Hersubeno Arief: Lippo, Bahaya Kartel Bisnis Kesehatan di Balik Kisruh BPJS

Memulai usaha dari bisnis farmasi, Kalbe sejak 1989 mulai merambah bisnis RS melalui PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA). Di mulai dari RS Mitra Keluarga, Jatinegara (1989), saat ini mereka telah memiliki 17 RS. Pada semester I 2019 akan dibangun kembali dua rumah sakit di Jatiasih, Bekasi, dan Bintaro.

Sejumlah konglomerasi juga diketahui terjun ke bisnis kesehatan. Sinar Mas misalnya membangun sejumlah Eka Hospital, sementara Mayapada Grup melalui PT Sejahteraraya Anugrahjaya Tbk (SRAJ) juga telah memiliki RS di Jakarta, Tangerang, dan Bogor.

Banyaknya pemodal besar yang masuk ke bisnis ini menunjukkan sektor kesehatan sangat menggiurkan. Dengan hadirnya BPJS Kesehatan ceruk pasarnya semakin gemuk. Mereka membidik potensi ini.

Lippo misalnya pada tahun 2017 menargetkan telah memiliki 10.000 tempat tidur, dan merawat 15 juta pasien. Mereka juga membangun klinik pengumpan (feeder) untuk “menyuplai” RS rujukan. Saat ini Silom memiliki klinik di 8 provinsi dan 21 kota.

Di luar kelompok bisnis besar tadi, jaringan RS yang cukup besar, dimiliki oleh Muhammadiyah. Hanya saja RS di lingkungan Muhammadiyah tidak berada dalam satu holding. Mereka juga sulit mendapatkan dana segar dan besar karena tidak melantai di bursa saham.

Sangat sulit bagi RS kecil untuk bersaing dengan jaringan RS yang dimiliki pemodal besar. Jika pemerintah tidak turun tangan, dan melakukan akreditasi secara ketat, kematian mereka tinggal menunggu waktu.

Kondisinya kira-kira bisa kita samakan dengan para pedagang kelontong tradisional yang berhadapan dengan Alfamart dan Indomart. Pilihannya mati secara perlahan, atau menjalin kerjasama/akuisisi dengan jaringan RS besar.

Saat itulah pemain-pemain besar itu menjelma menjadi kartel. Ada ketergantungan besar masyarakat dan pemerintah kepada mereka. Mereka bisa menentukan kebijakan dan arah layanan kesehatan nasional. end [HA]