Ilham Bintang: Soal Statuta UI, Pak Jokowi, Please, Jangan Bikin Kegaduhan Baru

Eramuslim.com – ENTAH “pesan” apa yang mau disampaikan Presiden Jokowi dengan mengubah Statuta Universitas Indonesia. Tepatnya: “legacy” seperti apa yang hendak diwariskan Pak Jokowi yang tiga tahun lagi akan meninggalkan jabatan Presiden RI pada tahun 2024.

Simaklah ribuan komentar dan meme yang mendominasi ruang publik dua hari ini, merespons Peraturan Pemerintah No 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia. Statuta itu baru saja ditandatangani Jokowi sebagai Presiden RI.

Bulan lalu, Statuta UI sudah jadi persoalan besar. Sudah jadi sorotan publik. Menimbulkan kegaduhan. Ikut menambahi geger meme “Jokowi, The King of Lip Service” yang disulut Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UI. Peristiwa itu menyingkap, ternyata sudah sekian lama Rektor UI, Prof Ari Kuncoro, melanggar Statuta UI karena merangkap jabatan sebagai Komisaris di Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Padahal, Pasal 35 C PP No 68/ 2013 Tentang Statuta UI, melarang Rektor dan Wakil Rektor UI merangkap sebagai pejabat pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah, dan Swasta. BRI adalah bank BUMN.

Berselang sebulan terbit PP No 75/202I yang mengubah Pasal 35 C menjadi begini bunyinya: Rektor, Wakil Rektor, Sekretaris Universitas dan Kepala Badan Universitas dilarang merangkap sebagai direksi pada Badan Usaha Milik Negara/Daerah maupun Swasta. Dengan mengubah kata “komisaris” pada PP lama menjadi “direksi” pada PP yang baru, selamatlah posisi Ari Kuncoro sebagai Rektor UI sekaligus Komisaris BRI yang bergaji Rp 1,2 miliar per bulan.

Ini tak beda dengan orang yang karena telat bangun Salat Subuh, aturan waktu salat itu pun diubah. Begitu sindir salah satu meme.

Namun, rasanya tak adil jika masyarakat hanya mengutuki habis Sang Rektor sendiri. Apalagi, Ari Kuncoro sih, yaa sudahlah, tampaknya, memang tidak amanah sejak awal.

Yang soal besar, yang bikin kita menganga, adalah Presiden Jokowi yang menandatangani PP 75/2021 itu.

Kita tentu saja menyesalkan mengapa di tengah keterpurukan bangsa akibat pandemi Presiden malah melahirkan kebijakan kontra-produktif. Menciptakan kegaduhan baru di tengah musibah bangsa akibat pandemi Covid-19 yang menelan korban lebih 70 ribu rakyat meregang nyawa.