang. Anehnya ajudan beliau hanya membiarkan. Mungkin mereka tidak menyadarinya.

Dengan sopan saya meminta mereka untuk minggir. Bagaimanapun Pak Habibie adalah tokoh sepuh dan pernah menjadi Presiden RI. Harus tetap dihormati.

Bapak Demokrasi Indonesia

Di luar kepribadiannya yang unik dan menarik, bagi aktivis demokrasi yang jujur, Pak Habibie akan dikenang sebagai peletak demokrasi Indonesia dan kebebasan pers. Para tahanan politik dibebaskan.

Pada masa beliau lah UU Pemilu dilahirkan. 7 Juni 1999 digelar pemilu pertama setelah era Reformasi. Sebuah pemilu yang dinilai sangat demokratis setelah Pemilu 1955.

Pada masa Pak Habibie, keran kebebasan pers dibuka. Melalui Menteri Penerangan Letjen TNI (Purn) Yunus Yosfiah lembaga SIUPP (Surat Izin Usaha Penerbitan Pers) dicabut.

SIUPP merupakan barang yang menakutkan di masa Orde Baru. Dengan pembatalan/pencabutan SIUPP, penerbitan sebuah media dihentikan alias dibreidel.

Media bebas mengeritik pemerintah. Ironisnya justru saat ini kebebasan pers mengalami kemunduran. Pers banyak yang menghamba menjadi alat kekuasaan pemerintah.

Di luar beberapa catatan itu, satu hal yang tak boleh dilupakan dari pria yang belakangan lebih senang dipanggil Eyang, adalah Referendum Timtim.