Isu Ekspor Ganja: Di Antara Nasib dan Takdir Geopolitik

Eramuslim.com –  Adanya isu dan/atau ide agar ganja dijadikan komoditas ekspor sehingga menjadi devisa bagi negara, menimbulkan reaksi langsung di Tanah Air. Pro kontra di publik pun merebak. Ada pihak menolak, namun tak sedikit yang sepakat alias setuju. Ramai. Masing-masing pihak punya argumen logis, agamis bahkan akademis. Ini menarik. Betapa di tengah bergulirnya pergeseran serta perubahan landscape geopolitik baik di level global, regional maupun lokal yang diawali British Exit (Brexit) dan isu Novel Coronavirus yang kian meluas dengan segala konsekuensi bagi Cina. Ya, wacana ekspor ganja mencuri perhatian publik.

Tulisan kecil ini bukanlah analisa atau tanggapan atas fenomena di atas, tetapi hanya sekedar pengayaan pandangan berbasis geopolitik. Jikalau ada ulasan di luar pakem geopolitik, mungkin, itu cuma irisan belaka bukan hal utama. Artinya, sekedar menyambungkan narasi bahasan. Inilah uraian secara sederhana.

Geopolitik itu takdir, bukan nasib. Narasi pembeda kedua diksi dimaksud, contohnya begini, “Tuhan tak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu mengubahnya sendiri.” Nah, itu NASIB. Sedang takdir itu singkat kata adalah “hadiah”, jatuh dari langit. Ketetapan dari Tuhannya.

Geoposisi (silang) di antara dua samudera dan dua benua, contohnya, itu takdir geopolitik Indonesia, bukan nasib geopolitik. Kemudian, punya empat selat dari tujuh selat strategis yang dimiliki dunia; atau garis pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada; negeri agraris bercurah hujan tinggi; sumber raw material berbagai industri; lintasan SLOC (Sealanes of Communications), jalur pelayaran dunia; memiliki kekayaan hayati melimpah dan seterusnya — hal-hal di atas tergolong jatuh dari langit. Takdir geopolitik. Sekali lagi, hal-hal di atas bukanlah nasib (geopolitik) tapi takdir.