Hersubeno Arief: Pak Prabowo, Kok Antiklimaks?

Kalau sampai posisi Menko Polhukam ditempati oleh figur yang lebih yunior dibandingkan Prabowo, maka posisinya kian terdowngrade.

Sebutlah misalnya Moeldoko, atau Budi Gunawan. Secara kepangkatan mereka memang lebih senior dibanding Prabowo. Keduanya jenderal bintang empat, Prabowo bintang tiga.

Hanya saja dari sisi angkatan, kedua jauh di bawah Prabowo. Moeldoko lulusan Akabri 1980, dan Budi Akpol 1983. Sementara Prabowo Akabri 1974.

https://www.youtube.com/watch?v=_OCbGCcl8cY

Lebih celaka lagi kalau ternyata  pos itu ditempati kembali oleh Wiranto atau Luhut. Dipastikan Prabowo tidak bisa berkutik.

Wiranto jenderal bintang empat. Pernah menjadi KSAD, Panglima TNI, dan beberapa kali menjadi Menko Polhukam. Dia lulusan Akmil 1968. Secara senioritas Prabowo kalah segalanya.

Luhut lulusan Akabri 1970. Jenderal bintang empat kehormatan. Lebih senior dibanding Prabowo, dan jelas lebih jago bermanuver.

Dengan posisi sebagai Menhan, Prabowo bisa mendapat kenaikan pangkat satu tingkat. Menjadi jenderal bintang empat kehormatan seperti Luhut.

Kelompok ketiga adalah para true believers. Pejah gesang nderek Prabowo. Sebagai jenderal senior, mereka percaya Prabowo pasti punya perhitungan dan kalkulasi sendiri.

Kelompok ketiga ini sangat percaya, dengan masuk ke dalam pemerintahan, apalagi menjadi Menhan, maka pada waktunya Prabowo akan mengambil alih kekuasaan.

Dilantik menjadi Presiden menggantikan Jokowi. Membawa Indonesia menjadi negara yang kuat dan maju.

Dalam sistem ketatanegaraan kita, Menhan bersama Mendagri dan Menlu disebut sebagai Triumvirat. Tiga jabatan yang sangat menentukan manakala terjadi kekosongan kekuasaan.

Sebagaimana diatur dalam Pasal 8 (3) UUD 45 apabila terjadi kekosongan jabatan presiden dan wapres secara bersamaan, maka tugas kepresidenan dipegang oleh tiga menteri tersebut secara bersama-sama,  sampai terpilih  presiden dan Wapres difinitif.