Ini Skenario Busuk Pilpres 2019, Refleksi Seorang Peneliti

Beruntung Paslon 02 dan para pendukungnya tidak terjebak, dalam ritme permainan mereka. Karena itu jangan sampai ada ucapan selamat, atau apapun bentuknya, di semua tingkatan ditujukan kepada paslon 01,  sebelum ada keputusan perhitungan resmi dari KPU. Semua pihak harus menunggu dengan sabar perhitungan manual KPU.

Bagi segenap rakyat Indonesia, harus dipahami bahwa hingga H+4, sekarang ini, belum ada lembaga manapun termasuk KPU yang memiliki 100% hasil pemilu secara nasional, semua masih dalam proses penghitungan. Diperkirakan perhitungan itu baru selesai 20 hari ke depan.

Oleh karena itu jika Denny JA atau ada lembaga yang sesumbar bahwa data yang masuk sudah 95%, ia harus membuktikan memiliki data konkritnya miniml dari 700.000 TPS. Ia juga harus membuktikan, jika personal survei ditempatkan di tingkat desa setidaknya dia harus punya 70 ribu surveiyor yang akurat. Berapa besar dana yang digunakan untuk mengerakkan semua itu,  dari mana dan siapa.yang membayar, harus jelas.Jika organisasi dan perangkatnya tidak sekuat KPU, itu sepenuhnya bohong.

Tentu saja kondisi ini tidak dapat dibiarkan.,  karena akan merusak sistem demokrasi Indonesia. KPU sudah seharusnya bertindak lebih progresif. KPU harus berani meminta pertangung jawaban dan memberikan klarifikasi terhadap hasil  quick count yang dilakukan oleh lembaga survei, yang sangat sulit dimintai pertangungjawaban,  dan cenderung tidak independen.

Dalam hal ini, lembaga survei yang melakukan quick count harus segera diaudit oleh lembaga independen dan memiliki otoritas. Bukan diaudit oleh dewan etik lembaga survei, yang satu badan diantara mereka. Itu sama aja jeruk makan jeruk.

Dewan etik mereka selama ini, terindikasi tidak independen. Misal, kejadian saat Pilgub DKI Jakarta 2017, semua lembaga survei yang tergabung dalam Persepi dan  AROPI, semuanya salah dalam melakukan survei yang memenangkan telak pasangan Ahok- Djarot serta Agus-Sylviana tidak diaudit. Mereka juga tidak diberikan sanksi apa-apa. Mereka itulah yang sekarang ini sedang berkomplot, sebagai penjahat demokrasi.

Selanjutnya KPU harus bertindak lebih cepat, transparan, dan profesional. Berbagi kecurangan yang masif dan jelas-jelas terjadi di depan mata, harus segera ditiindak sesuai aturan hukum yang berlaku. Aparat keamanan harus didudukan sebagai bagian penyelenggara yang netral, dan tidak terlibat hal-hal teknis dalam perhitungan suara. KPU harus mengembalikan kepercayaan masyarakat yang sudah terlanjur terkoyak.

Kini nasib bangsa dan demokrasi Indonesia, dipertaruhkan di pundak KPU.  Jangan sampai konflik politik terjadi, hanya karena ketidakmampuan KPU sebab bertindak memihak dan tidak independen. Itu gawat, dan berbahaya!!!

Penulis: Mochammad Sa’dun Masyhuradalah, alumnus MPKP UI,  dan peneliti senior CIDES.